Bab 2 Naura yang malang

Naura baru saja tiba di depan kamar kos nya. Dia duduk untuk melepas kaos kaki sambil menunggu Zahra yang masih dijalan. Mereka tidak pulang bersama, karena memang berbeda jurusan dan juga fakultas. Hanya sesekali saja mereka pulang bersama.

"Alhamdulillah. Terimakasih ya Allah. Akhirnya minggu depan aku sidang."

Naura merasa sangat bahagia, karena akhirnya dia akan segera mendapatkan gelar sarjananya sebagai seorang sastrawan.

Drrriitt…

Ponsel Naura bergetar. Dia langsung mengambil ponselnya yang ada di dalam tas ranselnya.

"Ayah!"

Naura melihat kontak yang beri nama Ayah meneleponnya.

Dia segera menjawab panggilan itu dengan penuh semangat, dan juga rasa bahagia.

"Assalamualaikum, ayah."

"Ayah sama bunda apa kabar?"

Senyum bahagia tidak pernah lepas dari wajah Naura. Dia bahkan tidak sabar ingin segera mengatakan bahwa dia akan sidang skripsi minggu depan.

"Alhamdulillah, aku juga baik baik saja. Ini baru nyampe kos, tadi pulangnya sore karena harus mengurus beberapa hal…"

Tutur Naura mulai bercerita. Sebentar dia diam mendengarkan ucapan ayahnya diseberang sana. Lalu, tiba tiba senyuman yang sejak tadi terpancar diwajahnya menghilang seketika.

"Lalu, apa jawaban ayah sama bunda?"

Naura menghela napas. Matanya tampak berkaca kaca, dia bahkan tampak menahan bulir bening yang hendak jatuh dari pelupuk matanya.

"Menurut ayah sama bunda bagaimana?"

Bulir bening itu akhirnya benar benar jatuh dari pelupuk matanya setelah mendengar jawaban yang disampaikan ayah dan bundanya.

"Jika ayah sama bunda merasa seperti itu, maka tidak ada alasan bagiku untuk menolak."

Naura mengatakan itu sambil menahan tangisnya. Meski dia mencoba menahannya air mata itu tetap tumpah dari pelupuk matanya.

"Ayah, aku mau ke toilet dulu. Nanti kita sambung lagi ya!"

Naura berbohong. Dia sudah tidak tahan untuk menangis dan dia tidak ingin kedua orangtuanya mendengar tangisannya.

"Waalaikumsalam…"

Naura langsung mengakhiri pembicaraan yang membuatnya menangis itu. "Hhiiikkss, aku bahkan lupa mengatakan tentang sidang skripsiku minggu depan." Gumamnya.

Saat Naura menangis didepan kamar kos nya, Zahra baru saja tiba. Dia langsung berlari menghampiri sahabatnya yang terlihat sangat sedih.

"Na, kamu kenapa?"

Zahra langsung memeluk Naura dan menepuk pelan punggungnya untuk menenangkan kesedihan yang dirasakan sahabatnya.

"Na, tidak apa apa kok kalau kamu belum bisa wisuda tahun ini. Aku memang lulus, tapi aku akan menemani kamu di sini kok. Setelah wisuda, aku akan mencari pekerjaan disini. Kamu jangan sedih lagi, ya..."

Zahra mencoba membujuk Naura. Dia mengira Naura menangis karena belum bisa wisuda tahun ini bersamaan dengannya.

"Ra, aku dijodohkan."

"Apa? Dijodohkan…"

Zahra melepaskan pelukannya, dia beralih menatap tajam wajah Naura yang masih penuh oleh air mata.

"Barusan ayah bilang, aku sudah dilamar."

"Oh Nauraku yang malang…"

Zahra kembali memeluk Naura dan ikut menangis bersama.

"Memangnya seperti apa calon suamimu, Na?"

"Sepupuku, Ra. Mas Adi Tama."

Lagi lagi Zahra melepaskan pelukannya. Dia menatap lekat wajah sedih Naura.

"Kamu beruntung, Na. Bukankah kamu menginginkan imam yang baik, dan mas Adi Tama adalah pilihan yang tepat."

"Mungkin tepat menurut cewek lain, Ra. Tapi tidak untukku. Aku tidak mencintainya."

Naura kembali menangis, dia tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa menikahi lelaki yang tidak dicintainya sama sekali.

"Na, bukankah cinta bisa tumbuh seiring waktu. Lagi pula, mas Tama itu lelaki yang taat agama, baik dan juga penyayang. Jadi, aku rasa cinta itu akan segera tumbuh setelah kalian hidup bersama. Bukankah impian kamu memang ingin menikah tanpa pacaran..."

Bukannya merasa lebih tenang, Naura malah semakin menangis mendengar ucapan Zahra. Dia pun memutuskan untuk segera masuk ke kamar kosnya dan melanjutkan tangisnya diatas sajadah karena adzan magrib sudah berkumandang.

"Bukannya dia sendiri yang selalu bilang cinta akan datang dengan sendirinya setelah hidup bersama dalam ikatan yang halal. Kenapa sekarang malah... Ah sudahlah, mungkin jika aku diposisi Naura pun aku juga akan menangis." Celoteh Zahra sebelum akhirnya menyusul Naura masuk.

Sementara itu, di Kalimantan, di sinilah Adi Tama berada. Dia menjadi tenaga medis yang ikut dalam rombongan petugas alat berat yang sedang menjalankan proyek pembangunan jalan dan juga jembatan.

Mereka bekerja dibawah naungan perusahaan kontraktor terbesar se Indonesia. Dan sudah pasti gaji mereka pun juga besar dengan pekerjaan yang juga mempertaruhkan nyawa mereka.

Malam ini Tama melamun duduk di pinggir pantai sendirian. Lalu, seorang teman yang juga sebagai tenaga medis menghampirinya.

"Ada apa, bro?"

Tama menghela napas sebentar, "Biasa bro, mama meminta gue untuk segera pulang. Karena gadis yang akan mama jodohkan sama gue sudah menerima lamaran."

"Gadis itu menerima lamaran loe?"

"Ya, begitulah."

"Aneh juga tuh cewek, bro. Semudah itu dia menerima perjodohan."

Mereka pun diam mendengarkan suara ombak dan menikmati hembusan angin yang menampar wajah mereka.

"Gue takut tidak bisa mencintai gadis itu, bro."

"Lah kalau loe nggak cinta kenapa loe setuju untuk menikahi dia?"

"Gue nggak bisa menolak keinginan mama. Jika gue menolak, mama akan murka dan bisa bisa mama bunuh diri."

"Terus, apa rencana loe sekarang?"

"Yaa, gue nikah aja dulu. Mana tau gue bisa jatuh cinta betulan sama gadis itu setelah menikahinya, meski hanya nol koma sih."

"Apa sejelek itu calon istri loe, kok loe yang playboy gini nggak bisa jatuh cinta sama itu cewek…"

Sebentar Tama tersenyum, "Nggak jelek dan nggak cantik juga. Biasa saja, bro. Dan dia terlihat alim banget dimata orang orang…"

"Alim dimata orang orang, maksud loe?"

"Iya, dimata orang orang dia terlihat sangat alim. Padahal aslinya ya, sama aja kek cewek cewek kebanyakan."

"Maksud loe? Dia cewek nakal juga, gitu?"

"Bukan nakal juga sih. Tapi maksud gue… ya, dia juga pernah pacaran, pelukan dan pegangan tangan juga sama seperti cewek cewek yang nggak berkerudung lainnya."

Tama membuka aib Naura yang saat ini masih berstatus sebagai adik sepupunya. Dan yang diceritakannya itu adalah kejelekan Naura saat tahun pertama Naura kuliah.

"Yeah kalau itu sih udah biasa kali, bro. Banyak kok cewek cewek berjilbab yang begitu juga kelakuannya."

"Iya juga sih bro. Tapi, gimana ya. Kesannya itu dia sudah cacat dimata gue. Gue kenal mantan pacarnya itu dan gue melihat sendiri gimana gaya pacaran mereka waktu itu."

"Loe ngomong gitu seolah loe nggak pernah megang tangan cewek, nggak pernah peluk cewek dan nggak pernah ciuman." Sindir temannya itu yang merasa Tama berlebihan menilai jelek wanita yang akan dinikahinya.

"Ya bukannya gitu juga, bro. Maksud gue ya..."

Tama tidak bisa melanjutkan kata katanya karena apa yang dikatakan temannya benar. Tama merasa dirinya suci dan memandang rendah Naura, padahal faktanya sama saja atau malah Tama jauh lebih buruk dari Naura.

Episodes
1 Bab 1 Rencana perjodohan
2 Bab 2 Naura yang malang
3 Bab 3 Rencana pernikahan
4 Bab 4 Pernikahan
5 Bab 5 Malam pertama
6 Bab 6 Naura dan pikirannya.
7 Bab 7 Mulai suka
8 Bab 8 Menyusul ke Kota
9 Bab 9 Pengantin baru
10 Bab 10 Berbeda
11 Bab 11 Naura demam
12 Bab 12 Hanya demam biasa.
13 Bab 13 Senyum palsu
14 Bab 14 Wisuda
15 Bab 15 Berpisah
16 Bab 16 Pergi main atau kencan?
17 Bab 17 Usaha yang percuma
18 Bab 18 Lima puluh ribu per hari
19 Bab 19 Bisnis bersama bang Udin
20 Bab 20 Salah tempat mengadu
21 Bab 21 Harga diri
22 Bab 22 Hari pertama kerja
23 Bab 23 Hanya berpura-pura
24 Bab 24 Status facebook
25 Bab 25 Berlawanan
26 Bab 26 Minta penjelasan
27 Bab 27 Tersimpan dalam ingatan
28 Bab 28 Membolak-balikkan fakta
29 Bab 29 Bicara satu sama lain
30 Bab 30 Mengingkari Janji
31 Bab 31 Menyerahlah Naura...
32 Bab 32 Talak
33 Bab 33 Gosip
34 Bab 34 Hijrah ke kota
35 Bab 35 Melamar kerja
36 Bab 36 Pendekatan
37 Bab 37 Naura di lamar
38 Bab 38 Dani menghilang?!
39 Bab 39 Naura kecelakaan
40 Bab 40 Nak Lutfi
41 Bab 41 Berpisah dengan Lutfi
42 Bab 42 Naura sembuh
43 Bab 43 Berangkat ke Surabaya
44 Bab 44 Usaha Lutfi
45 Bab 45 Takdir cinta Naura
46 Bab 46 Berdamai dengan takdir
47 Bab 47 Mas Irul
48 Bab 48 Pelanggan aneh
49 Bab 49 Tiba tiba melamar
50 Bab 50 Lamaran dan nikahan
51 Bab 51 Ciuman pertama
52 Bab 52 Tidak bisa sholat
53 Bab 53 Terharu
54 Bab 54 Emak emak gosip
55 Bab 55 Penyesalan
56 Episode 56 Bersyukur (end)
Episodes

Updated 56 Episodes

1
Bab 1 Rencana perjodohan
2
Bab 2 Naura yang malang
3
Bab 3 Rencana pernikahan
4
Bab 4 Pernikahan
5
Bab 5 Malam pertama
6
Bab 6 Naura dan pikirannya.
7
Bab 7 Mulai suka
8
Bab 8 Menyusul ke Kota
9
Bab 9 Pengantin baru
10
Bab 10 Berbeda
11
Bab 11 Naura demam
12
Bab 12 Hanya demam biasa.
13
Bab 13 Senyum palsu
14
Bab 14 Wisuda
15
Bab 15 Berpisah
16
Bab 16 Pergi main atau kencan?
17
Bab 17 Usaha yang percuma
18
Bab 18 Lima puluh ribu per hari
19
Bab 19 Bisnis bersama bang Udin
20
Bab 20 Salah tempat mengadu
21
Bab 21 Harga diri
22
Bab 22 Hari pertama kerja
23
Bab 23 Hanya berpura-pura
24
Bab 24 Status facebook
25
Bab 25 Berlawanan
26
Bab 26 Minta penjelasan
27
Bab 27 Tersimpan dalam ingatan
28
Bab 28 Membolak-balikkan fakta
29
Bab 29 Bicara satu sama lain
30
Bab 30 Mengingkari Janji
31
Bab 31 Menyerahlah Naura...
32
Bab 32 Talak
33
Bab 33 Gosip
34
Bab 34 Hijrah ke kota
35
Bab 35 Melamar kerja
36
Bab 36 Pendekatan
37
Bab 37 Naura di lamar
38
Bab 38 Dani menghilang?!
39
Bab 39 Naura kecelakaan
40
Bab 40 Nak Lutfi
41
Bab 41 Berpisah dengan Lutfi
42
Bab 42 Naura sembuh
43
Bab 43 Berangkat ke Surabaya
44
Bab 44 Usaha Lutfi
45
Bab 45 Takdir cinta Naura
46
Bab 46 Berdamai dengan takdir
47
Bab 47 Mas Irul
48
Bab 48 Pelanggan aneh
49
Bab 49 Tiba tiba melamar
50
Bab 50 Lamaran dan nikahan
51
Bab 51 Ciuman pertama
52
Bab 52 Tidak bisa sholat
53
Bab 53 Terharu
54
Bab 54 Emak emak gosip
55
Bab 55 Penyesalan
56
Episode 56 Bersyukur (end)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!