'Ujian khusus tahap akhir akan bertempat di dalam gedung utama.'
Aku mengikuti informasi dari Haruka sensei dan pergi ke gedung utama Akademi Golden Star. Percis seperti bayanganku sebelumnya mengenai sekolah elit, tempat ini memang lebih mirip seperti sebuah kastil yang dialih fungsikan menjadi sekolah.
Lorongnya saja tampak begitu elegan. Sebuah karpet merah panjang dengan bordiran emas membentang di sepanjang jalan. Saat mendongakkan kepala ke atas, kita akan menyaksikan gemerlap lampu kristal yang berjajar menerangi setiap sudut lorong. Sebenarnya aku ingin berhenti sejenak untung memandangi itu, namun karena adanya seorang staf yang menemani membuatku mengurungkan niat.
"Di sini ruangan ujiannya. Silahkan masuk."
Staff itu berhenti di depan sebuah ruangan dengan tulisan 'Aula No. 3' di atasnya. Nomor tiga? Baiklah, tidak perlu heran lagi jika seolah ini memang beda.
Aku pun membuka pintu itu dan memasuki ruangan. Di dalam aula yang luasnya mungkin setara dua kali lapangan basket ini ada banyak orang yang telah berkumpul. Kira-kira mungkin mereka seusiaku. Di sini ada yang mengenakan seragam sekolah menengah, namun ada juga yang hanya mengenakan pakaian bebas.
Kondisi di sini cukup parah. Ada yang menggerutu karena kesal telah lama menunggu. Ada juga yang hanya terdiam dengan wajah cemas. Kurasa hanya sebagian kecil yang tampak tenang seolah tidak memiliki beban di pundaknya.
Aku mengambil posisi duduk di bagian terbelakang dekat pintu masuk. Setelah aku duduk, sebuah pengumuman lalu terdengar dari pengeras suara.
"Perhatian peserta ujian. Silahkan menempati tempat duduk karena ujian akan kita mulai."
Pengumuman itu seketika membuat semuanya menjadi hening. Orang-orang pun duduk dengan rapi dan memasang wajah serius.
"Saya akan membacakan aturan dalam ujian kali ini, dan aturannya adalah sebagai berikut."
Setiap orang akan diberikan waktu 60 menit untuk menyelesaikan 50 soal pilihan ganda yang terdiri dari 5 mata pelajaran, yaitu: Matematika, Bahasa Inggris, Sastra Jepang, Ilmu pengetahuan alam, dan Sejarah.
Dari 100 anak yang mengikuti ujian kemudian secara acak akan dibentuk menjadi 10 tim. Setiap tim kemudian diberikan waktu diskusi selama 30 menit untuk menebak 1 anak dengan skor terendah di tim tersebut.
Jika tebakan tim benar, anak dengan skor terendah akan di drop out. Kemudian untuk anak dengan skor tertinggi akan diberi hak memilih 1 orang lagi yang akan di drop out.
Namun.. jika tebakan tim salah, anak dengan skor tertinggilah yang akan di drop out. Untuk anak dengan skor terendah kemudian akan diberi hak untuk memilih 1 orang lagi yang akan di drop out.
Suasana kembali menghening setelah pengumuman itu dibacakan. Bagi diriku pun ini adalah sesuatu yang cukup mengejutkan. Maksudku, mereka ini adalah anak-anak yang seharusnya mengikuti jalur ujian umum dimana seharusnya yang perlu mereka lakukan hanyalah menyelesaikan soal dan mendapatkan nilai yang tinggi.
Aku sedikit merasa bersalah. Sepertinya ada kemungkinan dimana perubahan konsep ujian umum kali ini ialah karena disebabkan oleh keberadaanku. Maaf saja. Tapi kalau ujian yang hanya sebatas ini aku pikir belum ada apa-apanya. Aku yang sekali mendengar pun bisa langsung tahu.. cara termudah untuk lulus dari ujian ini.
***
Waktu enam puluh menit berlalu. Tidak seperti pada ujian tulis biasanya dimana orang-orang langsung melepaskan ketegangan setelah semua lembar jawaban terkumpul. Mereka justru tampak lebih cemas mengingat masih ada lagi hal yang lebih berat menanti mereka setelah ini.
"Perhatian peserta ujian. Sekarang kami akan mengumumkan untuk pembagian kelompok."
Sebuah layar muncul di panggung di depan aula menampilkan pembagian kelompok dimulai dari kelompok 'A' sampai dengan 'J'. Total ada sepuluh kelompok dengan masing-masing sepuluh orang anggota. Aku pun menemukan namaku di kelompok 'J'. Namun untuk kesembilan nama lainnya di kelompok itu bukanlah nama yang kukenal.
Perhatianku justru beralih ke daftar anggota kelompok 'A' dimana nama Ichiji Sei ada di urutan pertamanya. Dia bisa lulus kan? Aku sedikit khawatir.. kalau ia sampai tidak lulus berarti percuma aku mengikuti ujian ini.
Sekilas ingatan masa kecilku tentang perempuan itu tiba-tiba melintas. Saat kecil dulu kami pernah bertemu dan aku ingat penampilannya saat itu lebih ke tomboy. Namun, entah bagaimana ia yang sekarang bisa jadi begitu feminim sampai-sampai aku tak mengenalinya. Apakah hal-hal lain dari dirinya juga ikut berubah? Terutama kecerobohannya itu, yang suka bertindak tanpa pikir panjang.
"Sekarang silahkan menuju ke ruang diskusi masing-masing."
Para peserta kemudian diarahkan menuju ke ruang diskusi dimana satu orang staf akan bertugas mengawasi jalannya ujian.
Di kelompok 'J', aku dan sembilan orang lainnya duduk di sebuah meja bundar berukuran besar. Di sini kita bisa melihat wajah semua orang untuk berdiskusi, tidak.. mungkin ini lebih seperti sebuah konferensi.
"Kalian punya waktu tiga puluh menit. Untuk ujiannya.. Silahkan dimulai!"
Staf pengawas memberikan tanda dimulainya ujian sekaligus membawa ketegangan ini ke momen puncaknya.
Awalnya tak ada yang mau bersuara hingga salah seorang peserta perempuan yang duduk di sebelahku mulai angkat bicara. Ia memiliki rambut pendek yang tak sampai ke bahu dan tatapan mata yang tajam. Suaranya terdengar jelas dan tegas hingga membuat perhatian semua orang tetuju kepadanya.
"Namaku Kitagawa Mio. Supaya diskusi ini berjalan baik, menurutku kita perlu satu orang ketua yang bertugas mengatur jalannya diskusi. Di sini aku ingin mencalonkan diri sebagai ketua, apakah ada yang keberatan?"
Tak ada yang menyanggah, entah mereka setuju atau mereka tidak peduli rasanya beda-beda tipis.
"Baiklah, pertama-tama aku mau menjelaskan keadaan kita sekarang. Ujian kali ini kita akan melakukan diskusi untuk menebak siapa anak dengan nilai terendah di tim ini. Masalahnya, setelah mengumpulkan lembar jawaban ujian kita langsung berkumpul di sini tanpa diberitahu berapa nilai yang kita dapat. Sekarang bagaimana caranya kita tahu siapa anak yang dengan nilai terendah disaat kita sendiri saja ga tahu apakah nilai kita bagus atau ga."
"Iya, itu aneh sih."
Sahut seorang peserta laki-laki yang duduk di seberangnya.
"Menurutku itu hampir mustahil menebak siapa yang nilainya terendah disaat peringkat kita sendiri saja kita ga yakin"
"Iya ya. Nilai sendiri saja ga tahu apa lagi nilai orang lain. Berarti kemungkinan kita ada di peringkat satu sampai dengan sepuluh itu bisa dibilang sama."
Seorang peserta laki-laki yang lain ikut menimpali.
Orang-orang tampaknya mulai berani untuk berpendapat. Apa yang mereka katakan itu sebenarnya masuk akal, tapi mereka tak menyadari jika itu justru menambah pesimisme yang ada.
"Gwa haa haa. Konyol sekali kedengarannya."
Seorang peserta tiba-tiba tertawa keras sambil menghina pendapat dari peserta barusan.
"Tolong berpendapat yang sopan!"
Kitagawa segera mengambil sikap dan menegur laki-laki tersebut.
"Maaf saja, tapi itu memang cocok buat kalian."
Laki-laki itu tetap merasa benar dan memasang wajah menantang.
"Sombong sekali. Memangnya kamu siapa?"
Peserta lain pun tersulut emosinya.
"Oh, kalian ga tahu rupanya? Kalau gitu dengar ini baik-baik.. Namaku adalah Daemon Ryoma, putra kedua dari Daemon Kenji."
"Daemon Kenji?!"
"Bu-Bukanya dia politikus besar itu?"
Orang-orang yang sebelumnya menentang malah seketika menjadi takut. Aku sendiri tak tahu Daemon itu siapa, namun dari respon mereka pastilah ia orang yang berpengaruh di negara ini.
"Terus?"
Kitagawa dengan dinginnya kembali menarik perhatian forum. Disaat yang lain ketakutan dengan apa yang dikatakan oleh Daemon, perempuan ini justru cuek.
"Kamu mengejek pendapat orang lain. Apa kamu punya pendapat yang lebih bagus?"
"Iya jelas. Aku juga punya cara untuk tahu siapa pemilik nilai terendah di sini."
Daemon mulai sesumbar dan tampaknya itu berhasil membuat semua orang penasaran.
"Kalau begitu coba jelaskan."
"Sabar ketua.. Sebelum itu aku masih ga terima kalau tadi ada yang bilang kemungkinan kita ada di peringkat satu sampai dengan sepuluh itu adalah sama."
Daemon menatap ke peserta yang tadi berkomentar seperti itu.
"Jangan seenaknya menyamakan aku dengan kalian ya! Aku? Si Daemon Ryoma ini bisa ada di peringkat sepuluh? Itu penghinaan namanya!"
"Kenapa bisa yakin ga di peringkat sepuluh? Memang kamu tahu nilaimu dan orang-orang di sini?"
Tanya Kitagawa menantang.
"Aku ga tahu nilai kalian. Tapi aku tahu nilaiku sendiri."
Semua orang terkejut mendengar perkataan si Daemon. Rasa ketidakpercayaan tergambar jelas di wajah mereka mengingat tak seorang pun seharunya bisa mendapat informasi mengenai nilai dari pihak sekolah.
"Mustahil!"
"Gimana dia bisa tahu?
"Eh, apa mungkin dibantu ayahnya?"
Peserta lain mulai berspekulasi dengan bagaimana Daemon mengetahui nilainya. Namun mendengar semua tuduhan itu justru membuat Daemon kembali tertawa.
"Hoi.. kalian tidak perlu securiga itu. Jika kalian cukup pintar pasti juga bisa tahu nilai kalian sendiri."
"Kalau itu benar, coba buktikan. Selama ga ada bukti aku anggap itu cuma pengakuan sepihakmu."
Sindir Kitagawa yang sepertinya juga tampak penasaran.
"Baiklah. Mungkin kalian mengira aku ini bodoh mentang-mentang anak politisi. Tapi perlu kalian tahu bahwa aku selalu mendapat peringkat pertama dalam setiap tes di sekolah. Ya dengan kata lain, aku ini sangat pintar dalam urusan pelajaran."
Ini pertama kalinya aku mendengar ada orang yang mengakui kalau dirinya pintar. Seandainya saja dia menjaga sikapnya dan tidak memasang wajah yang menyeramkan mungkin orang akan langsung percaya
"Kalau kalian ga tahu berapa nilai yang kalian dapat, berarti kalian ga yakin berapa jawaban kalian yang benar dan yang salah!"
"Bukannya itu wajar?"
Seorang peserta perempuan bertanya balik.
"Makanya jangan samakan aku dengan pecundang seperti kalian. Perlu kalian tahu ya.. dari kelima puluh soal yang ada di ujian tadi aku yakin dan tahu betul semua jawabannya."
"Tahu semua jawaban katanya?"
"Itu berarti kan.."
"Seratus poin. Segitu nilai yang kudapat."
Daemon dengan mantap mengakhiri penjelasannya. Ia yang mengatakan bahwa nilainya berjumlah seratus poin berarti menjadi orang dengan nilai tertinggi di tim 'J'. Jika selanjutnya tim 'J' berhasil menebak dengan benar peserta dengan nilai terendah, berarti Daemon akan dipastikan aman dari ancaman drop out.
"Tunggu dulu!"
Kitagawa menyanggah.
"Mana bisa kami percaya kalau itu cuma sekedar omongan. Apa kamu bisa membuktikan kalau memang kamu tahu semua jawabannya?"
"Benar juga kata ketua. Mungkin saja dia bohong kam karena sebenarnya nilainya yang paling rendah."
Para peserta kembali mencurigai Daemon. Seperti yang kubilang tadi, orang tidak akan percaya kalau dia pintar jika masih bersikap arogan seperti itu.
"Kalau begitu biar kutunjukkan siapa yang pecundang."
Daemon mengeluarkan selipat kertas dari balik saku jasnya. Begitu ia membuka lipatannya semua orang pun seketika menyadari isi yang familiar dari kertas itu.
"Lembar soal ujian yang tadi diberikan oleh pantia, kalian semua pasti masih membawanya kan? Aku punya saran untuk menentukan siapa peserta dengan nilai terendah."
"Lanjutkan Daemon."
Kitagawa langsung memberinya lampu hijau.
"Begini aturannya. Masing-masing dari kita akan memilih satu soal secara bergiliran sehingga akan ada sepuluh soal yang terpilih. Jawaban kemudian ditulis di selembar kertas dan dikumpulkan di ketua. Setelah itu kita akan membahas mengenai sepuluh soal itu dan menentukan kunci jawabannya. Dengan kunci itu ketua akan melakukan penilaian dan akhirnya orang dengan nilai terendah akan kita anggap sebagai peringkat terakhir di tim dan pantas untuk di drop out."
Semua orang terkejut dengan usul yang disampaikan Daemon. Itu memang terdengar sedikit tidak adil jika kita memutuskan untuk mendrop out orang hanya dari sepuluh soal saja. Tapi di sisi lain itu adalah usul terbaik yang ada untuk saat ini.
"Kita akan voting."
Kitagawa menyerahkan keputusan kepada semua anggota.
"Untuk yang setuju dengan usul Daemon silahkan angkat tangan!"
Sepuluh orang, itu jumlah yang mengangkat tangan menyatakan setuju dengan usul Daemon. Sebuah suara bulat dan kemenangan telak untuk seorang anak politisi.
"Karena semua setuju maka giliran pertama akan dimulai dari Daemon."
Satu-persatu peserta mengeluarkan soal yang mereka pilih. Soal yang tiap orang pilih sepertinya merupakan soal yang tersulit bagi mereka namun masih bisa mereka jawab. Tentu saja tak ada yang ingin terlihat bodoh di soal yang mereka pilih sendiri.
Berbeda dengan Daemon yang memilih soal tersulit diantara kelima puluh soal. Aku yang mendapat giliran terakhir justru memilih soal termudah dan itu jelas membuat Si Daemon kesal.
"Hoi kamu!"
"Ya?"
"Ngapain kamu milih soal mudah kayak gini?"
"Mudah? Ah.. maaf. Ini aja aku ga tahu jawabannya."
Aku melihat urat di kepala Daemon menyembul ke permukaan. Ia pasti benar-benar kesal mendengarku.
"Cukup kalian berdua! Waktu kita terbatas!"
Sadar akan waktu yang menipis, Kitagawa segera mengumpulkan lembar jawaban dan memulai melakukan pembahasan soal. Dalam pembahasan tersebut ternyata terbukti bahwa Si Daemon memang benar-benar pintar. Ia bahkan mampu menjelaskan jawaban soal yang dipilih oleh peserta lain dengan lebih detail.
Semua merasa terpukul, terlebih saat Kitagawa membacakan peserta dengan urutan nilai tertinggi dimana peringkat satu dipegang oleh Daemon. Kitagawa di peringkat kedua dan aku ada di peringkat ketiga. Lalu untuk di peringkat terakhir adalah seorang peserta laki-laki yang tadi paling keras menentang Daemon.
"Gwaa haa haaa."
Daemon tertawa puas.
"Pas sekali. Satu orang sudah pasti di drop out. Satu lagi yang akan kupilih adalah si bodoh itu!"
Daemon memandang ke arahku seperti melihat seekor mangsa. Tampaknya setelah kami memilih peserta dengan poin terendah, ia yang merasa memiliki poin tertinggi akan menggunakan haknya untuk mendrop out ku.
"Baiklah semuanya. Dengan begini orang dengan poin terendah dari tim 'J' adalah Takahashi Kenta."
Suara Kitagawa terdengar berat saat menyampaikan itu. Apa boleh buat. Berada di posisi kedua itu sebenarnya tidak terlalu buruk, namun sampai kalah dari orang seperti Daemon itu yang pasti mengecewakan.
Waktu tiga puluh menit telah berlalu. Pengawas pun menerima hasil dari keputusan tim 'J' dan beberapa saat kemudian memberikan pengumuman kepada kami.
"Saya akan membacakan hasilnya. Tebakan tim 'J' untuk anak dengan poin terendah.. dinyatakan salah."
"Hah?!"
Pengumuman yang dibacakan oleh sang pengawas tampaknya seperti menjadi petir di siang bolong. Semua orang tampak tercengang, terutama si Daemon yang paling parah.
"Ga mungkin kan! Kalau bukan dia terus siapa?!"
Daemon protes keras menolak hasil yang dibacakan oleh pengawas ujian.
"Silahkan lihat ke layar."
Jawab sang pengawas sambil menunjuk ke layar seukuran papan tulis yang ada di depan ruangan. Layar itu kemudian menyala, menampilkan sepuluh nama dari anggota tim 'J' beserta angka di samping nama kami.
Saat itu suasana tiba-tiba menghening dan pandangan semua orang tertuju kepadaku. Bahkan untuk seorang Kitagawa sekali pun tampaknya ini menjadi hal yang lebih mengejutkannya ketimbang pengumuman barusan.
Bagaimana tidak.. Disamping namaku itu hanya ada satu digit angka saja, dan angka itu adalah..
'Nol'
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments