Sudah beberapa hari sejak kepulangannya dari rumah sakit, Andika tetap terlihat lesu tidak semangat dan sering melamun di balkon kamarnya itu. Meskipun secara fisik, kondisinya telah pulih, namun secara psikis Andika masih belum siap untuk melakukan aktivitas rutinitasnya.
Oleh karena itu, mau tidak mau Wijaya harus menghandle kembali kepemimpinan perusahaan yang sebelumnya telah dialihkan kepada Andika. Tidak mungkin Andika bisa bekerja kembali dalam keadaan seperti ini. Setiap hari, dia hanya mengurung diri dalam kamar. Dia hanya keluar kamar sekedar untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Anita yang melihat keadaan putra kesayangannya seperti itu semakin sedih, ingin rasanya dia menghibur namun dia tidak tahu apalagi yang bisa diperbuatnya.
Seperti biasa, siang itu, Andika duduk di kursi santai di balkon kamarnya. Tatapannya kosong memandangi langit. Bayangan wajah seorang gadis ada di dalam pikirannya. Sisa ingatan yang masih dimilikinya hanya sebatas bahwa dia memiliki seorang kekasih yang bernama Erina. Seharusnya dia dan Erina akan segera menikah, mereka akan pergi fitting pakaian mereka. Akh....keluh Andika tiba-tiba merasakan sakit kepala yang luar biasa, ketika dia mencoba mengingat-ingat sesuatu dari masa lalunya.
Tok....tok...tok...
Pintu kamar diketuk, tanpa menunggu jawaban dari Andika, mamanya sudah berjalan masuk membawa segelas jus jeruk dan sepiring kue untuk cemilan Andika siang itu.
"Ma....apakah aku bisa bertemu dengan Erina?" tanya Andika mengharapkan penjelasan lebih lanjut dari mamanya itu.
"Untuk saat ini, belum bisa sayang, Erina dan keluarganya sedang pergi ke luar negeri." Anita mencoba menjelaskan. Memang benar saat ini, orang tua Erina sedang keluar negeri untuk menenangkan diri. Mereka memutuskan untuk sementara waktu tinggal di luar negeri, sampai kondisi psikis mama Erina bisa pulih kembali setelah kehilangan putri kesayangannya. Oleh karena itu, perusahaan Handoko saat ini diserahkan kepada Antoni, orang kepercayaan Tuan Handoko. Tuan Antoni lah yang menangani keberlangsungan perusahaan selama Handoko dan istrinya tinggal di luar negeri untuk sementara waktu.
Tetapi, bagian bahwa Erina ikut orang tuanya ke luar negeri, tidaklah benar. Itulah yang dirahasiakan Anita. Dia kuatir jika Andika mengetahui hal sebenarnya bahwa kekasihnya telah meninggal, akan membuat Andika semakin terpuruk dan mempengaruhi kesehatannya.
"Kamu bisa mencoba melakukan hal-hal lain, jika kamu bosan hanya di kamar saja, Nak. Mungkin kamu bisa melakukan kegiatan olahraga ringan atau kamu bisa keluar jalan-jalan ditemani Pak Joko, supir kita." Anita mencoba menyarankan hal yang bisa dilakukan Andika supaya anaknya itu tidak terus-terusan mengurung diri di dalam kamar.
"Entahlah, Ma.... Rasanya saya tidak bersemangat untuk melakukan semua itu." jawab Andika lesu tak bersemangat.
"Untuk sementara waktu, kamu istirahat saja dulu... Perusahaan akan dihandle kembali oleh ayahmu. Kami benar-benar berharap, suatu hari nanti kamu akan siap untuk kembali memimpin perusahaan itu." lanjut Anita.
"Hmmmm......." guman Andika singkat, sambil kembali menatap langit yang sedang cerah saat itu.
"Mama tinggal sebentar ya, Nak....ada sedikit urusan yang mau mama urus, cobalah untuk tidur kalau kamu capek, jangan paksakan dirimu untuk mengingat." nasehat Anita sebelum meninggalkan kamar Andika. Dirinya juga tahu bahwa setiap kali Andika memaksakan diri untuk mengingat sesuatu tentang kejadian masa lalu dalam hidupnya, maka anaknya itu akan merasakan sakit kepala yang luar biasa. Dia sungguh khawatir akan kondisi anaknya itu.
Anita menutup pintu kamar Andika, kemudian berjalan menuruni tangga.
Kring....kring....kring...
Bunyi telepon di ruang keluarga terdengar. Karena sudah dekat, dengan segera Anita mengangkat telepon itu.
"Bagaimana keadaan Dika, Ma? apa yang dia lakukan sekarang?" tanya Wijaya dari seberang telepon. Lelaki itu juga mengkuatirkan keadaan putranya itu, sehingga seringkali dia menelepon balik ke rumah hanya sekedar memastikan keadaan putranya itu baik-baik saja.
"Masih sama, Pa.... Dia masih terlihat muram dan lesu. Sepertinya dia masih terus memikirkan Erina." jawab Anita
"Kalau memang seperti itu, sepertinya tidak ada yang bisa kita perbuat, Ma...lambat laun kita harus memberitahukan kebenarannya kepada Dika." Wijaya menyadari tidak mungkin akan merahasiakan kabar meninggalnya Erina selamanya kepada Andika.
"Iya Pah....tetapi tentu tidak saat ini, Pa. Tunggu kondisi Andika sudah lebih kuat lagi." sanggah Erina cepat, membayangkan kemungkinan buruk yang bisa terjadi jika Andika mengetahui kalau kekasihnya itu telah meninggal dunia.
"Baiklah Ma....Papa lanjutkan kerjaan dulu....tutup dulu ya, sampai nanti."
"Iya Pa, sampai nanti." Anita menutup teleponnya dan menuju ke dapur untuk mengarahkan beberapa asisten rumah tangganya untuk mempersiapkan beberapa masakan untuk makan malam nanti.
*****
Andika memikirkan nasehat mamanya tadi. Mungkin ada benarnya juga, untuk mengusir kebosanan, dia ingin keluar sekedar berkeliling kota sore nanti, rencananya. Ketika hari mulai sore menjelang malam, dia keluar dari kamar dan memanggil Pak Joko, sopir pribadi di rumahnya untuk mengantarnya berkeliling kota.
Jalanan kota sore itu cukup macet mengingat itu memang waktunya jam pulang kantor para karyawan pada umumnya. Andika duduk lesu tak bersemangat di belakang mobil.
"Kita akan ke mana, Tuan?" tanya Pak Joko yang bingung akan mengarahkan setir mobilnya ke arah mana mengingat memang dari awal Tuan Mudanya ini hanya memintanya untuk mengantar tetapi tidak memberitahukan tujuan yang jelas.
"Jalan saja, Pak. Mungkin nanti kalau ketemu taman kota, bolehlah singgahkan saya di situ. Saya ingin duduk santai menghirup udara segar saja."
"Iya, Tuan." maka Pak Joko pun segera membawa mobilnya mengitari jalanan kota, sampai akhirnya mereka sebuah taman kota yang cocok untuk dijadikan sebagai tempat santai di sore hari yang cerah ini.
"Kita sudah sampai, Tuan." ujar Pak Joko membuyarkan lamunan Andika.
"Oke....Bapak tunggu saja di sini atau jika mau pergi sebentar, juga boleh, nanti saya akan hubungi bapak, kalau saya sudah mau pulang." perintah Andika sembari keluar dari mobil dan memandang keadaan di sekelilingnya.
"Baik, Tuan. Saya akan tunggu saja di sini. Jika Tuan perlu apa-apa, silakan hubungi saya, Tuan." jawab Pak Joko sopan kepada majikannya itu.
Andika pun berjalan menelusuri jalan di taman kota tersebut. Sesekali, beberapa pasangan kekasih yang sedang berolahraga sore melewatinya. Melihat itu, ruang hati Andika makin terasa hampa, seharusnya dia dan Erina juga bisa seperti itu, tetapi ke mana Erina? Apakah dia baik-baik saja?
Sembari berjalan sambil melamun, tiba-tiba ..bruk..... seorang gadis menabraknya dari depan, gadis itu juga tidak melihat saat sedang berlari karena pandangannya melihat ke arah lain. Seketika itu, gadis itu terjatuh dan berteriak kesakitan.
"Hei, kalau jalan....pakai mata donk, biar gak nabrak-nabrak gini." teriak gadis itu kesal.
"Nona...kalau jalan tuh pakai kaki, mana bisa jalan pakai mata....Lagian situ yang menabrak saya duluan, kok malah marah-marah ke saya." balas Andika tidak mau kalah.
Sambil membersihkan celananya yang kotor karena terduduk ke bawah tadi, gadis itu pun berdiri dan memandang sinis ke arah pria yang menabraknya itu, ups...yang ditabraknya, sebenarnya. Seketika itu juga, Andika memandang kaget ketika melihat wajah gadis itu.
"Erina...." teriak Andika keras, spontan memeluk gadis di depannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Endang Astuti
smngat Thor💪
2020-11-15
1
Priska Anita
Selalu mampir 💜
2020-08-03
1
Nona Mawar
semangat karya barunya kkaa
2020-06-09
0