Haris melajukan kendaraannya menuju bandara, ia akan menyusul Widuri ke kampung halamannya.Mendengar handphonnya berbunyi dari kursi di sampingnya, terpaksa Haris menghentikan laju kendaraannya di pinggir jalan. Haris pun meraih handphonnya, menerima panggilan telepon dari nomor salah satu pembantu di rumah itu.
"Halo Bi, ada apa?" tanya Haris setelah menempelkan benda pipih canggih itu di telinganya.
"Nyonya sakit, Pak. Penyakit Nyonya kumat saat Nona Cici memberitahu kalau Bapak pergi" ujar pembantu itu dari dalam telepon.
"Saya akan segera kembali, Bi. Tolong bawa Mama ke rumah sakit."
"Tapi Nyonya gak mau di bawa berobat, Pak" ujar pembantu itu.
Haris pun mematikan sambungan teleponnya, lalu mengusap kasar wajahnya.Mendengar Ibunya sakit, terpaksa Haris memutar arah kenderaan nya, dan menunda perjalanannya menyusul Widuri ke kampung.
Sampai di rumah, Haris langsung masuk ke kamar Ibu Ilona. Dilihatnya Cici sedang memijat kaki Ibu Ilona yang terbaring di atas tempat tidur.
"Mama" panggil Haris mendekati Ibunya.
"Dengarkan Mama Ris, kamu gak akan bisa adil beristri dua. Bisa saja nanti kamu akan menyakiti hati Cici ataupun wanita kampung itu. Kasih aja duit sama dia sebagai ganti rugi keperawanannya. Dan juga Mama gak akan menerima dia menjadi menantu di rumah ini. Mama malu punya menantu orang kampung, udah itu miskin lagi" oceh Ibu Ilona.
"Gak Ma, setuju atau tidak setuju, aku akan tetap menikahi Widuri" bantah Haris.
"Kamu mau bikin malu Mama?. Apa kata orang? kalau aku punya menantu hanya seorang resepsionis. Mama gak mau Ris."
"Kenapa Mama harus malu?." Haris menatap Ibunya menelisik.
Ibu Ilona terdiam.
Haris pun mengarahkan pandangannya ke arah Cici yang berada di ujung kaki Ibunya. Memperhatikan wajah sembab istrinya itu.
"Jangan menghasut Mama, Ci. Tunjukkan Ci, jika kamu pantas untuk ku pertahankan menjadi istriku." Setelah mengatakan itu, Haris langsung keluar dari kamar Ibu Ilona.
Haris kembali keluar rumah dan masuk ke dalam mobilnya. Dan saat Haris ingin melakukannya, tiba tiba handphonnya berdering dari saku celananya.
"Ya Halo, Zo!. Ada apa?" tanya Haris langsung setelah mendial tombol hijau di layar ponselnya.
"Perusahaan kita di luar Negri sedang bermasalah. Berangkatlah sekarang, sekalian kamu dan Cici berbulan madu di sana."
Haris langsung memejamkan matanya, dan menghembuskan napasnya kasar. Terpaksa Haris menunda waktu untuk menyusul Widuri.
"Aku gak bisa ke sana, Ris. Kamu tau masalah di sini lebih parah dari pada di sana. Dan juga Marya sedang hamil besar, aku gak mungkin ninggalin dia. Aku sudah berjanji akan terus menemaninya sampai anak kami lahir. Kalau aku membawanya ke sana, aku takut dia bosan" jelas Kanzo dari dalam telepon.
"Baiklah" pasrah Haris kembali keluar dari dalam mobilnya dan langsung masuk ke dalam rumah.
"Ci, kita berkemas sekarang. Kanzo menugaskan kita mengurus perusahaan di luar Negri" ujar Haris setelah sampai di kamar Ibu Ilona.
Cici yang di ajak, langsung menganggukkan kepalanya dengan wajah tersenyum senang. Itu artinya berarti Mereka akan menghabiskan waktu berdua saja, tanpa ada nama Widuri di antara mereka.
Cici keluar dari dalam kamar Ibu Ilona setelah berpamitan kepada wanita yang tak lagi muda itu. Sampai di dalam kamarnya dan Haris, Cici langsung mengemas pakaian mereka. Sedangkan Haris masuk ke dalam ruang kerjanya, mencari berkas berkas yang perlu dibawa. Setelah selesai berkemas, Mereka langsung berangkat ke bandara untuk terbang ke luar Negri.
"Berapa lama kita di sana?" tanya Cici bergelayut Manda di lengan Haris yang sibuk dengan berkas di tangannya.
Saat ini mereka sudah berada di perjalanan ke Bandara di antar oleh seorang supir.
"Belum tau, sampai masalah perusahaan itu beres" jawab Haris.
'Mudah mudahan aja lama' batin Cici. Berharap saat mereka pulang nanti, sudah ada buah cinta mereka tumbuh di rahimnya.
Melihat perjalanan mereka masih lebih setengah jam lagi baru sampai, Cici pun memindahkan kepalanya, bersandar di dada Haris, lalu memejamkan matanya untuk tidur.
'Aku harus berhasil memiliki hati mu seutuhnya Ris. Aku akan membuatmu tidak bisa lepas dari ku' batin Cici.
**
Sebulan telah berlalu, selama itu juga Widuri sudah tinggal di kampungnya. Di dalam kamarnya, Widuri duduk termenung memikirkan nasibnya yang sudah tidak suci lagi. Haris yang katanya akan menikahinya, sampai sekarang tidak ada kabar sama sekali.
'Ya Tuhan, bau apa itu?.'
Widuri membatin sambil menutup hidung dan mulutnya dengan telapak tangan saat mencium bau sesuatu yang menyengat masuk ke rongga hidungnya.
Oek oek oek!
Widuri langsung berlari keluar kamar dan masuk ke dalam kamar mandi yang berada di dekat dapur rumah itu. Dan terus memuntahkan isi perutnya.
"Kak Wid, kamu kenapa?" tanya Adik Widuri bernama Nala.
"Kamu masak apa?, kenapa bau?" tanya Widuri di selah selah muntahnya.
"Bau gimana?, wangi begini. Biasanya juga Kak Widuri suka" jawab Nala dengan pertanyaan.
"Kamu masak apa?" tanya Widuri lagi.
"Sambal cumi pakai terasi" jawab Nala.
Oek! oek! oek!
Membayangkan sambal cumi dan terasi yang di katakan Adiknya, Widuri merasa perutnya semakin mual.
"Kakak kenapa?" heran Nala.
"Sepertinya Kakak masuk angin. Ya sana lanjut masaknya, Kakak mau kembali ke kamar aja." Setelah membasuh mulutnya, Widuri langsung ke luar dari dalam kamar mandi dan masuk kembali ke kamarnya.
Sampai di dalam kamar, Widuri mendudukkan tubuhnya kembali ke pinggir kasur, lalu mengusap usap perutnya.
'Apa aku hamil' batin Widuri, menelan air ludahnya bersusah payah.
Widuri pun mengingat ingat tanggal bulanannya, ternyata sudah terlambat tiga hari. Widuri memejamkan matanya dengan wajah menengadah ke atas.
'Ya Tuhan, bagaimana ini?. Apa yang harus ku lakukan jika benar aku hamil, Tuhan. Apa ku gugurkan saja?.'
Siang hari, Widuri pun pergi ke apotik yang tidak jauh dari kampung mereka. Setelah mendapatkan benda pipih berukuran kecil itu. Widuri langsung pulang ke rumah. Widuri masuk ke dalam kamar mandi untuk melakukan tes air seni.
'Aku benar hamil' batin Widuri melihat dua garis merah di benda pipih yang berada di tangannya.
Widuri menutup mulutnya dengan tangan, menggeleng gelengkan kepalanya dengan air mata yang mengalir di pipinya.
Hancur sudah masa depannya, dan nama baiknya dan keluarganya. Apa yang harus ia lakukan?. Widuri tidak mau jika harus menikah dengan Haris, dan menjadi istri kedua pria yang merenggut kesuciannya itu. Bertahan di kampung dalam keadaan hamil, apa kata orang nanti. Belum lagi Widuri harus menghadapi kemarahan orang tuanya. Kembali ke kota, sama saja nanti dia akan mendapat penghakiman dari lingkungan sekitar karena hamil tanpa suami.
'Apa aku gugurkan saja?.'
Buar buar buar!
"Kak Wid!"
Widuri langsung tersadar dari lamunannya, mendengar pintu kamar mandi itu di gedor dari luar. Sehingga tanpa sadar menjatuhka benda pipih itu dari tangannya.
"Sebentar!" balas Widuri mengarahkan pandangannya ke lantai kamar mandi.
"Ngapain di dalam?. Cepatlah! kebelet nih!" seru Nala, terus menggendong gendor pintu kamar mandi di depannya.
Nala sudah menunggu Kakaknya dari tadi, namun tak kunjung ada tanda tanda kelaur dari kamar mandi.
"Kakak juga sakit perut!" sahut Widuri mencari kemana jatuhnya benda pipih itu.
'Aduh! kemana jatuhnya?.'
* Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments