Zoraya yang sudah tak sabar, berhasil mengemas barang-barangnya dengan rapi. Tentu saja, semua berkat bantuan dua body guardnya itu.
Naira memasukan surat izin yang di minta Zora ke dalam amplop. Dan Naira sendiri yang bakal menyerahkan surat tersebut pada sang Dosen. Usai dengan semua urusannya. Ketiganya keluar dari kamar Zora.
Nadya pamit, dan mengucapkan terima kasih atas jamuan dari Tante Adelia.
"Tante, aku pergi dulu! Dan aku gak akan ingkar janji untuk segera pulang" Pamit Zora pada Tantenya yang dianggapnya sebagai Dewi Penolong baginya.
"Kamu hati-hati, ya! Sampaikan salam Tante untuk Ayahmu!" Pesan Tante Adelia seraya memberikan punggung tangannya yang diminta Zora buat salim.
"Iya, Tante! Bye, Nay!" Zora melambaikan tangannya pada ibu dan anak secara bergantian. Ketika mereka sedang mengantarnya sampai halaman depan. Karena pak Edi, supir pribadi Tante Adelia yang akan mengantar Zoraya dan Nadya ke bandara.
Sebelum ke bandara, mereka mampir terlebih dahulu ke hotel tempat Nadya menginap. Proses packing disini lumayan lama. Mengingat barang belanjaan Nadya yang segunung.
Waktu yang di nantikan Zora pun tiba. Sekitar pukul tujuh, mereka bergegas menuju bandara. Padahal penerbangan mereka kurang lebih dua jam-an lagi. Namun Nadia harus rela duduk menunggu dengan jemu di bandara. Semua karena ketidak sabaran Zora.
_________________
Zora duduk di samping Nadya. Hatinya berdegup kencang, membayangkan pertemuannya nanti dengan sang Ayah.
Seperti apa, Ayah sekarang? Apa dia masih mengenaliku? Dan seperti apa, Ibu Tiriku?
Begitulah fikiran Zoraya memporak-porandakan kedamaiannya.
Tunggu...!
Tentang ibu tiri? Bukankah, aku bisa menanyakannya pada Nadya...?!
Zora melirik gadis di sampingnya.
"Nad..." Sapa Zora.
"Ya..." Nadya masih fokus dengan ponsel yang sudah dalam mode pesawat.
"Seperti apa, Ibu Tiriku?" Tanya Zora penasaran.
"Liat aja nanti!" Jawab Nadya tak memuaskan. Dan tak peduli dengan rasa penasaran yang jelas di tunjukan Zora.
"Kok gitu sih, Nad? Gak asyik, tau!" Zora memanyunkan bibirnya, merasa kecewa.
"Aku ingin memberimu sedikit kejutan! Sebagai balasan untukmu yang sudah memberi kejutan untuk Ayah Hasan" Nadya tersenyum dengan manisnya. Masa bodo dengan kedongkolan sepupunya.
Zora memalingkan wajahnya ke arah jendela pesawat. Dia sudah tak berselera untuk bicara dengan Nadya.
Nadya hanya tersenyum menggeleng, dan menyelipkan earphone di telinganya.
Tak ada lagi obrolan heboh diantara mereka. Bukan hanya karena kesal pada Nadia, Zora lebih fokus pada kegugupannya untuk bertemu sang Ayah. Kedua gadis itu pun terlelap dalam angan dan mimpi mereka masing-masing.
_________________
"Ray, ayo turun!" Nadya mengguncang tubuh gadis di sebelahnya.
"Gak bangun juga? Aku tinggal, ya!" Ancam Nadya.
Zora mengucek matanya dan berusaha mengumpulkan kesadarannya sambil celingukan.
"Sudah sampai, Nad?" Tanya Zora di bawah setengah sadarnya sambil menguap.
"Belum" Nadya menggodanya, gokil.
"Kok, belum?" Zora jadi bingung sendiri.
"Ya, inikan masih di bandara. Belum sampai di rumah Ayah Hasan. Wleee...!" Nadya merasa berhasil mengibul Zora.
"Sialan kau, Nad!" Geram Zora dan mencubit bokong sepupunya.
Nadya menelpon supir Ayahnya untuk mengangkut semua barang-barangnya dari bandara. Dan gadis itu hanya menyisakan tas selempangnya saja.
Taksi yang di pesan Nadya pun tiba. Dan mereka menaikinya bersama.
Nadya memang sengaja, membiarkan barang-barangnya pulang terlebih dulu. Karena dia akan mengantar Zora, ke rumah Pakdenya.
Tak ada pesan dan kabar apapun untuk Ayah Hasan dari Nadya. Dia sengaja, menyusun semuanya dengan rapi. Agar memberikan efek kejutan yang sempurna.
__________________
Taksi pun berhenti di halaman gerbang yang tertutup rapat benteng menjulang tinggi. Dua orang Satpam yang berjaga di depannya, memang tak asing dengan kedatangan Nadya. Hanya saja, pandangan yang bermakna pertanyaan, mengarah pada sosok Zora.
Mereka tak menggubris, siapa yang di bawa Nadya. Karena mereka yakin, Nadya tidak akan membawa sembarang orang di tengah malam seperti ini.
Salah satu satpam membuka pintu gerbang, lalu mempersilahkan mereka untuk masuk.
Zoraya mengedarkan pandangan pada halaman di sekitarnya. Halaman yang luas, rumah megah dan perkasa berdiri tegap, seperti selalu siap untuk melindungi penghuninya dari badai apapun. Beberapa mobil berjajar rapi, seperti sudah disiplin untuk tertib berbaris.
Nadya menarik tangan Zora yang sedang takjub dengan suasana di halaman rumah tersebut.
Ting! Tong!
Nadya menekan tombol bell.
Orang yang ada di dalam seperti sudah siap akan kedatangan tamu. Mungkin satpam di depan tadi, sudah terlebih dulu melapor pada pelayan di rumah.
"Non Nadya, tumben malam-malam kemari?" Sapa wanita yang berusia kurang lebih 40 tahunan.
Zora sempat berfikir, kalau ini Ibu Tirinya.
Tapi kenapa, pakaiannya begitu sederhana? Tidak sesuai, dengan rumah yang di huninya. Masa iya, seorang Nyonya Hasan Ar-Rasyid, harus memanggil Nadya dengan sebutan Nona??...
"Ayah Hasan belum tidur kan, Mbok?" Tanya Nadya yang sama sekali tak merespon pertanyaan wanita tersebut. Hanya senyum manis yang di lemparkannya, sebagai pengganti jawaban
"Belum Non, silahkan! Mbok panggilkan Tuan, ya!". Pamit perempuan tersebut dan ternyata seorang pelayan.
"Ada apa, Nadya? Tumben malam-malam begini kemari?" Pria yang berusia 52 tahun dan berkaca mata minus itu menyambut keponakannya. Dan...
Degg!!!
Pandangan mata Zora bertemu dengan mata sang Ayah yang sedikit sayu karena usianya. Kerinduan abadi yang selama ini menyelimuti hatinya, semakin menggulung, semakin tebal dan semakin kuat. Seorang Ayah yang bertahun-tahun di rindukannya, kini berdiri nyata di hadapannya.
Zora menggenggam kedua tangannya erat. tubuhnya bergetar hebat. Zora berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya. Karena saat ini dia begitu ketakutan. Takut Ayah yang ada dihadapannya perlahan sirna di telan gelap malam. Takut dia akan terjaga, dan melenyapkan bayangan sang Ayah. Seperti di mimpi-mimpinya yang telah lalu.
Zora memejamkan matanya kuat-kuat. Sekuat kepalan tangannya. Dan berharap, ini bukan mimpi yang menipunya lagi.
"Zora, putriku...! Putri kecil Ayah...!" Suaranya begitu parau memanggil putrinya.
Ayah Hasan tak mampu membendung air matanya yang keluar tiba-tiba. Tetesan air matanya, mendampingi langkahnya. Berjalan ke arah putri yang sudah sangat di rindukannya. Rindu yang tak terhitung berat timbangannya.
Zoraya membuka matanya, dan masih melihat Ayahnya yang nampak jelas. Dan kini, Ayahnya sudah mulai berjalan kearahnya. Bahkan semakin mendekat padannya.
Tanpa fikir panjang, Zora melangkahkan kakinya. Berlari kecil menghambur ke pelukan sang Ayah.
"Ayaah...!" Zora menangis tersedu dalam dekapan Ayahnya. Dan di sambut pelukan hangat oleh sang Ayah penuh rindu.
Berulang kali, Ayah Hasan mendaratkan kecupan rindu di ubun-ubun Zora.
Ayah Hasan masih enggan bicara, beliau hanya memeluk putrinya erat. Dan sangat takut putrinya itu terlepas dan kembali tak menemuinya lagi.
Nadya yang sedari tadi berdiri, mencoba mengusap air matanya berulang. Gadis itu tak tahan dengan adegan mengharukan yang ada di hadapannya.
Zora melonggarkan pelukan Ayahnya. Dan melepaskannya perlahan.
"Dimana dan bagaimana kau menemukan sepupumu, anak pintar?" Ayah Hasan melemparkan pertanyaan pada Nadya dan memeluknya. Sebagai bentuk rasa terima kasih dan rasa bangganya, pada Ponakannya tersebut.
Nadya menceritakan awal mula pertemuannya dengan Zora. Dan Zora pun ikut membantu, mengalurkan cerita yang telah di laluinya seharian tadi.
Mereka terus saling bicara tanpa lelah. Terutama Ayah Hasan dan Zora. Mereka saling bertukar cerita tentang kisah hidup masing-masing, selama mereka berpisah selama ini.
Pembicaraan yang tiada ujung, hingga waktu menunjukan pukul 03:15. Nadya mulai menguap, tanda tubuhnya minta untuk segera beristirahat.
Dan Ayah Hasan baru tersadar, kalau tubuh putrinya pun butuh pembaringan. Dengan rasa takut yang menggelayuti hatinya. Takut akan kesehatan putrinya terganggu karena kurang tidur.
Ayah Hasan mempersilahkan keduanya untuk beristirahat di kamar yang sudah di sediakan pelayannya dengan sigap tanpa komando.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Yhu Nitha
salam dri SIRF TUM🙏✌
2020-09-13
1