Bertanya tanya

Tiba di tempat tujuan, Lilian tercengang melihat deretan gaun pengantin yang selama ini ia impikan. Dia sudah tidak sabar ingin mencobanya. "Tuan, dimana calon suami saya?" tanya Lilian sedikit berbisik

Tanpa menjawab, Brian menyeret Lilian ke ruang ganti. "Cepat kenakan gaun mana yang kamu suka!" tegas Brian lalu ia ke sofa menunggu Lilian keluar dari ruang ganti.

Tak berapa lama, wanita bak seorang putri turun dari kayangan, menampakan dirinya dengan balutan gaun putih yang indah. Kecantikan yang dimiliki Lilian sedikit menyita perhatian Brian namun hatinya masih ditempati oleh wanita lain.

"Bagaimana Tuan Brian, apakah saya semakin cantik mengenakan gaun ini?" tanya Lilian tanpa malu malu.

"Ah Tuan, saya lupa. Coba ambil gambar lalu kirim pada Tuan Dama. Tanyakan padanya, apakah gaun ini cocok dengan saya atau saya terlihat gemuk mengenakan gaun ini," ujar Lilian tersenyum.

Menatap malas Lilian, Brian mendekat lalu meminta salah seorang pegawai untuk mengambil gambar mereka berdua.

"Tuan, kenapa anda mengambil gambar bersama saya? Bagaimana jika Tuan Dama cemburu lalu membatalkan pernikahan kami!" celetuk Lilian. Dia meminta pegawai mengambil gambarnya seorang diri. Bahkan dia masih sempat sempatnya berpose secantik mungkin.

"Ah, ini baru cantik," gumam Lilian setelah melihat hasilnya. "Tuan, usahakan kirim yang saat saya berpose seorang diri," ujar Lilian tersenyum bahagia. Bukan bahagia lantaran dia mau menikah dengan Tuan Dama yang dua itu, tapi dia tersenyum karena melihat hasil dari mencoba gaun yang mahal itu.

Tanpa menanggapi, Brian mengirim foto saat dia dan Lilian mengambil gambar. Lalu memasukan ponselnya ke dalam sakunya. Menatap Lilian, dia hanya mengibaskan tangan meminta Lilian mengganti pakaian.

"Tuan, bukannya masih banyak gaun di dalam, kenapa hanya gaun ini yang harus saya coba?" tanya Lilian sedikit kesal. Dia ingin mencoba gaun yang lain.

"Kata Tuan Dama kamu cantik, jadi tidak perlu mencoba yang lain," ujar Brian. Walau kalimatnya kali ini panjang, tapi kulkas tetaplah kulkas. Dingin sedingin es. Ekspresinya masih saja datar. Tidak ada tanda tanda dia akan tersenyum, apalagi benar benar tersenyum.

Menarik senyum, Lilian segera mengganti kembali gaunnya. Lalu kembali menemui Brian yang sudah tidak ada di dalam. Sedikit kesal, dia menemukan ide untuk membuat pria tampan itu semakin kesal. Menemui Brian di mobil, Lilian mengambil tempat di tempat biasa yang tadi dia duduki.

"Tuan, bisakah anda mengirim foto tadi ke saya," lirih Lilian.

Tanpa menjawab ya atau tidak, Brian langsung mengirim foto Lilian. Tanpa dia sadari, dia telah masuk dalam jebakan Lilian. Selesai mengirim foto, Brian menyandarkan kepala di sandaran kursi, lalu mengatur tempat duduk hingga posisi tidur.

Lilian menatap foto dimana ada Brian. Mengulum senyum, dia kembali memuja ketampanan seorang Brian. "Tuan Brian, andai anda adalah calon suami saya___" Mengembuskan napas pelan, Lilian ikut menyandarkan kepala di sandaran kursi lalu ikut memejamkan mata.

"Tuan Brian, maafkan saya–saya menjadikan anda pasangan khayalan ku," lirih Lilian tanpa membuka mata.

Tiba di rumah, Lilian masuk ke kamarnya sesuai perintah dari Brian. Sementara Brian kembali ke tempat kerja. Beberapa jam bersama Lilian membuat kepala Brian berdenyut, sakit dan hampir meledak–tapi tidak sampai meledak.

Brian sudah di Perusahaan, tepatnya di ruang kerja sang Kakek. Tuan Dama tidak mau di rumah selama Brian belum mau menikah. Dan itulah salah satu alasan kenapa Brian mau menikah, agar sang Kakek menikmati masa tuanya di rumah.

"Menurutmu Lilian bagaimana orangnya?" tanya Kakek Dama. Boleh dikata sang Kakek sudah tahu jawabannya.

Lagi lagi berbicara tentang kulkas, Brian tak menanggapi panjang kali lebar, dia hanya menjawab satu kata. "Cerewet,"

Tertawa, Kakek Dama menertawakan jawaban singkat dan padat yang dia dengar. "Kau tahu, Nenek kamu juga dulunya cerewet seperti dia. Itu sebabnya Kakek suka wanita cerewet. Dia akan membuat hari harimu penuh makna,"

Memutar bola mata malas, Brian menutup mata. "Sepertinya aku akan mati muda," lirih Brian disambut tawa oleh Tuan Dama.

.

.

Lilian masih tidur namun sudah dikagetkan dengan kehadiran Brian yang tiba-tiba berdiri di sisi tempat tidurnya. Menyadari dirinya hanya mengenakan bikini, Lilian segera menutup tubuhnya.

"Cepat tutup mata! Hanya Tuan Dama yang boleh melihat tubuh mulus ku!" cecar Lilian masih melindungi tubuhnya.

Lagi lagi Brian tak menanggapi. Dia menarik tangan Lilian lalu membawanya ke kamar mandi. "Jangan sok, aku yakin, tubuhmu ini sudah sering di cicipi pria lain!" desis Brian melepas tangan Lilian dengan kasar.

"Jaga ucapan anda, Tuan?" Lilian mengepal dengan kuat.

"Lihat saja nanti, aku akan membungkam mulut anda saat di malam pertama saya dengan Tuan Dama nanti. Saya akan meminta Tuan Dama untuk membiarkan Tuan Brian menjadi penonton di malam pertama kami. Di sana Tuan akan menyaksikan, sudah berapa banyak tubuh ini di cicipi oleh pria lain. Jika Tuan Dama adalah pria pertama, maka Tuan Brian harus mentransfer semua uang milik Tuan Brian ke rekening saya." tantang Lilian.

"Oke." Respon yang singkat namun penuh makna. Brian meninggalkan Lilian di kamar mandi. Terdengar Lilian mengumpat lantaran pagi ini tidak seperti pagi kemarin, Lilian dibantu mandi.

Lima belas menit berlalu, Lilian sudah selesai mandi bahkan sudah selesai mengenakan pakaian. Cepat, saling cepatnya Brian tak percaya jikalau Lilian mandi. Mendekati Lilian yang saat ini sudah di ruang keluarga, Brian menatap lekat lekat Lilian. "Kamu tidak mandi kan?" tuding Brian.

Mencibir, Lilian tak menanggapi. Dia mencari cari keberadaan Tuan Dama dan mendapati Tuan Dama di taman. Tersenyum, Lilian mendekati Tuan Dama yang sedang membaca koran.

"Tuan, bolehkah Saya bergabung dengan Tuan?" tanya Lilian sopan.

"Silahkan, Lilian." tersenyum menatap Lilian. Membalas senyum dari Tuan Dama, lalu mengambil tempat di samping pria tua itu.

"Tuan, dimana istri Tuan yang lain? Apa mereka semua memiliki rumah masing-masing?" pertanyaan konyol itu terdengar namun berhasil membuat Tuan Dama tertawa.

"Istri? Saya hanya memiliki satu istri, Lilian. Dan dia sudah lama meninggal." Terdengar hembusan napas kasar, namun sorot mata itu nampak menampilkan kerinduan.

"Maaf, Tuan–saya tidak bermaksud menggali cerita yang menghadirkan kesedihan. Saya bertanya karena Tuan pernah bilang, Tuan memiliki banyak istri. Tuan masih ingat, kan?"

"Lilian, yang menikah dengan kamu nanti bukan saya, tapi cucu saya. Kamu sudah mengenalnya, namun kamu tidak menyadarinya. Besok, kamu akan bersanding dengannya dan mengucapkan janji suci bersamanya," jelas Tuan Dama.

Lilian terdiam. "Aku mengenalnya namun tidak menyadarinya. Apa pria yang dimaksud Tuan Dama adalah Tuan Brian?" batin Lilian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!