Masih dalam keadaan marah, Andika sudah menyusul Erina masuk ke dalam mobil. Dia melihat gadisnya itu sudah menangis tersedu-sedu tetapi itu belum bisa mendinginkan hatinya yang sudah terlanjur panas terbakar oleh api cemburu ketika melihat kekasihnya itu berada di dalam pelukan laki-laki lain tadi yang tidak lain adalah mantan dari kekasihnya itu. Sebenarnya Andika sendiri sudah tahu akan masa lalu Erina sendiri, namun entah kena Andika tidak bisa menahan emosinya saat ini, padahal beberapa jam sebelumnya dia memperlakukan Erina dengan begitu mesra. Itulah kekurangan Andika, dia mempunyai perasaan yang menggebu-gebu namun kadang-kadang dia tidak bisa mengontrol emosinya sendiri.
"Cukup!!! hentikan tangisanmu. Aku tidak terpengaruh dengan tangisanmu ini!Bisa-bisanya kamu masih punya hubungan dengan laki-laki brengsek itu, padahal kita akan menikah sebentar lagi!" bentak Andika menahan geram.
"Aku tidak tahu apa lagi yang harus kukatakan kepadamu! Sudah berkali kubilang, bahwa aku sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan dia...kenapa kamu masih tidak bisa percaya kepadaku???" balas Erina terbata-bata oleh isak tangisnya.
" Aku hanya kebetulan berpapasannya dengan tadi....lalu....." lanjut Erina namun sudah dipotong oleh Andika.
"Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, kau ada di dalam pelukannya tadi, bahkan kau menatap mesra padanya tadi." sanggah Andika tanpa mendengar penjelasan Erina lebih lanjut.
"Itu tidak seperti yang kamu bayangkan." Erina bermaksud membela diri, namun dia mulai ketakutan menyadari bahwa Andika mengemudi dalam kecepatan begitu tinggi.
Tanpa sadar, Andika tidak fokus dalam menyetir mobilnya, sesekali dia melihat ke depan dan menoleh ke samping lagi, bertengkar dengan Erina. Tiba-tiba....
"Akh......" teriak Erina reflek mengangkat tangannya menutupi wajahnya. Andika kaget dan melihat ke depan
Sebuah truk dengan kecepatan tinggi sedang melaju ke arahnya. Spontan Andika membanting setir dan membelokkan mobilnya, namun karena mobil melaju begitu cepat, mobil itu menerobos pagar pembatas dan terjun dari jalan layang tersebut, hingga mobil itu berguling-guling dan berhenti dalam keadaan terbalik.
Kepala Erina menghantam keras pada dasboard mobil di depannya. Darah segar sudah mengucur deras dari kepalanya. Dia sudah tidak menyadarkan diri. Sementara itu, Andika masih dalam keadaan setengah sadar melihat ke arah kekasihnya itu.
"Erina....Er....bangun sayang." panggilnya pelan hingga akhirnya dia pun kehilangan kesadarannya. Dan mereka tidak tahu apa lagi yang terjadi selanjutnya.
Sementara itu, orang-orang yang berada di sekitar lokasi kecelakaan segera menghubungi pihak kepolisian dan rumah sakit agar bisa segera memberikan pertolongan. Beberapa orang mengenali korban laki-laki dalam kecelakaan tersebut. Tentu saja mereka kenal, karena korban tersebut merupakan putra dari Tuan Wijaya Raharsyah, salah satu konglomerat terkenal dengan sederetan perusahaannya.
Di kediaman rumah Wijaya Raharsyah:
Kring....kring.....kring
Bunyi telepon mengagetkan Tuan Wijaya dan Nyonya Anita yang sedang bersantai di ruang tamu. Anita yang tidak lain adalah ibu dari Andika Raharsyah segera mengangkat telepn.
"Apa benar ini kediaman Tuan Wijaya Raharsyah?" tanya dari suara seberang.
"Ya, ini dengan nyonya Raharsya... Ada apa ya???" Ibu Anita tanya balik dan mulai kuatir merasakan ada sesuatu yagn buruk terjadi.
Tiba-tiba, telepon terlepas dari genggaman Ibu Anita dan wajahnya menjadi pucat lalu menangis meraung-raung.
"Ada apa Mah? ada apa?" tanya Tuan Wijaya kaget melihat istrinya.
"Anak kita Pah...anak kita...." jawab Ibu Anita namun tidak sanggup untuk melanjutkan
"Iya, ada apa dengan Andika mah?" tanya Tuan Wijaya penasaran.
"Andika kecelakaan Pah..." seketika itu meledaklah tangisan wanita itu yang sudah kalut mendengar kabar buruk tentang anaknya.
Tidak lama kemudian, sepasang suami istri ini telah sampai di rumah sakit yang diberitahukan oleh penelepon tadi. Andika masih berada di dalam ruang operasi. Mereka menunggu dengan hati was-was memikirkan kondisi anaknya. Sejak dari rumah, tak henti-hentinya Ibu Anita menangisi keadaan anaknya.
"Sudah Mah...tenang dulu...kita serahkan semuanya kepada Tuhan." kata Tuan Wijaya bermaksud untuk menenangkan istrinya.
Sementara itu di ruangan lain, keluarga Handoko tidak kalah kalutnya, apalagi ibunya Erina yang sudah menangis meraung-raung saat itu mendengar kabar buruk bahwa putri kesayangannya itu tidak dapat diselamatkan lagi. Sesaat setelah dilarikan ke rumah sakit, kondisi Erina yang sudah kritis akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya sebelum sempat ditangani oleh dokter.
Wijaya yang kemudian mendapatkan informasi bahwa putranya mengalami kecelakaan bersama dengan putri dari sahabatnya segera mencari tahu bagaimana kabar calon menantunya itu. Namun, sesampainya di depan ruangan tersebut, dia melihat ibu Erina yang sudah berteriak-teriak seperti orang gila, membuat dirinya mengurungkan niatnya untuk menyapa sahabatnya. Seketika itu, dia dapat menebak apa yang telah terjadi dengan putri sahabatnya sekaligus calon menantunya itu, dia ikut terpukul mendengar kabar itu. Akhirnya dia kembali ke ruang tunggu untuk menunggu kabar putranya yang masih ada ditangani dokter di ruang operasi.
Sesaat kemudian, dokterpun keluar diikuti oleh perawat di belakangnya.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" dengan langkah seribu, Anita langsung menyerbu dokter untuk menanyakan keadaan putra kesayangannnya itu.
"Operasi anak ibu berhasil, keadaannnya sudah stabil saat ini. Jangan kuatir Bu, beberapa hari lagi mungkin anak ibu akan sadar, akan tetapi....." jawab dokter menjelaskan keadaan pasien yang barusan ditanganinya itu.
"Tetapi....tetapi apa, Dok??" Anita semakin kalut mendengarkan penjelasan dokter yang sepertinya akan memberikan kabar buruk tentang anaknya itu. Sementara itu, Wijaya berusaha menenangkan istrinya itu.
"Kalaupun anak ibu bisa sadar nanti, kemungkinan besar dia akan kehilangan sebagian ingatannya, karena dia mengalami gegar otak setelah kepalanya terbanting cukup keras dalam kecelakaan yang dialaminya itu." lanjut dokter.
"Baiklah, Bapak...Ibu...Saya permisi dulu. " pamit dokter tersebut setelah dirasanya sudah cukup memberikan penjelasan tentang keadaan pasien kepada dua orang di depannya itu.
"Bagaimana ini, Pah? Kata dokter Andika akan mengalami hilang ingatan hiks..." tangisan Anita semakin menjadi-jadi memikirkan kondisi putranya saat ini.
"Sudah....Mah, sudah....Bersyukur anak kita masih bisa selamat, sedangkan Erina...." perkataan Wijaya terputus menyadari tidak mungkin memberitahukan kabar kematian Erina kepada istrinya saat ini, yang ada mungkin akan semakin shock.
"Kalaupun nantinya Andika mengalami hilang ingatan, bukankah kita akan selalu ada untuk mendampinginya agar dia bisa mengingat semuanya pelan-pelan." lanjut Wijaya untuk menghibur istrinya. Syukurlah istrinya tidak begitu menyadari ketika dia hampir tercetus memberitahukan mengenai kabar Erina.
Beberapa hari kemudian....
Pemakaman Erina begitu memilukan setiap hati para pelayat, karena Nyonya Handoko, mamanya Erina menangis tak henti-henti meratapi kepergian putrinya itu. Wijaya pun ikut hadir dalam pemakaman tersebut untuk memberikan dukunan moral kepada sahabatnya itu. Namun, tiba-tiba mama Erina berteriak dengan penuh amarah kepada Wijaya.
"Semua gara-gara anakmu....." bentak mama Erina kepada Wijaya.
"Sudah....Mah....Tenang....ini semua sudah takdir Tuhan, tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini." Tuan Handoko berusaha menenangkan kemarahan istrinya.
"Tidak.......jika Andika membawa mobil dengan hati-hati, tidka mungkin mereka akan mengalami kecelakaan, dan Erina meninggalkan kita, Pa..." bantah istrinya.
Akhirnya, wijaya segera pamit kepada sahabatnya itu mengingat kondisi yang tidak tepat saat itu untuk dia berlama-lama. Lalu kembali ke rumah sakit untuk menemani istrinya yang masih menunggu dan berharap putranya akan sadar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Endang Astuti
bagusss 😍
2020-11-15
2
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
aku mampir lagi ya thor...
salam dari "Cinta Pak Bos"😊
2020-07-20
1
Priska Anita
Suka 💜
2020-07-18
1