( Rachel POV)
Ini sudah tiga puluh menit, namun Arga tidak kunjung keluar dari kamar. Aku mencoba mengetuk pintu tiga kali namun tidak ada sahutan dari dalam. Dengan ragu, kugapai knop dan membuka pintu ruangan itu.
Aku dapat melihat Arga yang sedang mencoba menenangkan Rea yang masih tampak gelisah, tangannya menggengam tangan gadis itu lembut sembari menatapnya penuh arti. Aku melangkahkan kakiku menuju mereka berdua, Rea memang belum sadar sepertinya. Matanya masih tertutup dan keringat dingin membasahi wajahnya.
“Arga, apa yang terjadi…” Arga meletakkan telunjuk ke bibirku, mengisyaratkanku untuk memelankan suaraku yang memang sedikit keras.
“Kemarilah, gantikan Aku memegang tangan Rea. Aku akan menelpon seseorang.” bisiknya tepat setelah Aku berada di sampingnya.
“Tapi bukankah Kau dokter, bagaimana mungkin Kau tidak bisa mengatasinya?”
“Tentu saja Aku dokter, bukan Tuhan.”
Aku memutuskan untuk tidak membalas perkataannya, apa yang dapat Aku sanggah dari kalimat mutlak itu. Satu-satunya yang memenuhi pikiranku saat ini adalah seberapa parah kondisi Rea hingga masih tak sadarkan diri.
Arga meninggalkan ruangan setelahnya, kini hanya ada Aku dan Rea. Entah apa yang terjadi pada Rea, tadi malam dia masih baik-baik saja.
“Rea, cepatlah membaik.” ujarku pelan sambil terus menggenggam tangannya.
*
(Arga POV)
Setelah keluar dari kamar, Aku segera mengambil ponselku dan menelpon lelaki itu. Satu-satunya orang yang bisa menenangkan Rea.
“Jeno, ini Aku Arga.”
"Iya ada apa,Arga? Apakah ada sesuatu yang tidak beres disana?"Aku bisa menduga bahwa lelaki itu khawatir, hanya dengan mengetahui Aku menelponnya.
“Rea,dia…”
"Baiklah, Aku akan segera kesana!"
Jeno mungkin orang yang begitu sibuk dan gila kerja, namun siapa yang menyangka bahwa ia akan selalu meluangkan waktunya untuk Rea. Ini sudah 2 tahun sejak Aku tau bahwa Jeno menaruh perasaan pada Rea. Orang yang melihat mungkin akan mengira bahwa yang Jeno sukai adalah Rachel. Namun, ia tidak buta untuk dapat tau perasaan Jeno yang sebenarnya. Inilah yang akhirnya membuat mereka saling terikat, ia, Rea dan Jeno. Mereka bertiga mempunyai cinta dan rahasia masing-masing. Dan kini, Rachel turut hadir ke dalamnya meski perlahan.
*
(Arga POV)
“Rachel Ayo kita keluar!” ujarku pada Rachel yang masih duduk di samping Rea.
“Bagaimana dengan Rea? Dia belum sadar.” Aku tidak akan membiarkan Rachel mengetahui bahwa Jeno akan kesini demi Rea, ini benar-benar bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan padanya.
“Tenang saja, Aku sudah memanggil seorang Dokter untuk mananganinya.”
“Tidak bisakah Kita menemaninya hingga Dokter itu selesai nanti?”
“Kau tau bahwa Kami para Dokter tidak suka diamati ketika sedang bekerja.” tentu saja Aku berbohong, kebanyakan dokter senang diamati dan diakui kemampuannya. Itu membuat Dokter berada di level yang berbeda, setiap kali melakukan pekerjaan dengan baik.
“Baiklah, Kita akan kemana?”
“Ikut saja, nanti Kau juga akan mengetahuinya.”
( Rachel POV)
Kini Aku sedang berada di mobil Arga, ia tampak fokus mengemudikan mobilnya. Sesekali Aku dapat melihat bahwa ia mengecek handphonenya, mungkin mencoba menghubungi dokter yang memeriksa Rea. Aku bertanya-tanya Dokter seperti apa yang membuat Arga mempercayakan Rea padanya.
“Apa Kau masih Khawatir tentang Rea?” tanya Arga tiba-tiba.
“Tentu saja, bagaimana bisa Kau membiarkan Rea begitu saja?”
“Percayalah padaku, Dokter yang kuhubungi ini bukan orang sembarangan. Ia akan merawat Rea dengan baik.”
“Lihat saja, jika sesuatu terjadi dengan Rea Aku tidak akan memaafkanmu.”
“Seharusnya, Aku lah yang mengatakan itu.”
“Nah, Kau kekasihnya. Bagaimana bisa mempercayakan kekasihmu pada orang asing?”
“Percayalah padaku, Dokter itu benar-benar bukan orang Asing”
“Lalu, sekarang Kau akan membawaku kemana?”
“Bukankah Kita kesini untuk liburan, kalau begitu mengapa Kita tidak menikmati liburan ini berdua saja?”
“Apa kau bercanda? Kondisi Rea sedang tidak baik, bagaimana bisa Kau!” Apa yang dipikirkan lelaki itu, apa ia sudah gila?
“Haha, Kita hanya akan makan siang, Rachel. Tak perlu panik, seolah Kau akan mengkhianati sahabatmu.”
"Tentu saja, Aku tidak akan pernah melakukan hal menjijikan seperti itu" batinku.
Kami sampai di sebuah restoran di tepi pantai, banyak pasangan muda-mudi yang menghabiskan waktunya disana. Benar-benar tempat yang romantis untuk menghabiskan waktu bersama.
“Apakah Kau tidak punya tempat lain yang layak dikunjungi selain ini?” tanyaku pada Arga, membuat alisnya sedikit mengerut.
“Bukankah disini cukup bagus? Makanannya dikenal lezat, dan pemandangannya juga cukup bagus. Apa yang salah?”
“Tidakkah Kau merasa tempat ini sangat berlebihan hanya untuk sekedar makan siang.”
“Apa yang salah dengan itu? Atau semua ini karena Kau berpikir bahwa Kita seperti sedang berkencan, melihat begitu banyak pasangan disini. Aku rasa Kau benar-benar berbakat menjadi pelakor dengan fantasimu itu.”
“Apa katamu?! Kau pikir Aku sudah gila, Aku tidak akan memikirkan hal menjijikan seperti itu!”
“Lalu, mengapa pipimu memerah? Apakah karena Kau marah atau karenam yang Aku katakan benar adanya?” sial Apakah pipiku benar-benar merah seperti yang ia katakan.
“Arga! Cepat pesan makananya, perutku sudah lapar!”
“Haha, Kau sangat menggemaskan ketika sedang marah. Seperti biasa.”
Kami menyantap makanan Kami dengan pelan, seperti kata Arga makanan disini memang cukup lezat. Aku bahkan bersedia menempatkanya sebagai destinasi kuliner wajib ketika ke Bali, setelah Jimbaran tentunya.
“Rachel...” Aku menghentikan makanku, dan menatap Arga yang juga sedang menatapku.
“Iya, kenapa?”
“Tidakkah Kau berpikir bahwa Kau cukup emosian? Kau cukup sering memarahiku, setauku dulu Kau adalah anak yang manis.” Iya, sebelum Aku mengetahui bahwa Kau semenyebalkan sekarang.
“Aku memang anak yang cukup manis, Aku hanya bereaksi begini pada orang yang tidak kusukai.”
“Bukankah Kau dulu menyukaiku? Lalu mengapa sekarang? Apakah sekarang Aku sudah tidak tampan lagi?” Ia mendekatkan wajahnya padaku, membuatku dapat merasakan deru nafasnya.
“Menjauhlah, Aku benar-benar muak melihat wajahmu!” Aku mendorong wajahnya, ia sedikit kaget namun segera mengontrol ekspresi wajahnya, yang entah mengapa..sangat lucu.
“Lihatlah, sepertinya Ketampananku bertambah. Kau bahkan sampai tidak tahan melihat Ketampananku.”
“Arga, apakah Kau mabuk? Jika, Kau mabuk Aku akan pergi sebelum Kau melakukan hal yang lebih menjijikan dari ini!” Aku bangkit dari kursi dan akan pergi, namun Arga menahan tanganku.
“Apakah mengakui ketampananku adalah hal yang menjijikan? Kau dapat bertanya pada seluruh gadis yang ada disini, mereka akan mengakui bahwa Aku memang tampan!”
“Aku akan pergi sekarang, lepaskan tanganku!” Cengkraman Arga semakin kuat namun tidak sampai menyakitiku, tangannya begitu besar namun juga lembut di saat yang bersamaan
“Duduklah sebentar, ada yang ingin Aku bicarakan” nada suaranya mendadak serius, dengan patuh Aku kembali duduk, mungkin saja yang ingin Arga bicarakan memang penting. Terlebih jika itu tentang Rea.
“Katakanlah!”
“Jadi…” ia menghentikan ucapannya sejenak dan menatapku. Aku menatapnya kembali, tepat di matanya.
"Sangat tampan!" batinku tanpa sadar.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Ani you
saling menatap
2020-07-01
0