Zoraya dan Nadya meninggalkan taman. Dan mereka sepakat untuk pulang ke rumah Tante Adelia.
Tak perlu menunggu lama, taksi online yang dipesan Zora pun tiba. Dan Mereka langsung menaikinya bersama.
"Oh ya, ngomong-ngomong kamu disini ngapain?" Zora baru sadar akan keberadaan sepupunya di Jogja. Dimana sepupunya, memang bukan asli penduduk sini.
"Woy!... Sadar... Woy...! Dari tadi, lo kemana aja?" Nadya terbahak dengan kepikunan sepupunya. Gadis itu mengibaskan tangannya beberapa kali di hadapan wajah Zora.
"Ya... Maaf! Gue kan, begitu histeris dengan kemunculan Galgadot Jakarta" Zora melirik kearah Nadya dengan mimik jenaka yang di tahan.
Dan akhirnya mereka pun tertawa bersama.
"Aku sih, ceritanya jalan-jalan. Rehat sejenak dari aktivitas. Tapi begitu lihat barang bagus, tetap aja kefikiran buat ngisi toko" Nadya nyengir menyudahi tawanya.
"Kamu punya toko baju, Nad?" Zora semakin antusias dengan percakapannya bersama Nadya.
"Iya. Dulu waktu masih kuliah, aku gak terlalu serius juga dengan toko ini. Entah mungkin, karena tokonya juga kecil-kecilan. Tapi setelah kuliah kelar, aku lebih fokus dan serius. Dan setelah di urus dengan benar, tokonya lumayan berkembang pesat. Sampai-sampai aku harus pindah tempat, demi mendapatkan kenyamanan para pelanggan" Nadya menjabarkan karirnya saat ini.
Nadya memang adik sepupu Zora, tapi usianya terpaut empat tahun lebih tua darinya. Maklum saja dulu, orang tua Zora sedikit kesulitan untuk mendapatkan momongan. Hingga Oom Husein mendapatkan buah hati lebih awal, yaitu Nadya. Padahal pernikahan mereka terpaut cukup jauh, yakni empat tahun.
"Wiiihh... Sekarang Ibu bos dong kamu, Nad?!" Seru Zora.
"Ya... Lumayan lah, buat ngoleksi jet pribadi" Pungkas Nadya. Dan di barengi gelak tawa kedua gadis itu yang memenuhi ruang taksi.
Perbincangan yang tiada jeda, mengarah kesana kemari sesuai alur yang terlintas dalam pikiran mereka. Saling bercerita tentang hidup mereka selama ini. Tak jarang, gelak tawa yang bikin pengeng saling bersahutan dari mulut kedua gadis itu.
Kalau bukan karena butuh uang, mungkin supir taksi ini sudah melempar kunci mobilnya kearah mereka. Dan menyuruh mereka untuk menyetir sendiri. Lalu, Pak Supir memilih kabur karena berisik.
Tapi kembali lagi, Pak Supir harus bersabar dengan segala tingkah penumpangnya. Sekalipun kelakuan kedua gadis yang duduk di jok belakang sangat rusuh. Beliau harus bisa memakluminya, supaya penumpangnya itu nyaman.
Tanpa di sadari, mereka telah sampai di depan rumah lumayan mewah nan luas. Zora turun lebih dulu, di susul Nadya. Mereka berjalan bersama, memasuki gerbang yang sudah di buka Pak Satpam.
" Tante, aku pulang...!!" Zora berseru riang sambil nyelonong masuk dengan di ikuti langkah Nadya.
"Udah pulang? Bagaimana? Seru kan, jalan-jalannya?" Sambut Tante Adelia tanpa menoleh. Fokusnya masih pada layar televisi yang super lebar.
"Seru doong!" Jawab Zora seraya melemparkan tasnya di sofa.
Tante Adelia melirik ke arah bayangan yang datang bersama Zora.
"Hei, ini siapa?" Sapa Tante Adelia dan berdiri menyambut tamu yang di bawa Zora.
Tante Adelia berfikir sejenak, mengingat-ingat wajah yang di rasa tak asing baginya.
"Anaknya Oom Husein. Tante sudah lupa, ya!?" Zora membuyarkan ingatan yang berusaha di kumpulkan Tante Adelia.
"Ya, ampuuun... Tante inget sekarang! ini Diana, kan? Eh siapa sih, lupa? Benar kan, Diana?!?" Tante Adelia sedikit kehilangan memorinya.
"Katanya, ingeet...!" Goda Zora.
"Nadya. Tante, apa kabar?" Sapa Nadya sopan, dan menyalami Tante Adelia.
"Iya. Nadya, ya?! Maaf, Tante salah sebut tadi. Maklum, kita lama gak ketemu" Tante Adelia menyambut hangat Nadya.
Semenjak perceraian ibu Citra dengan ayah Hasan, Tante Adelia tidak pernah merubah sikap dan pandangannya pada keluarga mantan Kakak Iparnya itu.
Bahkan Tante Adelia sering membujuk ibu Citra, untuk mempertemukan Zora dengan Ayahnya. Dimata Tante Adelia, sekesal apapun ibu Citra pada mantan suaminya, Zoraya tak pantas mendapat hukuman untuk tidak bertemu sang Ayah.
Namun lagi-lagi, setiap bujukan pasti berujung dengan perseteruan ringan. Tante Adelia dan ibu Citra bersikukuh dengan alasannya masing-masing. Dan semua, sama-sama berdalih demi kebaikan dan kebahagiaan Zora.!
"Iya, gak apa-apa, Tante" Nadya tersenyum sambil menepuk lembut tangan Tante Adelia yang masih menggenggamnya.
"Kalian pasti lapar, kan?! Ayo, kita makan bareng! Tante udah masak banyak lho, untuk makan siang!" Ajak Tante Adelia pada kedua gadis dihadapannya.
"Terima kasih, Tante! Tapi Nadya masih kenyang" Nadya berusaha menolak sehalus mungkin. Gadis itu tak bisa berbohong, rasa canggung menghinggapinya meski mereka dulu lumayan akrab. Tak jauh beda dengan hubungan Tante dan ponakannya. Mungkin karena lama tak bertemu, membuat Nadia berfikir canggung.
"Gak baik lho, nolak rezeki! Ya kan, Tante!?" Paksa Zora pada sepupunya.
Tante Adelia hanya tersenyum sambil mengangguk.
"Ayo, nanti keburu dingin lho!" Ajak Tante Adelia lagi.
"Gak perlu pura-pura! Laper, ya... Laper aja. Gratis, kok!" Seru Zora sambil mendorong tubuh Nadya ke arah ruang makan.
"Naira...! Ayo makan bareng, Nak!" Ajak Tante Adelia pada anak gadisnya, yang sedari tadi sibuk sendiri di kamarnya.
"Nairoot...! Aku abisin ya, pepes ikannya" Teriak Zora pada Naira.
"Silahkan, abisin!... Syarat, badan lo naik lima kilo!" Suara Naira terdengar dari anak tangga dan mengarah ke meja makan.
Seketika langkah Naira terhenti, ketika matanya membentur sosok Nadya.
"Kak Zo_rok, ini Kak Nadya kan, ya?!" Tanya Naira sambil menatap Nadya.
Begitulah cara mereka saling memanggil, tidak sesuai dengan akta lahir. Meski begitu, mereka takkan rela jika salah satu diantaranya
ada yang menyakiti dan terluka. Mereka akan saling menjaga dan saling membela satu sama lain. Seperti pengawal melindungi ratunya.
Sebab itulah, Tante Adelia tak pernah pusing dengan keributan yang sering ditimbulkan oleh keduanya.
"Hai...! Apa kabar, Naira?" Nadya berdiri dari kursinya sambil mengulurkan tangan.
Muach! muach!
Naira menyambut tangan Nadya sambil cupika-cupiki, khas anak alay.
Mereka memang cukup akrab. Mengingat dulu, kala orang tua Zora masih bersama. Tante Adelia sering berkunjung ke rumah Kakaknya. Begitu pula dengan Oom Husein. Jadi tak heran, jika anak-anak mereka pun sering bertemu dan main bersama. Disaat mereka kebetulan berkunjung bersamaan.
"Ayo, lanjut makannya! Nanti keburu di habisin orang sono..." Ujar Naira dengan bibir monyong ke arah Zora.
Yang di sebrang sana pun melotot kesal.
"Dasar Marmot!" Geram Zora dan melemparkan ayam goreng yang sudah di gigitnya ke arah Naira.
Yang dilempar pun tertawa. Dan...
plekk!!
Naira menangkap lemparan Zora dengan lincah.
Dan hap! Naira menyantapnya dengan lahap.
Tante Adelia hanya tersenyum sambil menggeleng, lalu menaruh nasi di piring Naira.
"Tante..." Sapa Zora ragu.
"Ya, ada apa?" Sahut Tante Adelia yang tetap mengunyah makanannya.
Zora melirik Nadya sejenak, berharap ada kekuatan di sana.
Yang di lirik pun mengangguk, meyakinkan.
"Tante... Boleh kan, aku ikut Nadya ke jakarta?" Pinta Zora memelas.
"Zora janji. Seminggu disana, dan langsung balik lagi ke sini" Sambungnya.
"Lagi pula... Aku gak mau, kalau harus terus-terusan ketinggalan mata kuliahku" Zora mencoba meyakinkan. Padahal Tante Adelia belum berkata 'tidak'. Bahkan sepatah katapun belum keluar dari mulut beliau.
Tante Adelia menelan makanannya, lalu meminum air putih di gelasnya. Mendengarkan Zora yang nyerocos kayak goreng ikan.
"Tante gak bisa ngebayangin, gimana rindunya kamu pada Ayahmu..." Ucapan Tante Adelia terpotong karena menelan makanannya.
"Pergilah! Temui Ayahmu! Sudah seharusnya kalian bertemu. Karena hubungan diantara kalian, takkan bisa di putuskan begitu saja. Sekalipun itu maut yang memisahkan kalian!" Tante Adelia mengelus rambut Zora.
"Sungguh?!? Terima kasih, Tante!" Teriak Zora kegirangan dan memeluk Tante Adelia. Menghujani wanita itu dengan ciuman manjanya.
"Janji, ya! Seminggu balik lagi!" Pinta Tante Adelia sambil melepaskan tangan Zora yang menjerat lehernya. Beliau hampir saja sekarat karena kelakuan Zora.
"Sebagai tanda terima kasihku, sesulit apapun kondisi disana, aku akan berusaha pulang dalam waktu seminggu..." Zora tidak ingin lebih memberatkan tanggung jawab Tantenya.
"Ya sudah, Tante percaya!" Tante Adelia memang sudah faham dengan prinsip yang di pegang keponakannya itu.
"Kapan kalian berangkat, Kak?" Tanya Naira yang sejak tadi hanya menyimak.
"Malam ini. Karena besok, aku harus mengurus toko yang sudah tiga hari aku tinggalkan" Nadya menjawab karena dia yang menentukan keberangkatan.
Naira mengangguk faham.
"Nay, bantu aku menyiapkan surat izin untuk Pak dosen! Dan pastikan, beliau menerimanya!" Pinta Zora.
"Nad, tiketku kamu pesanin, ya!" Perintahnya seenak jidat. Zora membagi tugas pada kedua sepupunya yang beda kubu tersebut.
"Eeeh... Habisin dulu makannya! Baru nanti siap-siap!" Cegah Tante Adelia.
"Dengan izin dari Tante, mendadak perutku jadi kenyang. Hehe..." Zora menepuk perut langsingnya.
Tante Adelia hanya menggeleng dan tersenyum.
"Duluan saja beres-beresnya, Kak Zo_rok! Nanti aku nyusul" Naira melanjutkan makannya.
"Awas ya, bohong!!" Ancam Zora.
Gadis itu berlari ke kamarnya di atas, di samping kamar Naira.
Zora memasukkan semua kebutuhannya dengan detail dan rapi. Pakaian yang tak muluk-muluk. Karena dia lebih suka mengenakan T-shirt. Kalau tidak, dia akan mengenakan u can see yang di balut jaket atau kemeja. Dan dia selalu memadukannya dengan celana jeans panjangnya.
Selalu dan pasti seperti itu. Begitulah Style Zora!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
👀 calon mayit 👀
hai hai hai ..... aku mampir kk.... next kalo Bu citra nd Ray k Tasik mampir y.... 😘
2021-11-09
1
Yuyun Farida
nih aku mmpir kk...
2021-01-26
2
Yhu Nitha
mampir lagi
2020-09-13
1