Naura sudah lebih dulu kembali ke kamarnya. Dia bahkan sudah berganti pakaian dan sudah selesai sholat isa. Sedangkan Tama masih mengobrol dengan teman temannya di bawah tenda pelaminan yang masih belum di bongkar.
"Asik… yang mau malam pertama."
Mereka menggoda Tama yang tampak bersemu merah.
"Nggak nyangka gue, bro. Loe akhirnya memilih Naura untuk menjadi istri."
"Gue juga nggak nyangka akan memilih Naura menjadi satu satunya pemilik hati gue."
Mereka terus mengobrol, bercanda dan tertawa hingga hampir pukul sebelas malam.
Sedangkan Yani dan Rudi sudah beristirahat di kamar mereka. Mereka kelelahan setelah seharian mengikuti rangkaian pesta pernikahan putri sulung mereka. Begitu juga dengan Maysaroh dan Tania putri bungsunya, mereka sudah pulang duluan dan kini sudah terlelap di kamar mereka masing masing.
Dan Naura sendiri, juga sudah berbaring di tempat tidurnya. Kamarnya terlihat indah dengan hiasan bunga bunga dan juga sprei putih yang disiapkan oleh mama mertuanya.
"Aku sangat lelah, tapi kenapa mataku enggan dipejamkan…" Gumamnya.
"Mengapa mas Tama belum juga datang…"
Matanya menatap kearah pintu kamar yang tidak juga kunjung dibuka oleh suaminya.
"Mmmhhh…"
Dia menghela napas, dengan malas dia turun dari ranjangnya. Kakinya melangkah menuju meja rias. Dia berdiri tepat di depan cermin yang memperlihatkan tampilannya saat ini.
Gamis abu abu berenda bunga bunga pink dipadukannya dengan hijab segi empat jumbo berwarna pink membuatnya tampak begitu anggun. Ia merasa sudah memakai pakaian yang tepat untuk menyambut suaminya di malam pertama mereka.
Cekleekk…
Suara ganggang pintu, Naura langsung menoleh. Dan dia melihat Tama berdiri di depan pintu kamarnya.
"Mas…"
Naura menyapa dengan ragu suaminya itu dan Tama hanya tersenyum. Dia kembali menutup pintu dan menguncinya.
"Aku mau mandi dulu."
Dia tampak mencari sesuatu didalam koper besar yang berisi pakaiannya.
"Mas cari apa?"
"Handuk lah, kan aku mau mandi."
Naura langsung membantu mencari handuk di dalam koper milik Tama. "Ini, mas handuknya."
Dia menemukan handuk milik Tama dan memberikan padanya. Tama mengambil handuk itu, kemudian dia menatap Naura dari ujung kaki hingga kepala.
"Sangat aneh." Ujar Tama yang mulai melangkah menuju kamar mandi.
Mendengar yang barusan diucapkan Tama, membuat Naura bingung. Dia pun kembali melihat dirinya di cermin.
Apa aku terlihat aneh memakai gamis ini? Gumamnya.
Tapi, ini satu satunya gamis yang belum pernah aku pakai setelah aku beli dua bulan lalu. Naura meneruskan dialognya dalam pikiran. Dia masih tidak mengerti mengapa suaminya mengatai nya aneh. Dan saat Naura masih terus berdialog dalam pikirannya, Tama keluar dari kamar mandi dengan hanya nemakai handuk. Dia membiarkan tubuh bagian atasnya terlihat.
Mata Naura tidak nyaman dengan penampakan itu. Dia menundukkan pandangannya sangat dalam. Dan saat ini dia duduk dipinggir ranjang dengan menjuntaikan kakinya.
Tama melangkah semakin mendekat pada Naura hingga tidak ada jarak diantara mereka. Tama berdiri tepat dihadapan Naura sangat dekat. Bahkan jika Naura mendongak, wajah Naura akan bersentuhan dengan perut kotak kotak Tama.
"Buka bajumu sekarang!"
Bisikan itu membuat Naura merinding. Wajahnya merona dan telapak tangannya terasa mulai basah oleh keringat dingin.
"Aku tahu kamu malu. Aku akan mematikan lampu, jadi cepat laksanakan perintahku."
Dia melangkah mendekati stop kontak lampu dan menekannya sehingga lampu di kamar itu benar benar mati. Kamar itu mendadak menjadi gelap.
"Aku…" Naura ingin bicara, tapi diurungkannya.
Dia sebenarnya belum ingin melakukan hubungan suami istri sebelum benar benar yakin tentang hatinya dan juga hati suaminya. Tapi apa daya, saat Tama yang langsung menghampirinya dan me nin dih nya.
Dalam hitungan detik, Naura merasa sesuatu yang aneh menjalar keseluruh tubuhnya. Dia merasa ketakutan dan juga kedinginan. Kemudian, setelah satu menit berlalu, Naura merasakan sakit yang teramat sangat hingga membuatnya ingin berteriak menjerit. Sayangnya mulutnya di bungkam oleh tama menggunakan telapak tangannya.
Tama terlena dengan ke indahan yang baru pertama dia rasakan tanpa memperdulikan Naura yang kesakitan sampai meneteskan air mata.
Aku ingin malam ini cepat berakhir. Batin Naura diiringi tetesan air matanya.
Waktu terus berputar. Malam pun kini telah berganti siang. Naura tidak benar benar bisa mengingat apa yang terjadi selain rasa sakit. Hingga samar samar Naura mendengar suara orang orang diluar rumah yang sedang membongkar tenda.
Perlahan dia membuka matanya dan mendapati seseorang berbaring diranjang yang sama dengannya.
Ya ampun, aku lupa! Aku sudah menikah.
Naura pun langsung bangkit dari posisi baringnya. "Aarstthh…" Suara rintihannya.
Dia merasakan sakit yang sangat aneh menurutnya. Dia segera melangkah menuju kamar mandi. Betapa terkejutnya dia karena ada darah di tempat yang dia rasakan sakit itu.
"Aku sudah menjadi seorang istri seutuhnya." Ucap Naura sambil menatap wajah pucatnya di cermin yang ada di kamar mandi.
Naura langsung mandi dan berganti pakaian tepat sebelum Tama bangun. Dia merasa sangat malu, takut dan kesal bersamaan pada suaminya itu.
Setelah siap berganti pakaian, barulah Naura membangunkan Tama.
"Mas, bangun…"
Naura menyentuh pundak Tama berkali kali.
"Bangun, mas. Sudah pagi!"
Tama pun akhirnya bangun. Ia membuka matanya dan mendapati Naura sudah tampak segar dan berganti pakaian.
"Apakah kamu sudah mandi?" Tanya Tama dengan suara serak khas bangun tidur.
"Sudah mas."
"Ya sudah kalau begitu pergilah ke dapur. Buatkan sarapan untukku."
Sebelum Naura menjawab, dia sudah menghilang masuk ke kamar mandi.
"Sarapan?"
Baiklah, akan aku buatkan sarapan untukmu suamiku. Gumamnya.
"Aku akan belajar dan berusaha menjadi istri yang baik untuk suamiku meski aku belum mencintainya."
Dia segera melangkah menuju dapur. Dan di dapur sudah ada bundanya yang sibuk menata makanan di meja.
"Bunda!"
Yani menoleh dan tersenyum kearah putrinya.
"Kamu sudah bangun saja..." Ujarnya.
"Iya bunda. Maaf aku bangunnya kesiangan."
Naura langsung membantu bundanya menaruh piring dan gelas dimeja makan.
"Pengantin baru biasanya bangunnya memang kesiangan." Ucap Yani sambil tersenyum senyum.
"Iih bunda apaan sih, kok malah senyum senyum gitu."
Wajah Naura langsung bersemu. Ia merasa malu terlebih saat bundanya malah tersenyum menggodanya.
"Suamimu sudah bangun?" Lanjut Yani bertanya.
"Sudah, ma. Mas Tama sedang mandi sekarang."
Jawaban Naura barusan membuat Yani kembali tersenyum menggoda putri sulungnya itu.
"Bunda kenapa sih menatapku sambil senyum senyum seperti itu." Protes Naura yang merasa heran.
"Bunda hanya merasa ikut bahagia, karena akhirnya kamu menikahi lelaki yang mencintaimu." Tuturnya merasa bersyukur.
"Entahlah, bunda…" Jawab Naura tanpak lesu.
"Aku sendiri tidak tahu, apakah mas Tama mencintaiku atau hanya berpura pura mencintaiku." Batin Naura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments