Menjelang buka puasa

Mario duduk di kursi kebesarannya dengan berkas di yang sendang dia pegang, pria itu membaca laporan yang Fabio berikan.

Tidak ada yang begitu terlalu ditakuti, karena ternyata mobil yang setiap hari mengikutinya hanya dari pesaingnya yang jauh dibawahnya.

"Lakukan saja seperti biasa, ingat Maurer tidak akan membunuh, paling tidak mereka masih bisa bernapas." Kata Mario pada Fabio yang duduk didepannya.

"Kalau jadi aku, mereka sudah aku libas kepalanya." Fabio beranjak berdiri.

"Dalam keluarga Maurer, tidak ada yang membunuh."

"Tapi hanya membuat dunianya hancur."

Fabio dan Mario tertawa setelahnya.

"Ngomong-ngomong aku belum menengok keponakan ku, apa aku boleh berkunjung?" Ucap Fabio sebelum keluar dari ruangan Mario.

Mario memicingkan mata menatap sahabat sekaligus orang kepercayaannya itu.

"Apa kau lupa jika putriku begitu berharga, meski hanya kau yang melihatnya." Kesal Mario pada Fabio.

"Ck, kau pelit sekali. Dia sudah berusia dua bulan dan aku tidak kau bolehkan melihatnya." Kesal Fabio yang mendengar Mario terlalu posesif.

"Biarkan saja dia putriku, mau aku apakan saja terserah." Mario kembali dengan kesibukannya, sedangkan Fabio mendengus kesal.

"What a possessive parent." Fabio melenggang pergi dengan geleng kepala.

Mario seperti biasa, pria berusia 32 tahun itu akan sibuk setiap berada dikantor, tapi akan menyempatkan waktu untuk anak-anak seperti mengantar dan menjemput saat pulang sekolah. Twins tidak dia biarkan pulang dengan angkutan sekolah, jika dirinya tidak bisa menjemput Mario akan menyuruh orang terdekatnya untuk menjemput Twins.

Bukan tanpa alasan dirinya melakukan hal seperti itu, mengingat kedudukannya di dunia bisnis. Menguasai dua perusahaan terbesar di Eropa. Mario merasa harus lebih waspada dan berhati-hati, karena musuhnya pasti banyak walaupun dirinya merasa tidak pernah melakukan kesalahan pada orang lain. Tapi yang namanya dunia bisnis, tidak ada yang baik-baik saja, di manapun mereka berada pasti akan ada musuh yang mengintai.

Setelah memeriksa berkas penting yang butuh tanda tanganya, Mario menatap jam di tangannya. Tidak terasa sebentar lagi waktunya Twins pulang, dan Mario melewatkan makan siangnya karena dirinya ingin makan di rumah ditemani sang istri.

Sejak menikah Mario lebih banyak menghabiskan waktu dengan sang istri, makan diluar hanya saat dengan klien. Tanpa istrinya dirinya merasa ada yang kurang. Dan Mario tidak aman makan jika tidak dengan sang istri.

"Bersanding dengannya, sepertinya aku kembali merasa muda." Mario menatap bingkai foto dirinya dan Hawa saat pertama kali mengajak sang istri jalan-jalan. Saat itu usia Hawa yang akan menginjak 17 tahun. Dan Mario mendapatkan haknya di saat Hawa genap berusia 17 tahun. Rasanya Mario begitu bahagia ketika sang istri mengijinkannya untuk melakukan hal yang selalu dia tunggu siang dan malam, menahan hasrat setiap kali dalam dirinya bergejolak dan itu dalam waktu yang cukup lama menurutnya, karena berbulan-bulan Mario harus menahan gairahnya sendiri dari sang istri.

"Daddy, aku mau beli itu untuk Elga." Enzio yang memang lebih banyak bicara di banding Enrico yang irit bicara.

Enzio menujuk sebuah toko besar mainan anak-anak di pinggir jalan.

"Untuk apa Zio, El belum tahu mainan?" Bukan Mario melainkan Enrico yang mengutarakan pendapatnya.

"Tapi aku ingin memberi sesuatu untuk El." Enzio menatap kakaknya tidak suka.

"Baiklah, kita kesana." Mario memutar kemudi setir untuk berbalik arah.

Sedangkan Enzio tersenyum lebar membuat Enrico memutar kedua matanya malas.

"Pilihlah apa yang mau kau beli untuk princes." Mario hanya menunggu putranya yang begitu antusias mencarikan barang untuk Elga, dan Mario memilih untuk menunggu.

"En, kamu tidak ikut Zio?" Tanya Mario yang melihat putra pertamanya berdiri disampingnya.

"No dad, Elga is still too young, and doesn't know toys." (Elga masih terlalu kecil, dan tidak tahu mainan.) Enrico berdiri sambil bersedakep dada. Anak kecil itu terlihat seperti orang dewasa diusianya yang masih 8 tahun.

Mario hanya tersenyum, putranya memang memiliki wajah yang sama dan postur tubuhnya pun sama, hanya saja mereka berbeda dilihat dari warna rambut yang mereka miliki.

Enrico memiliki warna rambut hitam kecoklatan, sedangkan Enzio memiliki warna rambut hitam. Dua anak kembar yang berbeda karakter.

"Daddy apa ini bagus?" Enzio muncul setelah beberapa saat, dan anak itu menunjukan sepaket mainan boneka yang begitu familiar dikalangan dunia princes.

"Good son."

Enzio tentu saja senang jika mainan yang dia bawa bagus.

Ketiganya kembali masuk kedalam mobil setelah Enzio mendapatkan apa yang dia inginkan untuk sang adik.

Setelah lebih dari tiga puluh menit, mobil Mario sampai di mansion.

"Mommy...!!! Mommy...!!"

Enzio berlari dan berteriak memanggil ibunya, sedangkan Enrico seperti biasa, anak itu hanya berjalan santai sambil memutar kedua matanya malas melihat kelakuan saudari kembarnya.

"Mommy..!

Brak

"Zio, ada apa?" Hawa yang baru saja menaruh Elga di ranjang tidurnya terkejut saat melihat pintu terbuka lebar.

"Look Mom."

Enzio memperlihatkan barang yang dia bawa.

"Untuk Elga, Zio tadi yang memilihnya." Anak itu begitu senang memperlihatkan apa yang dia bawa untuk sang adik.

"Waw, kamu membeli ini untuk Elga?" tanya Hawa dengan senyum mengambang.

Zio mengangguk antusias. "Yes Mom."

"Uhhh so sweet.." Hawa mencium putranya, dan menyatukan hidung keduanya sambil menggoyangkan kepalanya.

"Tapi Elga belum tahu mainan seperti ini sayang, jadi ini simpan dulu ya. nanti kalau adik sudah bisa mainan baru kita buka sama-sama." Hawa memberikan pengertian untuk sang putra.

Bayi berumur dua bulan mana tahu mainan, bahkan Elga kerjaannya hanya tidur.

"Baik Mom." Jawab Zio lirih.

Dan Zio mengingat ucapan Enrico tadi, ternyata kakaknya itu benar. Adiknya belum bisa bermain dengan mainan yang dia bawa kan. Rasa senang dan antusiasnya begitu tinggi hingga membuat Enzio lupa jika adiknya masih bayi yang belum tahu apa-apa.

Enzio pun pamit pergi setelah mencium pipi Hawa dan melihat Elga dari jarak yang cukup aman untuk melihat. Karena semua dianjurkan tidak ada yang menyentuh Elga sebelum membersihkan diri jika dari luar rumah.

"Sayang, ada apa?" Tanya Mario yang baru saja masuk ke kamar setelah hampir 30 menit.

"Kamu habis nagapain by?" tanya Hawa tanpa menjawab pertanyaan Mario.

"Ck, aku bertanya? kenapa Zio wajahnya masam begitu saat keluar dari kamar?" Mario melangkah menuju lemari pakaian.

Bagaimana Hawa tidak heran jika suaminya masuk ke kamar hanya bertelanjang dada, apalagi hanya menggunakan celana pendek dengan rambut yang basah.

"Tidak apa, hanya sebuah mainan." Jawab Hawa sambil duduk di sisi ranjang memeperhatikan suaminya.

"Hm, aku tau." Mario hanya bergumam.

Meskipun dia tahu jika mainan yang Enzio beli belum cocok untuk Elga, tapi sebagai ayah Mario tidak tega jika harus menyurutkan antusias anaknya untuk memberikan hadiah kepada adiknya.

"Lalu kamu habis nagapain?" Tanya Hawa lagi yang belum mendapat jawaban.

"Habis mandi di kamar sebelah." Mario mendekat pada Elga yang terlelap. "Daddy hanya mau cium, tapi harus mandi dulu. Kalau tidak Mommy akan marah-marah." Mario menciumi pipi Elga dengan gemas, sampai tidur putrinya terusik tapi tetap memejamkan mata.

"Jangan di gangguan by, dia baru minum asi." Hawa mengintrupsi.

Mario menjauhkan tubuhnya dari sang putri, dan kini mendekatkan tubuhnya pada sang istri.

"Ganggu Mommy saja kalau begitu." Pria itu langsung menyambar bibir Hawa yang selalu terlihat ranum dan menggoda.

Emph

Bibir keduanya saling bertaut dengan tangan Hawa yang melingkar dileher Mario, membuat pangutan keduanya semakin dalam dan intens.

"Ahh by emmh.." Hawa mendingan sambil memejamkan mata saat bibir Mario menyusuri lehernya. Hingga membuat tubuhnya meremang seketika.

"Sudah bisa." Tanya Mario dengan suara serak.

Napas Hawa memburu, menatap wajah suaminya yang sudah diliputi gairah.

"Emm.." Hawa menggangguk.

Mario tersenyum meryeringai, akhirnya setelah dua bulan dirinya berpuasa kini bisa menikmati bercinta kembali.

"I want you, really.

Mario kembali melahap bibir Hawa yang sudah bengkak, tangannya sudah merayap untuk mencari sesuatu yang di inginkan. Hingga kedua tangannya meremat benda bulat yang semakin besar dan padat, seperti delapan tahun lalu saat kelahiran twins.

Ahhh by..

.

.

Wooyyellah tanggung amat thorr..!! 🤧

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

udah gak pusing lagi ya dad... 🤭🤭

2024-02-11

0

Lutfie Wachad

Lutfie Wachad

Mario bija puasa...🤣🤣

2023-11-24

0

Ita rahmawati

Ita rahmawati

weeehhh

2023-11-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!