"Oca...Ica...! kakak mau ke rumah sakit dulu ya," seru Dara sebelum sampai ke ruang tamu.
"Kalian jaga rumah. Sebelum tidur, kalian kunci semua pintunya, takut ada orang yang masuk!" pesan Dara sebelum pergi.
Oca ke luar dari kamarnya. Dia kemudian berjalan menghampiri kakaknya yang sudah berada di ruang tamu.
"Kakak mau berangkat sekarang?" tanya Oca.
"Iya." jawab Dara."Mana Ica?"
"Kak Ica udah tidur. Kak Dara hati-hati ya di jalan. Dan jangan lama-lama pulangnya. Besok pagi, kakak harus pulang ya."
"Iya Oca."
Oca meraih tangan Dara dan mencium punggung tangannya.
Setelah berpamitan pada Oca adiknya, Dara kemudian ke luar dari rumahnya. Dia berjalan ke arah pangkalan ojek. Karena setiap hari, dia biasa langganan ojek-ojek di sana.
"Bang, antar aku ke rumah sakit ya," ucap Dara setelah sampai di pangkalan ojek itu.
"Siap Neng, ayo naik Neng!"
"Iya."
Dara kemudian naik ke atas motor Abang ojek itu. Dia kemudian meluncur pergi meninggalkan rumahnya.
"Kita mau ke rumah sakit ya Neng."
"Iya Bang. Ibu aku masih ada di sana soalnya."
"Udah berapa hari ibunya Neng di rawat di sana?"
"Sudah lima hari Bang."
****
Sesampai di depan rumah sakit, Dara turun dari ojeknya. Dia kemudian membayar ongkos ojek itu pada Abang ojek.
"Ini bang." Dara menyodorkan sejumlah uang untuk membayar ojek.
"Makasih Neng."
"Sama-sama."
Setelah turun dari motor, Dara pun berjalan masuk ke dalam rumah sakit untuk menemui ibunya yang sekarang masih tergeletak di ruang rawat rumah sakit.
Dara masuk ke dalam ruang rawat ibunya.
"Ibu," ucap Dara sembari
mendekat ke arah ibunya.
Bu Dian ibu Dara,menoleh ke arah Dara dan tersenyum.
"Dara. Kamu udah datang?" ucap Bu Dian.
Dara kemudian duduk di sisi ibunya.
"Bagaimana kondisi ibu?" tanya Dara.
"Yah, masih sama Nak, nggak ada perubahan."
"Ibu yang sabar ya. Dara janji, Dara akan cari pinjaman untuk biaya operasi ibu," ucap Dara.
Bu Dian meraih tangan Dara dan menggenggamnya erat.
"Dara. Kamu tidak perlu mencari pinjaman. Ibu tidak mau dioperasi. Ibu sudah terlalu banyak menyusahkan kamu Nak. Ibu selalu menjadi beban untuk kamu. Jadi, biarkan saja penyakit ibu ini Nak."
"Bu. Kenapa ibu bicara seperti itu. Dara nggak mungkin tega membiarkan ibu sakit terus seperti ini. Ibu harus sembuh Bu. Demi Dara, Ica dan Oca. Ibu nggak boleh putus asa. Ibu harus bisa melawan penyakit ibu."
"Tapi Dara. Kamu mau dapat uang dua puluh juta dari mana? dan jika kita meminjam uang itu ke orang lain, kita juga mau membayarnya pakai apa. Kita nggak akan punya uang sebanyak itu Nak," ucap Bu Dian menatap Dara lekat.
"Bu, bagaimana kalau Dara gadaikan saja sertifikat rumah kita untuk biaya operasi ibu." Dara tampak mengusulkan.
"Jangan Dara. Kalau kita nggak bisa membayarnya, kita bisa kehilangan rumah kita Nak. Kalau rumah itu di sita, lalu kita mau tinggal di mana Dara."
Bu Dian tampak sedih saat bicara tentang rumah. Rumah itu, adalah rumah peninggalan satu-satunya almarhum suaminya. Bu Dian tidak mungkin melepaskan begitu saja rumah itu.
Sampai kapanpun, Bu Dian tidak akan pernah mau menggadaikan sertifikat rumah itu. Apalagi sampai menjual rumah itu kepada orang lain.
Karena rumah itu penuh banyak kenangan yang tak terlupakan dengan Almarhum suaminya.
"Dara. Ibu nggak mau rumah itu sampai dijual. Rumah itu, banyak kenangan ibu bersama ayah kamu Nak."
Dara menunduk sedih. Sebenarnya, Dara ingin menggadaikan sertifikat rumah itu ke bank. Namun, sepertinya, ibunya tidak menyetujuinya. Padahal cuma itu satu-satunya cara agar Dara bisa mendapatkan uang banyak untuk biaya operasi.
"Ibu lebih memilih mempertahankan rumah itu, dari pada operasi. Ibu tidak perlu operasi Dara."
"Ya udah. Dara nggak akan jual atupun gadaikan sertifikat rumah itu. Tapi, Dara akan cari cara lain, untuk mendapatkan uang untuk operasi ibu." Ucap Dara yang masih ngotot untuk mengoperasi ibunya.
Bu Dian tersenyum.
"Dara, mungkin waktu ibu bersama kamu dan adik-adik kamu hanya sebentar. Seandainya ibu meninggal, kamu mau kan janji sama ibu, kalau kamu akan jaga Ica dan Oca."
Dara diam. Sejak tadi, dia masih menatap wajah ibunya lekat. Rasanya, dia belum siap kehilangan ibunya untuk sekarang. Setetes air mata Dara, menetes dari pelupuk matanya. Dara tidak sanggup melihat penderitaan ibunya saat ini.
"Ibu. Ibu kenapa bicara seperti itu. Ibu berjanjilah, kalau ibu tidak akan meninggalkan Dara dan adik-adik. Berjanjilah, kalau ibu akan sembuh dan bisa jualan keliling lagi seperti dulu. Oca dan Ica, masih sangat membutuhkan ibu. Begitu juga dengan aku Bu."
Dara menangis di depan ibunya. Bu Dian juga ikut menangis bersama Dara. Mereka menangis haru di tengah gelapnya malam.
"Sudah Dara, jangan menangis," ucap Bu Dian sembari mengusap air mata anaknya.
"Dara nggak sanggup kehilangan ibu. Dara belum siap kehilangan ibu. Hiks...hiks ..."
"Ibu nggak akan pergi ke mana-mana Nak. Ibu akan selalu berada di dekat kamu dan adik-adikmu."
Dara kembali menatap ibunya. Dia kemudian memeluk ibunya lekat.
"Jangan tinggalin Dara Bu. Dara nggak sanggup kehilangan ibu. Hiks...Hiks..."
****
Jam 12 malam, Dara masih berada di dalam ruang rawat ibunya. Dia tidak bisa tidur karena sejak tadi dia masih memikirkan penyakit paru-paru yang derita ibunya.
Dara belum siap kehilangan ibunya. Karena ibunya, adalah orang tua satu-satunya yang dia punya. Jika ibunya pergi dari dunia ini, Dara bingung dengan kedua adiknya yang masih kecil-kecil dan masih membutuhkan ibunya.
"Aku nggak mau kehilangan ibu. Apapun akan aku lakukan demi menyelamatkan nyawa ibu. Ibu harus operasi. Aku nggak tega, melihat ibu kesakitan terus," ucap Dara.
Dara menarik nafasnya dalam. Sejak tadi dia masih berfikir. Bagaimana caranya dia mendapatkan uang dua puluh juta untuk biaya operasi.
'Aku bingung, Dari mana aku bisa mendapatkan uang secepat itu untuk biaya operasi ibu. Sementara ibu, sudah sangat membutuhkan uang itu untuk operasi paru-parunya. Aku sudah mencari pinjaman ke sana sini, tapi hasilnya nihil. Nggak ada orang yang mau meminjami aku uang sebanyak itu. Dan Tuan Alex, orang yang paling aku harapkan juga mau meminjami aku uang dengan syarat yang sangat berat.'
Fikiran kotor, tiba-tiba saja terbersit di benak Dara.
Apa aku terima aja ya, syarat dari Tuan Alex. Tapi aku takut. Kalau aku tidur sama dia, bagaimana kalau aku hamil. Bisa hancur semua kehidupan aku dan masa depanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Tasya
tapi kayak nya tadi sudah di pinjam sama Ratih kok gak ada
2023-06-30
0
Dara Muhtar
Cari aja pinjaman sama orang lain Dara ndak usah terima persyaratan dari Alex...tapi mau minjam sama siapa 🤦
2023-03-05
1