"Apa maumu datang ke sini, sialan?!" desisnya, penuh amarah.
"Melamarmu, Sia!" jawab lelaki rupawan itu, enteng.
Sia yang mendengar kalimat itu keluar dari mulut lelaki itu, hanya bisa bengong dengan mulut yang terbuka cukup lebar.
"Kamu sudah gila ya? Kenal aja enggak, kok tiba-tiba malah mengajak nikah? Stres nih orang," pekik Sia, berjalan meninggalkan kedua lelaki itu.
Greb ....
Tangan Sia di genggam oleh Albert, membuat Sia menoleh padanya, dengan tatapan benci.
"Apa lagi? Kalau kamu stres, jangan buatlah di sini. Pergi aja ke rumah sakit jiwa. Di sana banyak perawat dan dokter yang sabar menghadapi kamu. Kalau aku sih enggak bisa! Aku bukan orang sabaran!" celetuk Sia, menghempas tangan lelaki itu dengan kasar.
"Namaku Albert, kamu sudah tahu sekarang. Kita sudah kenal! Aku tahu kamu Sia. Dan kamu tahu namaku Albert. Sekarang tidak masalah kalau kita menikah, kan? Karena kita sudah kenalan," ucap Albert, bersikukuh.
Sia yang mendengar perkataan itu, kembali merasa marah dan geram. Jika saja dia tidak memiliki sopan santun, mungkin rambut Albert sudah perampok karena dia jambak.
"Kenalan apanya? Aku bahkan tidak menginginkan perkenalkan itu. Kamu sendiri yang mengatakan namamu! Aku masih belum mengakuinya. Pokoknya aku tidak kenal kamu! Pergi saja dari rumahku. Kenapa juga sih orang asing dibukakan pintu, buat aku kesal saja!" celetuk Sia, berlari masuk ke dalam kamarnya.
Namun saat wanita itu hendak menutup pintu, tiba-tiba tangan Albert mencekam daun pintu tersebut, membuatnya tidak bisa tertutup.
Albert menahan pintu itu dengan mudah, membuat wanita yang hendak menutupnya, dan kini sedang berusaha menutup pintu kamarnya dengan sekuat tenaga, akhirnya melempari dirinya dengan tatapan kesal.
"Lepaskan! Mana ada modelan tamu kayak kamu? Enggak sopan sekali sih! Ney, kamu enggak mau bantuin aku urus laki ini? Dia mau masuk kamar cewek nih. Gila banget!!" jerit Sia, tapi tidak membuat Honey beranjak dari tempatnya.
Padahal Derick sudah memasang ancang-ancang untuk menahan Honey membantu Sia dan menggagalkan rencana Albert untuk bisa berbicara dengan wanita itu.
Honey yang tidak bergerak dari tempatnya, dan terus mengetikkan sesuatu di dalam komputernya, membuat perhatian Derick jatuh padanya dengan cukup lama.
"Tenang saja. Aku bukan orang yang suka ikut campur urusan orang lain. Terlebih lagi, urusan lelaki yang sedang memperjuangkan kekasihnya," celetuk Honey, diakhiri dengan tawa kecil, seakan tengah sengaja tidak memedulikan Sia.
Derick yang mendengar jawaban itu hanya mengangguk mengerti, dan duduk di kursi yang ada di dekat dirinya. Satu meja dengan Honey yang sedang mengerjakan naskahnya di meja makan.
Kembali pada kedua pemeran utama kita ....
Sia masih berusaha sangat keras untuk merebut gagang pintunya dari Albert yang terus menahan daun pintu tersebut tertutup.
"Aku hanya ingin bicara denganmu tentang pernikahan! Kenapa kamu sulit untuk diajak bicara? Padahal aku ingin melakukan negosiasi yang cukup menguntungkan kamu. Aku tahu kamu menjadi model! Kamu tidaknya sponsor?? Aku akan menjadi sponsormu, kalau kamu mau menikah denganku!" ucap Albert, setengah berteriak.
Sampai-sampai suaranya terdengar di lantai 1 dan membuat dua orang yang mendengar itu hanya menggelengkan kepalanya ampun.
Sia memelototkan matanya, menatap Albert itu dengan tatapan tajam.
"Jangan gila ya! Aku tidak pernah mau menikah denganmu. Entah apa pun yang kamu janjikan. Sponsor ataupun kenaikan jabatan! Bodo amat, kau kira aku mau menikah dengan orang asing sepertimu?!" pekik Sia, dengan setengah berteriak.
Albert yang mulai geram, akhirnya menarik daun pintu tersebut dan membuat Sia terlempar ke depan karena tangannya yang masih menggenggam gagang pintu hanya dengan kuat.
Bruk!
Sia jatuh ke dalam pelukan Albert, saat dia hendak mencium lantai karena pergerakan cepat mereka, membuat keseimbangannya goyah.
Albert memeluk baik-baik tubuh mungil Sia yang pernah sekali dia peluk saat malam.
Dan kini saat dalam keadaan sadar, tidak terpengaruh alkohol sedikit pun. Dia menyadari jika tubuh wanita itu sangat ramping sampai-sampai ukuran pinggangnya lebih kecil daripada diameter telapak tangannya.
Albert sering melihat wanita bertubuh kurus, tapi tidak sah kurus wanita ini. Entah karena tidak pernah makan atau terlalu menjaga pola makannya, Albert sedikit ke pikiran dalam satu seper-sekian detik, saat telapak tangannya mendekap pinggang Sia.
Sia langsung berdiri dengan tegak, menatap lelaki itu dengan tatapan tidak senang dan membuat suasana mereka jauh lebih canggung dan horor dari pada beberapa saat yang lalu.
Albert menghela napasnya panjang, dia mendengar suara beberapa langkah kaki dari arah pintu masuk.
Albert mendorong tubuh Sia masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya dengan rapat, agar tidak ada seorang pun yang bisa mengganggu pembicaraan mereka.
Karena saat mendengar suara para lelaki itu datang dari arah pintu masuk, Sia sudah mengambil ancang-ancang untuk berteriak meminta tolong kepada teman-temannya yang baru datang itu.
Sia mengerutkan keningnya dalam, menatap wajah lelaki yang menghalangi pintu masuk kamarnya dengan punggung bidangnya, dengan tatapan yang semakin kesal. Bahkan nyaris, bisa dikatakan jika Sia benar-benar marah saat ini.
"Yang benar saja! Kenapa aku malah di sekap di kamarku sendiri? Kau gila? Cepat minggir! Aku mau keluar. Aku tidak mau berduaan di sini denganmu!!" ucap Sia, berusaha mendorong tubuh besar Albert menyingkirkan dari pintu kamarnya.
Tapi tubuh Albert yang besar, bahkan tidak bergeser sedikit pun walau Sia sudah mengerahkan seluruh tenaganya.
Padahal pekerjaan Sia adalah detektif. Dan dia cukup jago menguasai berbagai macam bela diri.
Tapi kenapa di hadapan lelaki ini, dia tidak bisa berkutik dan malah memperlihatkan sosok wanita lemah? Apa semua tenaganya sudah hilang karena melihat wajah tampan Albert yang seakan-akan tidak berdosa itu?
Jika memang benar, Sia pasti adalah wanita bodoh yang terlena dengan ketampanan seseorang.
"Argh!! Kenapa sih enggak mau minggir? Kalau kau mau bicara ya jangan di sini. Kita bicara di luar! Aku tidak terlalu suka merasa terintimidasi seperti ini," ucap Sia, dengan suara yang merendah pada kalimat terakhirnya.
Gelagat Sia yang menunjukkan sikap tidak nyaman, juga cukup mengusik ketenangan hati Albert.
"Baik, tapi berjanjilah padaku kalau kamu akan mendengarkanku saat kita di luar. Kita benar-benar harus bicara. Aku mengajakmu menikah karena memiliki alasanku sendiri. Kamu mengerti, Sia?" tanya Albert, berusaha bertanya baik-baik.
Bahkan suara Albert saat ini sudah terdengar sangat lembut dan halus, sampai-sampai membuat Sia yang merasa gelisah karena mereka berduaan di tempat yang sempit seorang diri, mendadak menjadi sedikit tenang.
"Baiklah, tapi mari keluar dulu," cicit Sia, sambil sesekali melirik ke arah Albert, dengan tatapan takut-takut.
"Ya, mari kita keluar. Tapi pegang janjimu, Sia! Dengarkan aku saat berbicara. Kita benar-benar harus melakukan negosiasi," ucap Albert, penuh penekanan di akhir kalimatnya.
Sia hanya mengangguk dan mereka berdua berhasil keluar dari kamar tersebut.
"Tepati janjimu, Sia!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments