Alfa mendatangi kamar Elea dengan keadaan emosi.
“Katakan! Apa saja kesalahan yang sudah kamu perbuat hari ini?”
“Kesalahan? Aku tidak melakukan apapun. Aku hanya membantu Mas Al membuang sampah ke lantai bawah, lalu bermain sebentar di dekat kolam renang dan karaoke dan menonton film di dalam rumah.”
“Hanya?! Kamu membuat banyak kekacauan dan kamu bilang ‘hanya’?”
Elea melihat wajah Alfa memerah menahan amarah.
“Dengar! Mulai besok kamu tidak boleh keluar apartemen dan jangan lakukan apapun sampai aku pulang! Mengerti?”
Elea menunduk lemas. Ia tidak tahu bahwa Alfa akan sebegitu marah padahal ia hanya berniat membantunya.
“Sekarang, ikut aku. Kita harus meminta maaf kepada pemilik kucing juga penghuni 504 dan 506.”
“Tapi kenapa kita harus minta maaf, Mas?”
“Kenapa? Kamu sudah mengganggu ketenangan dan kenyamanan mereka tapi kamu masih bertanya kenapa?”
“Mengganggu apa?”
Tidak bisa menahan amarahnya lagi, Alfa menyeret Elea ke tempat pembuangan sampah di lantai bawah.
“Lihat! Semua berantakan karena kamu tidak becus membuang sampah pada tempatnya. Kamu selalu saja ceroboh dan tidak bisa memasukkan sampah dengan benar.”
“Mas Al benar. Aku memang tidak pernah bisa memasukkan sampah dengan benar. Tapi semua kekacauan ini bukan ulah aku, Mas. Anjing salah satu penghuni mengobrak-abrik sampah disini dan aku justru berusaha menghentikannya.”
“Anjing? Kamu bilang ada anjing yang berkeliaran dan mengobrak-abrik sampah-sampah ini?” Alfa tersenyum meledek. “Apa kau tahu bahwa penghuni disini dilarang memelihara anjing di kamarnya. Apalagi melepaskan mereka dan membiarkan mereka berkeliaran membuat kekacauan disini. Apa kau tahu berapa kami harus membayar untuk membeli kenyamanan itu Nona bar-bar?”
“Jadi Mas Al ngga percaya?”
Alih-alih menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu, Alfa kembali menyeret Elea ke dekat kolam renang tempat kucing mililk penghuni 515 nyaris tenggelam.
“Sekarang, apa kau juga akan menyangkal bahwa kau hampir saja menenggelamkan seekor kucing disini?”
Sekarang Elea juga mulai ikutan kesal karena tuduhan Alfa yang selalu saja menyudutkannya.
“Mas, aku ngga ngejatuhin kucing itu ke kolam. Setelah membuang sampah, aku datang ke sini untuk jalan-jalan dan melihat-lihat. Lalu kucing itu datang dan hampir saja memakan makanan salah seorang perenang yang ada di sana.” Elea menunjuk salah satu kursi yang ada di pinggir kolam. “Aku berusaha mengusir kucing itu. Kucing itu berlari, lalu terpeleset dan masuk ke dalam kolam. Karena tidak bisa berenang dan menolong kucing itu, aku berteriak dan meminta tolong kepada petugas keamanan. Lalu apa karena itu aku dituduh mencelakai seekor kucing?”
“El, apa kamu akan terus berfikir seperti bocah? Itu hanya seekor kucing! Apa perlu kamu sampai mengejarnya dan membuatnya terjatuh ke kolam seperti anak kecil?”
“Apa? Anak kecil?” Mata Elea mulai bercaka-kaca. “Mas Al benar. Semua yang aku omongin ngga patut untuk Mas Al percaya karena aku cuma seorang anak kecil. Wajar kalau Mas Al lebih percaya sama pemilik kucing dan orang yang mengeluh soal tumpukan sampah yang berantakan.” Elea berlari kembali ke kamarnya sambil menangis.
****
Malam itu juga, Alfa mendatangi orang-orang yang mengeluhkan kekacauan yang Elea timbulkan hari itu dan meminta maaf. Alfa merasa sangat kesal karena harus mengalahkan egonya dan meminta maaf atas kesalahan bocah bar-bar yang tidak bertanggung jawab itu.
Sama seperti bocah lain yang tidak pernah mau berfikir panjang, malam itu Elea juga masih menggencarkan aksi ngambeknya dan mengurung diri di dalam kamar. Ia bahkan belum minum atau makan sesuatu sejak Alfa pulang kerja.
Alfa merasa sedikit khawatir, tapi ia berusaha meyakinkan diri bahwa Elea harus belajar berfikir dan bersikap dewasa dari kesalahan yang diperbuatnya. Jadi Alfa membiarkannya dan memilih untuk tidur lebih awal di kamarnya.
***
Keesokan paginya ketika hendak berangkat ke kantor, Alfa bertemu dengan salah satu penghuni di lantai empat.
“Pagi Pak Al!”
“Pagi, Bu.”
“Pak Al, tolong sampaikan terima kasih saya sama adeknya Pak Al. Kemarin saya lupa meninggalkan makanan saya di meja santai dekat kolam renang. Untung ada adiknya Pak Al. Kalau ngga, pasti makanan saya sudah habis dimakan kucing.”
‘Jadi apa yang Elea katakan itu benar?’
“Saya dengar kucingnya jatuh ke kolam, tapi saya yakin adiknya Pak Al pasti ngga sengaja.”
“Bagaimana Ibu bisa yakin?”
“Dia anak baik dan peduli kepada orang lain. Kalau ngga, dia bakal diam saja meskipun melihat kucing itu menghabiskan makanan saya. Anak yang punya kepedulian seperti dia tidak akan dengan sengaja membahayakan orang lain. Meskipun kali ini Cuma seekor kucing.”
“Baik, Bu, nanti akan saya sampaikan. Mari Bu. Saya pergi dulu.”
“Silakan Pak Al.”
Alfa bergegas mendatangi ruang keamanan apartemen dan meminta rekaman kamera cctv pada saat kejadian Elea di tempat pembuangan sampah dan kolam renang. Setelah memeriksanya, Alfa akhirnya tahu bahwa semua yang dikatakan Elea benar.
“Pak, bagaimana mungkin anda tidak tahu bahwa ada penghuni yang membawa seekor anjing beagle di apartemennya?”
“Maaf Pak Al, tapi kami benar-benar tidak tahu.”
“Anggap saja saya percaya dengan pengakuan Bapak. Tapi saya hanya berharap, saya tidak benar-benar menemukan anjing itu saat pulang kerja nanti.”
“Tentu, Pak Al. Kami akan bicara dengan pemiliknya. Terima kasih atas pengertiannya dan kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya.”
Alfa benar-benar merasa bersalah kepada Elea. Ia sudah menuduhnya tanpa bertanya dan mendengar penjelasan. Dan ia tahu persis bagaimana rasanya.
Tidak biasanya ia yang seorang pengacara penggaris kayu melewatkan hal semacam itu, azas praduga tak bersalah. Jadi ia benar-benar merasa menyesal kali ini.
Alfa berniat memperbaiki kesalahannya dengan menemui Elea dan meminta maaf, tapi di waktu bersamaan, Handoyo meneleponnya dan memintanya untuk segera datang ke kantor karena ada klien yang ingin bertemu dengannya.
****
Setelah menyelesaikan semua tugasnya siang itu, Alfa masih juga merasa tidak tenang. Ia khawatir dengan keadaan Elea yang sejak semalam mengunci diri di kamar dan mogok makan.
Alfa tidak bisa membayangkan seorang pemakan segala yang mungkin memiliki lambung lebih besar dan usus lebih panjang dari orang lain itu bisa mogok makan seharian. Atau jangan-jangan gadis itu sudah pingsan di dalam kamarnya karena kelaparan.
Alfa membuka rekaman cctv yang ada di depan pintu apartemennya. Ia ingin memastikan apakah Elea keluar dari rumah sejak pagi tadi. Dan ternyata tidak. Gadis itu tidak keluar apartemen sama sekali, tepat seperti yang Alfa perintahkan kepadanya.
Karena sudah terlanjur membuka rekaman cctv, maka Alfa sekalian mengecek rekaman sehari sebelumnya. Saat orang-orang banyak melayangkan keluhan atas tindakan Elea.
Ia berhenti pada saat kejadian sekitar pukul tiga sore, dimana ada seorang pria berpakaian serba hitam, memakai topi dan kacamata terlihat mencurigakan dan berkeliaran di lantai lima.
Pria itu terlihat mengikuti Elea sejak dari kolam renang dan cukup lama berkeliaran di depan pintu apartemen Alfa. Sekitar sepuluh menit kemudian, pria itu terlihat mendekati pintu apartemen Alfa tapi tiba-tiba menjauh dan lari tunggang langgang.
Alfa ingin menunjukkan rekaman itu kepada Handoyo lalu memintanya mencari tahu siapa pria mencurigakan itu. Tapi jika melakukan itu, maka Handoyo akan tahu bahwa ia menyembunyikan seorang gadis di rumahnya.
Jadi Alfa mengurungkannya dan memilih untuk mencari tahu sendiri.
“Han, sori. Gue mesti balik sekarang. Tolong rapat nanti sore lo reschedule aja!”
“Tapi ada apa, Al?” Handoyo khawatir melihat tingkah Alfa yang tidak biasa itu.
“Tumben Pak Al jam segini sudah pulang, Pak? Apa ada masalah?” tanya Rosa, salah satu staf keuangan kepada Handoyo.
“Gue juga heran sama tu anak. Dari kemarin kelakuannya aneh banget.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments