Setelah dua hari Naura terus terusan memikirkan nasibnya yang harus menikahi pria yang tidak dicintainya, akhirnya dia bisa kembali fokus untuk mempersiapkan sidang skripsinya.
Naura menyibukkan diri dengan persiapan untuk menghadapi penguji saat sidang nanti. Zahra pun juga melakukan hal yang sama, sehingga mereka tidak punya waktu untuk membahas atau mengingat hal lain selain persiapan untuk sidang.
Hari berganti hari, dan kini tibalah saatnya hari yang akan menentukan kelulusan mereka.
Naura kini duduk di depan para penguji sidangnya. Dia ditemani oleh Zahra yang sudah lebih dulu selesai sidang.
Naura mulai memaparkan skripsinya dan ditanggapi dengan serius oleh para penguji yang membuat suasana sidang terasa menegangkan. Tapi, akhirnya Naura dinyatakan lulus.
"Alhamdulillah ya Allah."
Naura merasa bahagia, karena akhirnya bisa menyandang gelar sebagai sarjana.
"Selamat Naura, kamu akhirnya menjadi sarjana."
Ucapan selamat itu berasal dari para penguji sidang dan pembimbing skripsinya.
"Terimakasih, bapak, ibuk."
Mereka tersenyum menanggapi ucapan terimakasih dari Naura. Setelah bersalaman dan foto bersama para dosen dan tim penguji, barulah Naura berpelukan dengan Zahra. Mereka saling berbagi kebahagiaan dan juga mengabadikan banyak moment kebersamaan mereka lewat foto dan video yang mereka rekam hari ini menggunakan smartphone Zahra tentunya.
"Zahra!"
Seorang pria tinggi putih melambaikan tangan pada Zahra.
"Cie cie yang dijemput ayang."
"Iya dong, emang situ yang betah menjomblo bertahun tahun…" Ledek Zahra bercanda.
"Udah sana samperin."
"Sorry ya, Na. Aku nggak bisa pulang bareng kamu."
"Iya. Udah ah sana."
Naura mendorong tubuh Zahra agar segera menghampiri Baim, calon suaminya. Zahra melambaikan tangan pada Naura sebelum dia pergi bersama Baim. Naura juga melambaikan tangannya mengiringi keberangkatan Zahra bersama Baim. Dan setelah Zahra tidak lagi tampak, barulah Naura melangkah menuju gerbang kampus.
Dia duduk di kursi panjang halte sambil menunggu angkot. Naura akan ke pasar membeli beberapa oleh oleh untuk keluarganya di kampung. Karena dia berencana akan pulang besok siang.
Sementara itu, di kampung. Maysaroh dan kedua orangtua Naura sedang berembuk untuk mempersiapkan pernikahan yang akan segera dilaksanakan dua minggu lagi.
"Mbak maunya pernikahan Tama dan Naura, harus megah dan meriah."
"Megah dan meriah berarti banyak biaya yang harus dikeluarkan mbak."
"Itu pasti dek Rudi. Mana mungkin pernikahan megah biayanya sedikit. Iya nggak bapak, ibuk?"
Maysaroh melontarkan pertanyaan itu pada keluarga yang ikut hadir dalam perembukan persiapan pernikahan. Mereka hanya mengagguk setuju dengan apa yang baru saja Maysaroh tanyakan.
"Saya tidak punya cukup banyak uang untuk mempersiapkan pernikahan megah itu, mbak."
Sebentar Maysaroh diam, lalu dia mendekat pada Rudi dan Yani untuk berbisik. "Mbak akan membantu sebanyak dua puluh juta. Sisanya kalian bisa usahakan lah. Pernikahan ini sangat penting bagi Tama dan Naura loh, masak iya mereka menikah hanya dengan akad nikah saja tanpa resepsi yang meriah."
Seketika mereka terdiam mendengar apa yang baru saja diucapkan Maysaroh. Yani yang paling terkejut dan merasa bersalah pada suaminya, karena menyetujui perjodohan Tama dan Naura. Dia tidak tahu sebelumnya bahwa Maysaroh seegois ini.
"Jadi, nanti semua persiapan pernikahan akan langsung kita urus begitu Naura pulang."
Maysaroh mengatakan itu sambil tersenyum senang dan menganggap Yani dan Rudi setuju dengan idenya.
"Naura pulang besok kan?"
"Iya mbak. Naura sudah lulus kuliah, tinggal menunggu wisudanya." Jawab Yani menjelaskan.
"Jadi tidak sabar, mau membawa Naura untuk segera mencoba gaun pengantinnya."
Maysaroh sangat terobsesi untuk menjadikan Naura sebagai menantunya.
Setelah acara berembuk itu selesai, Maysaroh dan anggota keluarga lainnya langsung pamit pulang. Dan setelah semua orang meninggalkan rumahnya, Rudi mengajak Yani untuk bicara berdua saja membahas persiapan pernikahan.
"Dek, mas rasa kita harus meminjam uang di bank." Rudi tampak lesu saat mengatakan itu pada istrinya.
"Maafkan aku ya, mas. Aku kira mbak May mau mengikuti rencana kita untuk mengadakan resepsi sederhana sewajarnya saja." Yani merasa menyesal.
"Tidak usah merasa bersalah, dek. Yang penting sekarang kita siapkan uangnya untuk acara pernikahan nanti. Dan mas berharap, semoga kita tidak salah memilihkan jodoh untuk Naura."
Yani mengangguk setuju dengan ide suaminya. Mereka akan meminjam uang dari bank untuk mencukupi biaya pesta pernikahan putri sulung mereka yang akan diadakan dua minggu lagi.
Mereka bukan keluarga yang kaya seperti Maysaroh. Rudi bekerja sebagai satpam penjaga sekolah. Sementara Yani bekerja dari satu rumah ke rumah lain, untuk menyetrika pakaian. Gaji mereka tidak banyak dan tidak akan cukup untuk mengadakan pesta pernikahan yang megah dan mewah seperti keinginan Maysaroh.
"Harusnya mbak May yang menanggung semua biaya pernikahan ini. Toh dia yang keukeh untuk mengadakan pesta yang megah."
"Sudahlah dek, kita doakan saja semoga pernikahan ini langgeng dan Naura akan hidup bahagia bersama suaminya."
Rudi merangkul Yani, lalu mengecup puncak kepala istrinya itu. Ya, meski sudah punya tiga orang putri bahkan sebentar lagi putri sulungnya akan menikah, Rudi masih tetap memperlakukan Yani seperti dulu saat mereka masih baru baru menikah.
"Uang bisa dicari, tapi momen pernikahan ini hanya sekali seumur hidup. Mas juga ingin melihat Naura tampil cantik di hari bahagianya."
"Aku juga ingin melihat Naura bahagia, mas."
Yani melingkarkan kedua tangannya di pinggang suaminya. Dia selalu merasa tenang dan nyaman saat berada dalam pelukan suami tercinta.
"Pernikahan diadakan dua minggu lagi, ya mas?" Tiba tiba Yani melepas pelukan.
"Iya, memangnya ada apa dek?"
"Nisa sama Ningsih bagaimana, mas? Mereka tidak akan bisa dapat izin dari pesantren kalau hanya untuk menghadiri pernikahan."
Yani teringat pada kedua putrinya yang saat ini sedang menempuh pendidikan di pesantren. Kedua putrinya itu hanya pulang sekali setahun, yaitu saat lebaran idul fitri saja. Selebihnya tidak boleh izin pulang, kecuali ada salah satu dari orangtua kandung yang meninggal atau sakit parah.
"Ya, biarkan saja. Cukup memberi kabar pada mereka, supaya mereka mendoakan agar mbak Naura mereka bahagia dan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah. Iya, kan?"
Yani menghela napas, lalu ia pergi menuju dapur dengan mata yang berkaca kaca. Mengingat dua putrinya itu membuatnya semakin rindu. Sudah cukup lama tidak bertemu, setelah lebaran lima bulan lalu.
Sementara itu, di Kalimantan. Tama sedang sibuk mengobati pasien yang tertimpa tanah longsor saat pembuatan jembatan. Disaat seperti ini Tama tampak sangat keren. Meski hanya lulusan D3 keperawatan, dia justru terlihat bak seorang dokter profesional. Daya tarik itulah yang membuat banyak wanita jatuh hati padanya.
"Pak, tahan ya. Saya akan menjahit luka bapak. Ini akan sangat sakit, karena kita kehabisan obat bius. Jika sakit, bapak boleh berteriak dan meminta saya untuk berhenti."
Tama mencoba membuat pasiennya merasa lebih rileks. Dia pun mulai menjahit luka di bagian bahu pasien.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Ayu tri utami Neng
Semangattttt
2023-02-23
1