Seperti biasa, jika tidak bisa tidur semalaman, maka ia akan menonton televisi keras-keras, karaoke, lalu bermain game sambil menghabiskan isi kulkas.
Alfa sudah berusaha menahan kesabarannya. Ia tidak bisa tidur karena suara televisi yang tiba-tiba membesar, diikuti suara tawa yang membahana, lalu suara tangis yang menggema, kemudian berganti suara nyanyian yang jauh dari kata merdu, pekik kemenangan dari sebuah game dan masih banyak lagi kegaduhan lainnya.
“Cukup! Aku sudah tidak tahan lagi!”
Alfa keluar dari kamarnya dengan kedua tanduk merah di kepalanya. Ia benar-benar murka. Ia menjadi lebih murka lagi melihat seisi rumahnya berantakan dan ada banyak bungkus makanan tercecer di lantai, meja dan sofanya.
“Elea!!!!!!!!!!! “
***
Tidak seperti biasanya, pagi itu Alfa datang ke kantor dalam keadaan kucel seperti cucian yang tiga hari tidak dijemur.
“What’s up, Bro! Ceria amat mukanya?” goda Handoyo ketika melihat Alfa memasuki ruangan.
“Ngantuk gue!”
“Tumben? Kenapa lo? Pertama kalinya gue lihat Alfa Sandi Cokrokusumo, si Pengacara penggaris kayu lesu karena ngantuk.”
“Lo ngga bakal percaya walaupun gue ceritain. Jadi mending lo diem aja, gue mau tidur. Oh ya, ini berkasnya Bagus Prastowo. Beresin!”
Handoyo tidak percaya Alfa yang selalu disiplin saat bekerja, langsung molor di sofa ruangannya dalam waktu sekejap.
***
Malam sebelumnya, Alfa menyuruh Elea membersihkan rumahnya dan membereskan semua kekacauan yang diperbuatnya. Gadis itu seperti burung hantu yang matanya bersinar cerah pada malam hari. Ia sangat energik dan sama sekali tidak mengantuk meskipun jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Meskipun Elea yang akhirnya membereskan rumahnya, tapi Alfa tetap tidak bisa tidur dengan tenang karena gadis kecil itu sama sekali tidak tahu apa-apa.
Sebentar-sebentar ia membangunkan Alfa untuk bertanya dimana ia harus meletakkan sampah yang sudah penuh, taplak yang terkena noda saos dan minuman soda, dan bantal sofa yang kotor karena diinjak-injaknya.
Sebentar lagi ia bertanya bagaimana cara membersihkan meja makan, dimana pel lantai, bagaimana cara menyalakan mesin cuci, dimana menjemur tamplak yang masih basah dan masih banyak pertanyaan remeh lain yang membuat Alfa akhirnya menyerah dan memilih duduk untuk menginstruksi dan mengawasi pekerjaan Elea.
Ia tidak percaya bisa membawa masuk gadis bar-bar itu ke dalam apartemennya.
Setelah Elea menuntaskan semua pekerjaannya, waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi. Jika tidur, maka Alfa akan terlambat datang ke kantor. Jadi ia memutuskan untuk sedikit berolah raga dan memasak sarapan sebelum berangkat ke kantor.
Alfa sangat lelah karena berkendara selama delapan jam nonstop kemarin dan sama sekali tidak bisa tidur semalam. Matanya berat seperti dihinggapi batu beton. Sementara Elea masih terjaga dengan tubuh segar dan mata terbuka lebar.
“El, kamu kenapa ngga tidur sih?”
“Kan aku sudah bilang, Mas. Kalau minum kopi aku bakal betah bangun semalaman, bahkan bisa sampai dua hari.”
“Apa? Dua hari?! Dengar baik-baik, mulai hari ini jangan pernah minum kopi secangkirpun! Itu aturan nomor enam.”
“Siap, Bos!”
Dan karena itulah Alfa datang ke kantor dengan keadaan kacau dan ngantuk parah.
***
Ketika pulang malam itu, Alfa kembali disambut oleh badai Elea yang memporak porandakan dapurnya. Lebih parahnya lagi Elea menghabiskan hampir semua isi kulkas hanya untuk membuat dua mug cake dan dua piring nasi goreng.
“Apa ini?”
“Aku masakin ini buat Mas Al.”
Ada nasi goreng panggang dan telur omelet panggang yang sudah terhidang di meja.
“ ini-?”
“Tenang aja, buat aku, selama ada kulkas berisi bahan makanan dan microwave, semua bisa dimakan.”
“Apa? Kamu membuat nasi goreng dan telur dadar dengan microwave?”
Dan Elea pun mengangguk dengan bangganya.
Sejak ditinggal ibunya saat berusia sepuluh tahun, Elea jarang makan masakan rumahan dengan benar seperti ketika ibunya masih hidup. Karena ayahnya pedagang ayam cepat saji, jadi ia sudah terbiasa memanaskan sendiri ayam marinasi yang sudah dibekukan ayahnya dengan microwave.
Karena pernah mengalami kecelakaan akibat terkena tumpahan minyak panas saat berusia sebelas tahun, Elea tidak berani lagi masak menggunakan kompor dan minyak panas. Ia lebih memilih menggunakan microwave yang lebih praktis dan aman.
Jika bosan dengan ayam buatan ayahnya, ia akan memilih untuk membeli makanan di warung atau bereksperimen membuat aneka olahan sendiri menggunakan microwave, seperti nasi goreng dan telur dadar malam itu.
"Aku bisa buatkan Mas Al, tempe oven, tahu oven, krupuk oven juga kalau mau. Hehe.."
"Apa ibumu tidak pernah memberitahumu apa yang bisa dan tidak bisa dimasak dengan oven?"
Elea menggeleng, "Ayah baru membeli oven setelah ibu meninggal. Saat ibu masih hidup aku dan ayah tidak pernah sedikitpun khawatir soal makanan. Mungkin karena itu kami sulit mengurus makanan kami setelah ibu tidak ada."
Alfa merasa sedikit tidak enak karena raut wajah Elea berubah menjadi sedih karena pertanyaannya.
Namun, sepertinya mocrowave memang bisa jadi solusi yang cukup efektif bagi Alfa. Ia tidak perlu khawatir Elea kelaparan jika harus ditinggal lembur. Tapi bakat membuat kekacauan yang Elea miliki adalah bencana besar buat Al.
Meskipun enggan, Alfa terpaksa mencicipi nasi goreng oven buatan Elea. "Not bad. Kurasa kau hanya perlu menambahkan sedikit garam."
Wajah Elea seketika berubah ceria lagi setelah Alfa sedikit memuji masakannya. "Beneran?! Habisin yah, Mas. Nanti aku buatin lagi dengan ekstra garam dan penyedap rasa."
"Oh, ngga perlu, El. Kamu pasti capek. Jadi jangan masak apa-apa lagi. Sebaiknya cepat makan lalu bereskan semua kekacauan ini!" Alfa benar-benar tidak tahan dengan dapur yang kotor dan berantakan seperti itu.
"Membereskan yah?!" Elea terpaksa manggut-manggut karena harus menyetujui pekerjaan yang paling dibencinya.
Setelah menghaniskan waktu hampir satu jam hanya untuk membersihkan dapur, Elea akhirnya masuk ke dalam kamarnya.
Ketika selesai mandi dan hendak masuk ke kamarnya, Alfa samar-samar mendengar suara Elea bersenandung. Ia kemudian mengetuk dan masuk ke kamar Elea untuk memastikan.
“Belum tidur, El? Lagi ngapain?”
Kamar Elea dipenuhi gambar sketsa dan karikatur di atas kertas putih di hampir seluruh dinding kamar.
Alfa tertegun melihat ketrampilan gadis kecil itu. Ia melihat sketsa ruko Elea di Jogja, sketsa wajah ayahnya ketika masih segar dan cubby sedang tersenyum, lalu juga gambar dirinya tengah mengenakan celemek dan sebuah gambar mirip foto pernikahan mereka. Hanya saja, Elea dalam gambarnya mengenakan gaun pesta yang indah, dandanan cantik dan rambut tertata rapi.
“Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk tidur?”
“Aku belum bisa tidur sejak semalam. Dan karena sangat bosan, aku menghabisakan setengah rim kertasnya Mas Al untuk semua ini.”
“Apa tidak ada cara untuk membuatmu tertidur setelah meminum kopi?”
Elea mengangkat kedua bahunya, “Embuhlah.”
***
Bel apartemen Alfa berbunyi dan seorang petugas keamanan yang sedang berjaga malam itu datang menghampiri Alfa.
“Maaf, Pak. Apa ada yang bisa saya bantu?”
“Begini Pak Al, hari ini kami menerima banyak sekali keluhan dari para penghuni apartemen. Mulai dari sampah yang berceceran di sekitar tempat pembuangan sampah, suara gaduh semalam dan siang tadi, sampai kucing penghuni 511 yang hampir tenggelam dan semua gara-gara adik anda.”
“Apa?!”
Alfa merasa darahnya perlahan mendidih dan naik ke ubun-ubun.
“Baik, Pak. Terima kasih informasinya. Saya minta maaf dan saya janji hal seperti ini tidak akan terjadi lagi.”
“Baik, Pak Al. Terima kasih atas kerjasamanya. Selamat malam.”
“Eleaaaaaaaa!!!!!!!”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments