Di sudut kota lainnya, sebuah pemukiman padat penduduk yang terlihat kumuh, seorang gadis sedang menunggu dengan tidak sabar di teras depan rumahnya.
"Oh...Bu...lama sekali dandannya, ayo buruan. Nanti kita terlambat lho." panggil gadis itu kepada ibunya yang masih berada dalam rumah. Gadis muda itu bernama Arisa. Sebenarnya wajahnya cukup cantik, hanya saja karena sifatnya yang agak tomboy membuat dia tidak begitu peduli dengan tampilan wajahnya. Sangat jarang sekali Arisa berdandan, seumur hidupnya bisa dihitung dengan jari, dia hanya memoles wajahnya ketika ada acara-acara tertentu.
Tidak lama kemudian, keluarlah seorang wanita paruh bayah dalam rumah dengan dandanannya yang cuku menor. Arisa kaget melihat tampilan mamanya itu, dandanan maksimal lengkap dengan segala aksesoris pada pakainya.
"Astaga Bu, gak salah tuh Ibu mau pergi ke kondangan dengan tampilan seperti itu." Mama Arisa balik mempelototin anak gadisnya itu.
" Yang gak salah tuh kamu, tahu....kita nih mau ke kondangan, masa kamu cuma pakai baju begitu aja, sana cepat ganti baju. Jangan malu-maluin ibu deh." memang tak pernah menang Arisa jika harus berdebat dengan ibunya itu, dia selalu kalah telak. Dengan sedikit terpaksa, akhirnya dia masuk kembali ke dalam rumahnya untuk mengganti pakaiannya.
" Ini kan sudah cocok, Bu." Arisa menoleh ke belakang, bermaksud untuk protes, tetapi pelototan mata wanita itu makin besar aja. Akhirnya dengan cepat, dia berlari ke kamarnya sebelum kena semprot sama ibunya lagi.
Tidak lama kemudian, Arisa keluar dengan balutan dress berwarna kuning dengan panjang pas di atas lututnya sedikit.
"Ya ampun, Risa....kamu udah pakai dress begitu, coba dipoles sedikit donk wajahmu yang kusam itu, biar matching." kritik wanita yang biasa dipanggil dengan sebutan Bu Dina, ibunya Arisa.
"Tapi...Bu...." dengan muka memelas, akhirnya ibunya menarik tangannya berjalan masuk ke dalam kamar. Ibu Dina segera mengambil bedak, lipstik dan perlengkapan lainnya. Tidak perlu waktu lama, akhirnya terlihatlah perbedaan antara sebelum dan sesudah pada riasan wajah Arisa. Gadis itu memandang wajahnya di cermin, rasa ingin protes dan berteriak.....norak. Tetapi keburu, ibunya itu sudah berjalan ke luar dan meneriakinya lagi.
"Ayo cepatan...Sa, nanti benaran kita terlambat nih." teriak ibunya dari luar.
Mau tidak mau, Arisa segera keluar tanpa sempat lagi memperbaiki riasan di wajahnya yang super norak menurutnya. Sebenarnya itu hanya perasaan Arisa saja, karena selama ini dia jarang sekali berdandan. Dengan segera dia mendorong si Jablay, motor bututnya itu yang selalu setia menemani dia ke mana-mana.
Brum...brum...brum
Bunyi mesin motor setelah distarter oleh Arisa. Dengan cekatan, tanpa disuruh ibunya itu sudah duduk di belakangnya, lalu mereka pun berangkat ke pesta nikah kerabat ibunya Arisa siang menjelang sore itu.
********
Sudah beberapa hari, Andika menjalani perawatan lanjutan setelah dia sadar beberapa hari sebelumnya. Kondisi Andika sudah banyak mengalami perkembangan. Andika terlihat lebih bugar, kondisinya sudah sangat membaik, hanya saja dia masih mengalami lupa ingatan. Dia tidak dapat mengingat apa yang telah dialaminya sehingga membuat dia terbaring di rumah sakit, bahkan dia sama sekali tidak dapat mengingat sosok kedua orang tuanya yang dengan setia mendampinginya selama dia dirawat di rumah sakit. Yang ada di dalam ingatannya hanya sebuah nama Erina, wajah gadis cantik itu masih terbayang-bayang di dalam ingatannya. Bahkan, dia mengingat kalau dia akan segera melangsungkan pernikahan dengan Erina.
Sudah berkali-kali dia menanyakan kabar Erina kepada kedua orang yang mengaku sebagai orang tuanya itu, tetapi orang tuanya hanya menjawab sekedarnya saja.
"Erina baik-baik saja...kamu tidak perlu kuatir. Yang penting kamu cepat sembuh." jawab Anita singkat setiap kali Andika menanyakan sesuatu tentang Erina.
"Baiklah....Tuan Andika, sepertinya kondisi kesehatan Anda mengalami banyak perkembangan. Melihat kondisi Anda saat ini, Anda sudah diperbolehkan pulang hari ini, nanti tinggal kontrol rawat jalan saja ya." ujar dokter Hadi setelah melakukan pemeriksaan terakhir kepada pasiennya itu.
"Nanti saya akan memberikan resep obatnya dan jadwal kontrol rutinnya ya..." lanjut dokter Hadi sambil menuliskan beberapa catatan pada rekam medis Andika.
"Baik, dok. Kami sangat senang mendengarnya. Kami akan membawa Andika untuk kontrol rutin sesuai jadwal, Dok." jawab Wijaya yang sangat senang mendengar kabar bahwa anaknya sudah bisa keluar dari rumah sakit hari ini.
"Kamu dengar, Nak... Hari ini kamu sudah boleh keluar rumah sakit." Anita mencoba berbicara dengan Andika, namun tidak ditanggapi oleh Andika. Anaknya itu hanya terlihat sedih menatap kosong keluar jendela. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
****
Siang itu, jalanan cukup ramai. Andika yang sudah duduk di belakang mobil, menatap keluar jendela, tatapannya kosong menerawang ke arah langit. Sesekali dia memperhatikan kesibukan orang -orang yang berlalu lalang di jalan yang dilewatinya itu. Akhirnya mobil yang ditumpanginya itu berhenti di perempatan jalan sebentar, menunggu lampu merah berganti menjadi lampu hijau. Tatapannya masih sama, kosong seolah-olah mengandung banyak misteri. Anita yang melihat Andika dari kaca mobil depan, merasa sedih melihat kondisi anaknya yang duduk lesu tidak bersemangat itu.
Tiba-tiba, seorang gadis dengan membawa emak-emak modis ikut berhenti menunggu lampu merah, tepat di samping mobil Andika. Sekilas Andika melihat gadis itu, awalnya dia tidak begitu memperhatikan, tetapi kemudian dia terkejut dan menatap kembali gadis itu dengan seksama. Gadis itu....
"Erina....Erina...." Spontan Andika berteriak memanggil nama kekasihnya itu, mengagetkan kedua orang tuanya yang berada di depan. Namun, tiba-tiba gadis itu segera melajukan motornya karena lampu hijau telah menyala. Kedua orang tua di depan bingung dengan teriakan anaknya barusan. Mereka mengira anaknya itu sedang melamun hingga teringat terus dengan Erina. Kemudian, Wijaya pun melajukan mobilnya menerobos kemacetan jalanan itu menuju di tempat kediamannya.
Sesampainya di rumah, Andika membuka pintu mobil dan berhenti sejenak sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
Rumah ini begitu asing bagiku, apa benar ini rumahku, apa benar mereka ini orang tuaku. Tanya Andika dalam hati merasa asing dengan semua hal di sekelilingnya itu. Anita segera merangkul tangan anaknya itu dan mengajaknya untuk masuk ke dalam rumah.
"Mari mama antarkan ke kamarmu, sayang. " ajak Anita sembari memberikan semua bawaannya kepada asisten rumah tangganya yang sudah bersiap-siap kepulangan tuannya dari tadi pagi.
"Iya...."jawab Andika singkat.
"Kamu tidak perlu memaksakan diri, nanti pelan-pelan kamu akan mengingat semuanya. Yang terpenting sekarang, kamu harus menjaga kesehatanmu, agar kami benar-benar pulih kembali seperti dulu lagi. " hibur Anita sambil berjalan menuju kamar Andika diikuti anaknya itu di sampingnya.
"Ini kamarmu, sayang. Istirahatlah." Tidak banyak bicara, Andika langsung masuk ke dalam kamarnya, merebahkan badannya ke ranjang empuk yang ada di dalam kamar.
"Istirahatlah....Nanti mama akan memanggilmu, jika makan siang sudah siap." ujar Anita sambil berjalan keluar, kemudian menutup pintu kamar, membiarkan Andika sendirian agar bisa istirahat.
Andika memandang keadaan sekeliling kamarnya. Melihat foto miliknya yang terpasang di salah satu sisi dinding, barang-barang koleksinya yang tertara rapi di satu lemari di sudut kamar. Akh....mengapa aku tidak bisa mengingat sedikitpun kenangan di dalam kamar ini? Semua terasa begitu asing.... guman Andika dalam hati penuh dengan kekecewaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Endang Astuti
sehat truss ya up nya biar panjang....
2020-11-15
1
Oki Indriani
semangat terus kak
2020-06-28
1