'Apa-apaan ini, kenapa dia memaksaku? Ini kan tubuhku? Ini juga gaun pengantinku. Seharusnya, dia tidak perlu memaksaku. Aku bisa melakukannya sendiri. Dan aku hanya berpura-pura sakit agar Mas Hilman tidak melakukan hal yang seharusnya terjadi di malam pertama pernikahan kita.' gumam Riska dalam hati. 'Tapi kalau aku terus menolak dan Mas Hilman marah lalu membunuuhku, bagaimana? Apa aku siap ma ti sekarang? Kata Rachel, Mas Hilman tipe orang yang tidak bisa di kendalikan jika sudah emosi. Dia berubah menjadi iblis yang mengerikan. Aku juga pernah melihat amarah Mas Hilman yang memecat karyawan kantornya yang membuat kesalahan kecil. Kata-kata kasar itu selalu keluar dari mulutnya. Aku jadi takut,' gumamnya lagi dalam hati.
"Iya, Mas." jawab Riska pasrah. Dia memutar tubuhnya agar memunggungi suaminya.
Perlahan tangan Hilman menarik resleting gaun istrinya.
Riska mengerucutkan bibirnya sembari tangannya memegang rambutnya yang tergerai.
'Sudahlah, aku sudah menggoddanya dengan menunjukkan punggung tubuhku yang polos.' batinnya.
Setelah resleting itu turun sempurna, Hilman langsung meminta istrinya melepas gaun pengantinnya di hadapannya.
"Sekarang, lepaslah gaun ini dan aku akan menggendongmu ke dalam--"
"Tidak perlu, Mas. Tiba-tiba perutku sudah sembuh. Lihatlah, aku sudah bisa berjalan dan kepalaku sudah tidak sakit lagi." potong Riska memutar tubuhnya agar menghadap sang suami.
"Baiklah. Sekarang bersihkan dirimu. Aku sudah menyiapkan lemari yang berisi pakaianmu. Letaknya ada di samping lemariku." titah Hilman.
"Iya, terimakasih, Mas." jawab Riska.
"Sekarang, aku harus mengecek beberapa file yang di kirimkan oleh sekertarisku." titah Hilman lagi yang kemudian berjalan menuju pintu dan keluar.
Riska menghembuskan napasnya lega saat melihat kepergian suaminya. Di hempaskan pantatnya di tepi ranjang.
"Huh, untunglah Mas Hilman cepat-cepat keluar dari kamar ini. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku harus bertelanjaang di depannya. Sebaiknya aku pergi mandi dan pergi dari kamar ini!" gumam Riska berjalan menuju kamar mandi dengan sebelumnya melepas gaun pengantinnya.
Hilman terdiam saat melihat aksi istrinya dari CCTV di ruang kerjanya.
"Apa wajahku terlalu menakutkan baginya? Apa semua perhatian yang aku berikan padanya tidak bisa membuktikan bagaimana perasaanku padanya? Aku bukan tipe yang romantis atau humoris. Aku tidak bisa menyatakan cinta dengan orang yang aku cintai. Aku hanya bisa melindungi orang yang aku cintai saja. Bahkan sudah menjadi istriku saja, dia masih memintaku untuk menceraikannya? Riska, aku sudah tertarik dan jatuh hati padamu setelah kepergian orang tuaku. Ibumu memperlakukanku dengan baik. Dia tidak membeda-bedakan aku dan dirimu. Dan aku bahagia saat orang tuaku mengatakan aku harus menjagamu. Melalui pernikahan ini, aku bisa menjagamu setiap saat." gumam Hilman tanpa berkedip menatap CCTV kamarnya.
Di dalam kamar mandi, Riska mengambil dan memakai jubah mandinya setelah menyelesaikan ritual mandi ala hewan bebek karena dirinya tidak mungkin menyia-nyiakan waktu untuk kabur dari suaminya.
Riska membuka pintu kamar mandi dan mencari pakaian di lemari yang sudah di sediakan suaminya. Alangkah terkejutnya dirinya saat melihat banyaknya pakaian baru yang berjejer.
"Apa dia benar-benar menyiapkan pakaian untukku, atau sebenarnya dia menyiapkan semua pakaian ini untuk kekasihnya?" gumam Riska mengambil salah satu dress pendek selututnya. "Ish, ini tidak baik. Tidak mungkin aku kabur menggunakan dress. Bisa saja, aku jatuh di tengah jalan dan lututku berda rah. Sebaiknya, aku cari celana jeans atau lainnya yang nyaman di gunakan untuk kabur." gumamnya lagi.
Hilman mendengar dan melihat semua gerak gerik istrinya. Bahkan dirinya tidak melakukan tindakan apapun saat istrinya mengatakan akan kabur dari kediamannya.
Tubuuh ppollos istrinya bisa membangunkan sesuatu yang sedang tertidur nyenyak, membuat Hilman sedikit terpancing.
Di dalam kamar.
Riska memakai pakaiannya dengan menyanyi lagu dangdut yang di sukainya. Beberapa goyangan yang dia tonton di salah satu acara televisi pun dia praktekkan tanpa di sadari ada kamera CCTV yang sedang mengintainya.
"Hae, Hae, di goyang!" teriak Riska melampiaskan semua rasa yang bercampur aduk di dalam hatinya.
Hilman mengganti channel CCTV nya. "Beruntung semua pintu dan jendela sudah aku kunci. Jadi aku pastikan, kamu tidak bisa kabur dariku, Riska." gumam Hilman yang mengganti channel CCTV nya lagi memperlihatkan kamarnya.
Hilman dapat melihat Riska yang tengah mengendap-endap dan sangat berhati-hati membuka pintu kamarnya.
Senyuman yang jarang sekali dia tunjukkan akhirnya di tunjukkan juga saat melihat tingkah istrinya yang menurutnya sangat menggemaskan.
Riska membuka pintu kamar dengan hati-hati. Setelah pintu kamar terbuka, Riska keluar dan menutup pintu kamar itu berharap sang suami tidak curiga. Dia juga menuliskan di selembar kertas yang mengatakan jika dirinya tidak bisa di ganggu karena kelelahan lalu di tempelkan di depan pintu kamar.
"Sudah selesai. Aku yakin, Mas Hilman percaya dengan rencanaku ini." ucapnya dengan bangga.
Hilman menggelengkan kepalanya. "Otaknya terlalu pintar. Dia berharap kalau aku akan mempercayainya begitu saja?" gumamnya langsung menutup rekaman CCTV di komputernya.
Hilman berjalan keluar ruang kerjanya dan melihat pergerakan istrinya yang sedang berupaya kabur.
Dengan langkah yang sangat hati-hati, Riska menuruni satu persatu anak tangga.
"Semoga saja Mas Hilman tidak menyadari." gumam Riska.
Setelah sampai di lantai bawah, Riska langsung berlari menuju pintu utama.
Krek!
Krek!
"Pintu ini terkunci?" gumam Riska mencari kunci pintu utama yang menancap di lubang kunci. "Tidak ada kunci. Lalu aku keluar lewat mana?" keluhnya lagi yang membuka tirai jendela. "Ish, jendela ini sangat menyusahkan. Aku tidak bisa keluar lewat jendela."
"Coba saja lewat pintu belakang!" titah Hilman yang berada di belakang istrinya.
"Ah, benar. Lewat pintu belakang. Pasti pintu belakang tidak di kunci. Waah, terimakasih sudah--" ucapan Riska terhenti setelah menyadari suara suaminya yang membantunya untuk kabur. Perlahan Riska memutar tubuhnya menghadap sang suami.
"Lewat belakang saja!" titah Hilman santai.
"M-mas Hilman, a-aku--"
"Mau kabur, kan? Ya, sudah, lewat pintu belakang saja. Akan ku beri kunci pintu belakang. Atau kau mau aku bukakan pintu utama ini?" ucap Hilman.
"Mas, aku minta maaf tapi aku--"
"Aku apa? Pergilah dari rumah ini tapi jangan salahkan aku, jika aku menghentikan semua biaya pengobatan ayahmu. Dan kembalikan semua uang yang sudah aku keluarkan selama ini untuk keluargamu sekarang juga!" titah Hilman.
"Apa, Mas?" pekik Riska tak percaya.
"Kenapa? Apa yang aku ucapkan salah? Kamu sendiri yang mengatakan itu padaku sewaktu di kamar. Jadi, apa salahku?" tanya Hilman dengan santainya.
'Ish, kenapa mulutku harus salah bicara, sih? Aku tidak punya uang sebanyak itu.' batin Riska.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments