[Sudut Pandang Kitagawa Mio]
Persaingan itu adalah hal yang dapat membangun seseorang. Maksudnya, karena ada persainganlah seseorang akan terus berbenah dan terus berusaha menjadi lebih baik lagi dibandingkan dengan saingannya. Kelihatannya itu mungkin adalah sesuatu yang baik. Namun bagaimana jadinya jika dalam setiap persaingan itu kita selau menjadi pihak yang kalah? Pasti menyesakkan bukan? Terlebih disaat orang yang harus kita ajak bersaing itu adalah saudara kita sendiri. Percayalah, itu sungguh menyesakkan.
Aku memiliki seorang kakak laki-laki yang bisa dikatakan sempurna dari segala bidang. Ia adalah orang yang genius dalam akademik, atletis dalam olahraga, berbakat dalam seni dan juga bijaksana dalam setiap pengambilan keputusan. Rasanya seperti melihat seorang manusia super.
Aku tentu juga ingin menjadi seperti kakak. Namun apa daya.. sekeras apa pun aku berusaha aku tak bisa menjadi sepintar, seatletis dan seberbakat itu. Rasanya seperti meminta seekor burung pipit untuk terbang seperti elang. Tidak, rasanya bukan hanya terbang. Lebih tepatnya mungkin benar-benar menjadi elang itu sendiri.
Lahir dari orang tua yang sama dan dibesarkan dengan cara yang sama, seharusnya tak ada hal yang begitu berbeda dari aku dan kakak. Begitulah orang tua kami berpendapat sehingga aku yang selalu kesulitan mengikuti jejaknya mulai diperlakukan sedikit berbeda.
Ada kalanya dimana mereka sama sekali tidak peduli dengan seberapa keras aku berusaha. Kalimat-kalimat kekecewaan itu tetap keluar tanpa ampun, seperti hujan deras yang mengguyurmu di malam yang dingin. Rasanya tentu menyesakkan, namun aku masih ingin berusaha sedikit lagi. Yah, sedikit lagi saja.. sebelum aku akan benar-benar menyerah.
***
Dari sepuluh soal yang dipilih oleh tim 'J' hanya ada satu yang jawabannya aku ragukan. Namun siapa sangka, hanya karena satu soal itu saja aku harus berada di satu peringkat di bawah Daemon.
Sungguh mengecewakan. Apanya yang mau mengikuti jejak kakak? Mengalahkan orang seperti Daemon saja tidak bisa. Meskipun aku kini tenggelam dalam kekecewaan, aku tetap berusaha untuk melanjutkan tugasku sebagai ketua tim 'J'.
Setelah menetapkan satu orang dengan nilai terendah, kami pun sampai di penghujung ujian. Setelah Takahashi Kenta, orang dengan poin terendah itu didrop out. Daemon tampaknya akan mendrop out Shunsaku Tomo, seorang laki-laki yang pendiam dan memiliki nilai yang setingkat di bawahku.
Aku sebenarnya berharap orang seperti Daemon-lah yang seharusnya di drop out. Tapi biarlah, yang menjadi prioritas utamaku saat ini adalah menyelamatkan diri sendiri.
"Tebakan dari tim 'J'.. dinyatakan salah."
Pengumuman itu membuat semua orang tersentak. Yah, itu sangat mengejutkan karena aku sendiri sebenarnya juga yakin kalau Takahashi Kenta-lah orang dengan poin terendah.
Tapi aneh.. bukannya sedih ataupun kesal yang mendominasi, aku justru lebih merasa senang mendengarnya. Apabila sebuah tim gagal menebak anak dengan poin terendah, yang akan di drop out justru adalah anak dengan poin tertinggi.
Dengan kata lain.. posisi Daemon-lah yang kini terancam.
Melihat keadaan ini membuatku sadar bahwa kami telah kembali lagi ke garis awal. Siapa anak dengan nilai yang terendah dan tertinggi, itu kami sama sekali tak memiliki jawaban pastinya.
'Kenapa bisa bukan Takahashi ya?'
"Silahkan lihat ke layar."
Belum aku sempat berpikir, sebuah layar di depan ruangan menyala dan menampilkan sepuluh nama dari anggota tim 'J' beserta angka yang ada di samping nama mereka.
Bulu kudukku pun seketika merinding saat melihat poin terendah yang tertera di layar. Perasaan ngeri yang muncul ini tak kusangka akan merasakannya juga dari orang selain kakak.
"Baiklah, hasil dari ujian ini akan saya bacakan. Pemegang nilai terendah di tim 'J' adalah Shunsaku Tomo dengan jumlah nilai nol. Akibat dari tim 'J' yang salah dalam menebak, anak yang akan di drop out adalah pemegang nilai tertinggi di tim 'J' yaitu Daemon Ryoma."
"No-Nol poin?!"
"Loh, bukannya dari sepuluh soal tadi dia peringkat ketiga?"
"Iya, harusnya ga mungkin dia dapat nol."
Orang-orang mulai berasumsi, tapi tak ada yang benar-benar berani bertanya langsung ke Shunsaku, kecuali si Daemon. Ia beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Shunsaku.
"Kamu sengaja ya?!"
Suara yang keluar dari mulutnya itu terdengar seperti sebuah raungan yang penuh dengan amarah. Meski menerima itu di depan wajahnya langsung, Shunsaku masih tetap dalam ketenangannya.
"Pas ujian kamu sengaja dapat nol, tapi di sepuluh soal tadi kamu berusaha ngejawab biar kami ketipu kan?!"
"Maaf, aku terlalu bodoh sampai tidak mengerti maksudmu."
Emosi Daemon tampak memuncak mendengar jawaban itu. Tangannya mengepal kuat-kuat, hendak melayangkan pukulan ke wajah Shunsaku. Saat itu, secara mendadak si pengawas ujian telah berada di belakang Daemon sambil mencengkram tangannya.
"Orang yang sudah tidak memiliki kepentingan dalam ujian ini, tolong meninggalkan ruangan dengan tertib."
Ucap sang pengawas dengan sopan sambil melepaskan cengkramannya.
"Kurang ajar! Kamu ga tahu aku siapa?!"
"Saya tak peduli. Kalau masih mau mengacau, selanjutnya tak ada ampun."
Gertakan itu ternyata cukup untuk membuat Daemon kabur meninggalkan ruangan. Memang mulutmu adalah harimaumu. Omongan besarnya soal mendrop out orang tadilah yang kini justru balik menyerangnya.
Setelah Daemon di drop out bukan berarti semua ini selesai. Berdasarkan aturan.. apabila kami salah menebak, tidak hanya orang dengan poin tertinggi yang akan di dop out, melainkan juga satu orang lagi yang akan ditentukan oleh pemegang poin terendah.
Disaat semua memelas menatap Shunsaku, aku justru pasrah karena aku tahu kemungkinan ia memilihku sangatlah tinggi. Itu wajar karena selain Daemon, pemegang nilai tertinggi adalah aku.. jadi menyingkirkan lawan yang berat itu tentu menjadi prioritas siapa pun yang ada di sekolah ini.
"Shunsaku Tomo, silahkan menyebut satu nama yang ingin anda drop out."
Semua orang tampak tegang dan menahan napas. Ah, jika benar di sini aku gagal, sepertinya aku akan menyerah untuk mengikuti jejak kakak. Alasan utamaku berusaha untuk diterima di sekolah ini juga hanyalah karena.. Ia ada di sini.
"Takahashi Kenta."
Takahashi yang tadinya sempat merasa lega kini seketika panik kembali."
"Ke-Kenapa harus aku lagi?"
"Justru itu wajar."
Jawab Shunsaku dengan dingin.
"Dalam ujian sepuluh soal tadi kamu ada di peringkat terakhir. Begitu juga dalam ujian lima puluh soal sebelumnya kamu cuma ada satu peringkat di atasku. Memangnya ada alasan yang membuatmu pantas lulus dibandingkan yang lain?"
"Tapi.. bukannya lebih baik men drop out orang yang lebih pintar dibandingkan aku? Seperti Kitagawa, dia bisa jadi saingan beratmu nanti."
Telingaku langsung panas begitu namaku disebut. Bisa-bisanya ia berlindung menggunakan namaku. Kalau sudah begini, sebelum Shunsaku berubah pikiran aku juga harus membela diri.
"Shunsaku-"
"Kitagawa adalah orang terakhir yang ingin ku drop out."
Jantungku rasanya berhenti mendengar itu. Orang terakhir? Itu kedengarannya seperti sesuatu yang spesial. Apa-apaan dia? Tiba-tiba berbicara seperti itu dengan wajah yang serius. Kalau begini aku jadi tak bisa mengendalikan ekspresiku.
"Baiklah. Keputusan dari Shunsaku Tomo untuk anak yang selanjutnya akan didrop out adalah, Takahashi Kenta."
Pengawas ujian mengunci jawaban Shunsaku dan menyatakan bahwa Takahashi-lah yang terdrop out. Dengan begini akhirnya.. Ujian ini benar-benar selesai.
Orang-orang yang lulus bersorak kegirangan. Aku pun merasa senang, tapi juga lelah disaat yang bersamaan. Wajar, bukan hanya di ujian tulis tadi saja kami harus memeras otak, namun juga di sesi diskusi ini.. yang bahkan ikut menguras mental.
"Untuk peserta yang lulus silahkan kembali ke aula. Lalu untuk Shunsaku Tomo, silahkan ikuti saya."
"Shunsaku!"
Aku mengejarnya yang pergi meninggalkan ruangan bersama pengawas ujian.
"Kitagawa? Bukannya kamu disuruh ke aula?"
"Aku tahu..Tapi sebelum itu, aku mau.. buat yang tadi-"
"Mau bilang apa?"
Aah.. Kenapa disaat seperti ini aku kehilangan kemampuan bicaraku? Padahal cuma tinggal bilang terima kasih saja rasanya susah sekali.
"Ma-Makasih.. Tadi kamu uda ga milih aku buat di drop out."
Akhirnya kata itu keluar juga dari mulutku. Rasanya lega, tapi kenapa ya tadi itu canggung sekali. Apa mungkin ini pertama kalinya aku ingin berterima kasih pada seseorang?
Sambil berpikir aku memperhatikan ekspresi wajah Shunsaku yang tak berubah sedikitpun. Ia hanya mengangguk pelan dan kemudian berbalik lagi berjalan mengikuti sang pengawas ujian.
Orang seperti apa dia sebenarnya? Jika aku pikir-pikir lagi, nilai nol yang ia dapatkan itu mungkin sudah direncanakan sejak awal. Tak perlu membaca soal, cukup mengosongkan lembar jawaban saja dan siapa pun sudah pasti akan mendapat nol.
Yang jadi penentu adalah disaat diskusi. Jika ada momen dimana ia bisa membuktikan bahwa ia cukup pintar, itu sudah cukup untuk mengecoh semua orang.
Menyadari itu membuatku seketika merasa ragu. Ia yang berada di peringkat tiga di bawahku dari tes sepuluh soal tadi.. Apa itu juga adalah sebuah tipuan?
'Shunsaku Tomo. Orang seperti apa dia sebenarnya?'
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments