Berandai andai

Lilian tercengang melihat rumah besar Tuan Dama. Wanita itu mendekat pada Brian yang berada di belakang Tuan Dama. "Sepertinya aku tidak salah mengambil keputusan," bisik Lilian pada Brian.

"Dasar wanita gila harta," sindir Brian lalu meninggalkan Lilian.

Lilian menarik senyum, dia mempercepat langkah kakinya mengejar Tuan Dama. Duduk di kursi bersama Tuan Dama, Lilian melirik Brian yang juga duduk di kursi. "Ternyata calon suamiku baik sekali. Lihatlah, dia membiarkan asistennya makan bersama dengan ku, calon istrinya." bisik Lilian.

Lilian sengaja mengucapkan kalimat kalimat itu, dia kesal dan tidak suka pada Brian yang selalu datar. Tanpa dia ketahui, calon pengantin yang sebenarnya adalah pria yang sedari tadi dia ajak bicara.

"Lilian, berhubung kamu adalah gadis penebus hutang–maka aku tidak perlu meminta pendapat darimu. Keputusanku sudah bulat. Pekan depan, di rumah ini akan diadakan acara menyambut menantu keluarga Closter." tegas Tuan Dama.

Brian terdiam, dia tak bisa membantah keputusan sang Kakek. Pria tua yang telah membesarkannya selama ini.

Makan malam di mulai, baik Tuan Dama maupun Brian hanya diam saja. Terkecuali Lilian yang terus bertanya. "Tuan, kalau boleh tahu, saya istri ke berapa nantinya?"

Uhuk! Tuan Dama memuntakan makanan yang sudah di mulutnya. Bukannya marah, dia justru tertawa. Berbeda dengan Brian yang menatap kesal pada Lilian yang terlalu cerewet menurutnya.

Tersenyum, Tuan Dama akhirnya paham, bahwa wanita yang tengah duduk di samping Brian belum mengetahui, siapa calon suaminya yang sebenarnya. "Kamu istri ke sebelas," jawab Tuan Dama.

Jleb!! Lilian menelan sedikit saliva nya yang tercekat. Walau jawaban itu lucu, namun Brian tetap tidak tertawa sedikitpun. Berbeda dengan para pelayan yang mendengarnya, mereka semua tertawa pelan.

Tersenyum, Lilian baru saja menguasai dirinya kembali. "Baguslah, itu artinya aku tidak perlu melayani suamiku setiap malamnya. Karena ada sepuluh wanita yang juga ingin dibelai,"

Byurrrr. Brian yang tadinya minum mengeluarkan air yang sedikit lagi dia telan. Menatap Lilian, Bria rasa wanita di sampingnya itu tidak waras.

Hahahaha. Tuan Dama tertawa. "Sekalipun begitu, kamu harus siap setiap saat. Takutnya kamu diinginkan setiap saat," ujar Tuan Dama. Lalu melirik Brian.

"Akhh! Aku bisa gila berada di antara mereka. Oh Tuhan, kenapa harus wanita ini yang dipilih Kakek. Padahal banyak wanita yang jadi penebus hutang!" batin Brian.

Mengangguk, Lilian mengiyakan. Lalu kembali menikmati makanannya. Selesai makan, Lilian dan Brian di ajak ke kamar Tuan Dama, sesampainya di kamar, Lilian kembali berbisik di telinga Brian.

"Apa kami akan memulai malam pertama?"

Mendesah pelan, Brian merasa dia akan mati cepat bila memperistri Lilian. Tanpa menjawab, dia terus berdiri menunggu sang Kakek duduk.

"Brian, sekarang kamu bawa Lilian ke kamar. Pastikan dia sudah tidur baru kamu keluar dari kamarnya," tita Tuan Dama.

"Baik, K__ Baik, Tuan." Pamit undur diri, Brian membawa Lilian ke kamar. Tak ingin membuka pintu untuk wanita itu, Brian hanya memberi kode pada Lilian.

Lilian segera membuka pintu setelah dia memahami kode kode dari Brian. Masuk ke dalam kamar, dia merebahkan dirinya di atas tempat tidur yang empuk itu. Saking empuknya, Lilian berputar putar di atas tempat tidur.

"Lilian cepat tidur!" titah Brian tanpa ekspresi.

Tersenyum, Lilian beranjak dari tempat tidur. Dia berjalan mendekat pada Brian. Brian mundur ke belakang, sementara Lilian terus mendekatinya. Dua langkah ke belakang lagi mentok di dinding, Lilian berhenti.

"Tuan tampan sekali, tapi terlalu kaku jadi laki-laki." menjauh dari Brian, Lilian mengambil tempat di sofa. "Ayo duduk di sini," ajak Lilian.

Walau berwajah datar, Brian tetap mengindahkan ajakan Lilian. Namun dia duduk di sofa yang berbeda. Menguap, dia benar benar mengantuk. Ingin sekali dia kabur ke kamarnya, tapi CCTV di depan kamar menyala.

"Sudah berapa lama Tuan Brian bekerja sebagai asisten Tuan Dama?" tanya Lilian mengintrogasi.

"Sejak dalam kandungan," balas Brian singkat.

Lilian tertawa. Dia menganggap Brian sedang memainkan lelucon. "Tuan, lalu berapa gaji yang Tuan terima tiap bulannya?" Lilian masih melanjutkan leluconnya.

"Tidak terhitung jumlahnya," balas Brian. Anehnya, dia selalu menjawab walau dia sendiri tidak menyukai Lilian yang cerewet bahkan terlihat centil.

"Doakan aku, semoga aku tetap awet muda walau sudah menjanda nanti. Aku pastikan, Tuan adalah targetku selanjutnya. Tetap menghemat, sayang, agar nanti aku yang menikmati tabunganmu."

Semakin terdengar konyol, Brian semakin tidak betah berada di ruangan yang sama dengan Lilian. Dia memilih memejamkan mata guna menghindari Lilian yang selalu ada bahan ceritanya.

Pukul dua dini hari , Brian terbangun dan mendapati dirinya di sofa. Bahkan ada selimut yang menutupi tubuhnya. Sementara di atas tempat tidur, Lilian sedang tertidur pulas tanpa mengenakan selimut. Mengambil napas panjang, Brian turun dari sofa. Dia mengambil selimut lalu menutupi tubuh Lilian. Menatap sejenak wajah cantik Lilian, lalu mengambil langkah keluar dari kamar.

Pagi hari, Brian sudah tidak ada di rumah, begitu juga dengan Tuan Dama. Di rumah hanya ada pelayan dan kepala pelayan. Beberapa pelayan telah menyiapkan pakaian juga air hangat untuk Lilian. Mereka akan membantu Lilian berdandan sebelum mengantar wanita itu memilih gaun pengantin yang akan dia kenakan saat hari pernikahan nanti.

"Nyonya, saatnya mandi, Nyonya," kepala pelayan memberitahu saat melihat Lilian mematung di atas tempat tidur. Lilian masih merasa seperti mimpi. Dia mencubit pipinya dan hasilnya dia meringis kesakitan.

"Jadi aku tidak sedang bermimpi?" Lilian membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.

"Ayo, ayo bantu aku mandi." Lilian segera turun dari tempat tidur. Melihat Lilian, mereka sebenarnya merasa iri namun pemikiran tentang bukan jodoh membuat mereka kembali berpikir waras.

Dengan senang hati, beberapa wanita yang juga korban penebus hutang, mereka membantu Lilian mandi. Bahkan mereka membantu Lilian mengenakan pakaian. Juga mendadani Lilian.

"Benar kata Tuan Dama, Nyonya Lilian memang cantik. Nyonya berwibawa dan pantas menjadi Nyonya Closter," puji kepala pelayan wanita.

Selesai mendandani Lilian, kepala pelayan mengantar Lilian ke dalam mobil dimana ada Brian di sana. Duduk di samping Brian, Lilian menarik senyum lebar namun Brian tak membalas senyum dari Lilian.

"Tuan, dimana calon suami saya?" tanya Lilian mencari keberadaan Tuan Dama.

Supir yang di depan mengerutkan kening namun tetap mengemudikan mobil menuju tempat tujuan. Dalam perjalanan, Lilian menatap Brian yang memejamkan mata. Tersenyum, dia seperti menemukan ide. Namun bukan ide, melainkan ia terpana akan ketampanan seorang Brian.

"Tuan, andai Tuan adalah calon suami saya, mungkin sayalah wanita yang beruntung memiliki calon suami yang tampan dan gajinya dalam sebulan tak terhitung jumlahnya." Memikirkannya saja Lilian sudah mau gila, apalagi itu jadi kenyataan, mungkin dia akan mengabdikan dirinya seumur hidup pada Brian.

Terpopuler

Comments

Siti Orange

Siti Orange

lilian Sangat Kocak

2023-07-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!