Dara sejak tadi masih tampak berfikir. Dia kemudian menatap ponselnya yang ada di atas meja. Entah kenapa, tiba-tiba saja dia ingin menghubungi Alex.
"Apa aku telpon Tuan Alex aja ya. Nggak ada cara lain, selain menerima syarat dari Tuan Alex," ucap Dara.
Dara bangkit dari duduknya. Dia kemudian mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Dara kemudian ke luar dari ruangan ibunya untuk menelpon Alex.
Setelah dia sampai di luar, tanpa banyak berfikir, Dara kemudian menekan nomer Alex.
"Halo." Suara berat Alex sudah terdengar dari balik telpon.
"Ha-halo Tuan." Dara tampak gugup untuk bicara dengan Alex.
"Ini siapa?"
"A-a-aku Dara."
"Dara. Ada apa kamu malam-malam nelpon aku?"
"Maaf kalau aku sudah ganggu waktu Tuan. Aku cuma mau bilang, kalau aku mau menerima syarat dari Tuan. Aku mau uang dua puluh juta, sekalian minta gaji aku bulan ini."
"Apa! kamu yakin? akan menerima syarat dari aku?"
"Iya Tuan. Aku yakin. Aku akan melakukan apapun demi mendapatkan uang itu."
"Baiklah. Besok temui aku sebelum aku berangkat ke kantor. Kita bicarakan ini besok."
"Iya Tuan."
Tut Tut Tut...
Alex menutup saluran telponnya dengan sepihak. Sementara Dara, duduk lemas di kursi ruang tunggu rumah sakit.
"Aku rela melakukan apapun demi ibu. Aku nggak mau kehilangan ibu. Tidak apa-apa aku kehilangan kesucianku, asal ibu bisa sembuh. Lagian, aku melakukan ini juga cuma sekali dengan Tuan Alex."
Dara menghela nafas dalam. Setelah itu, Dara kembali masuk ke dalam ruangan ibunya. Dara mendekat ke arah ibunya dan duduk di sisi ibunya.
Dara meraih tangan ibunya dan mengecupnya lembut.
"Ibu. Pokoknya ibu harus operasi. Biar ibu cepat sembuh. Dara belum siap kehilangan ibu. Dara nggak tahu, bagaimana nasib Dara dan adik-adik tanpa ibu. Ibu harus kuat ibu. Cuma ibu orang tua satu-satunya yang Dara punya sekarang. Dara akan melakukan apapun, demi ibu termasuk menerima syarat dari Tuan Alex," gumam Dara.
Setelah itu, Dara mengecup kening ibunya sangat lama.
****
Matahari pagi, sudah bersinar cerah. Dara mengerjapkan matanya saat merasakan silau dari luar jendela kamar rumah sakit.
Dara mengucek matanya dan menatap ke arah ibunya yang masih terbaring lemah di atas ranjang kecil rumah sakit.
Dara mengambil ponselnya dan melihat jam yang ada di dalam ponselnya. Waktu sudah menunjukkan jam 06.30.
"Ya ampun. Aku kesiangan. Hari ini, aku kan harus ke sekolah Ica dan Oca untuk bayar uang sekolah mereka. Dan aku juga sudah ada janji sama Tuan Alex akan menemuinya sebelum dia berangkat ke kantor," ucap Dara.
Dara menatap sekeliling untuk mencari tasnya.
"Ternyata tas aku ada di sini." Dara mendekat ke arah di mana tasnya berada.
Dara kemudian mengambil tasnya yang ada di meja. Setelah itu, dia menatap ibunya.
"Ibu...ibu..." Suara lembut Dara membangunkan ibunya.
Bu Dian yang samar-samar mendengar suara Dara mengerjapkan matanya dan menatap ke arah Dara. Dia tersenyum saat melihat Dara yang sudah tampak rapi.
"Dara, kamu sudah mau pergi?" tanya Bu Dian.
Dara mengangguk.
"Iya Bu. Ibu nggak apa-apa kan kalau Dara tinggal di sini sendiri? Dara mau ngantar Ica dan Oca ke sekolah, sekalian mau bayar uang sekolah mereka," ucap Dara.
"Iya Nak. Nggak apa-apa ibu sendiri di sini. Jangan khawatirkan ibu. Kalau ada apa-apa, ibu bisa nanti panggil suster," ucap Bu Dian.
Dara tersenyum.
"Iya Bu. Nanti ibu bisa sama suster dulu. Dara cuma sebentar aja kok perginya. Kalau Dara udah selesai kerja, nanti Dara ke sini lagi untuk temani ibu."
"Iya. Hati-hati di jalan ya Nak."
Dara meraih tangan ibunya dan mencium punggung tangan ibunya. Setelah berpamitan dengan ibunya, Dara kemudian berjalan meninggalkan ruangan ibunya. Dia keluar dari rumah sakit dan mencari ojek di luar rumah sakit.
****
Setelah sampai di teras depan rumahnya, Dara menghentikan langkahnya saat mendengar deringan ponselnya.
Ring ring ring ..
Dara segera mengambil ponselnya dari dalam tasnya. Dara terkejut saat melihat nama Tuan Alex dalam ponselnya. Alex ternyata sedari tadi sudah menelponnya.
"Tuan Alex. Mau ngapain dia nelpon," ucap Dara.
Dara kemudian mengangkat panggilan dari majikannya itu.
"Halo sayang, kenapa lama sekali."
Apa-apaan ini orang. Kenapa dia memanggil aku sayang, batin Dara.
"Tuan Alex, ada apa?"
"Kenapa kamu belum datang ke rumahku?"
"Maaf Tuan. Semalam saya nginap di rumah sakit. Dan saya kesiangan. Dan sekarang, saya baru nyampe rumah."
"Hah, cepat kamu datang ke sini. Saya tidak suka menunggu lama Dara ...!"
"Iya Tuan. Sebentar lagi. Saya akan ke sekolah adik-adik saya dulu. Karena ada urusan penting yang harus saya selesaikan."
"Jangan lama-lama! karena saya tidak suka menunggu. Saya ingin membicarakan soal semalam."
"Iya Tuan."
Tut Tut Tut...
Alex mematikan saluran telponnya dengan sepihak. Sepertinya dia sangat marah sama Dara karena sudah membuatnya menunggu lama. Alex lelaki yang paling tidak suka dengan menunggu.
***
"Kemana sih gadis itu. Aku harus bicara sekarang sama dia," ucap Alex yang sejak tadi masih menunggu Dara. Namun, wanita yang ditunggunya belum muncul juga di hadapannya.
Alex masih mondar-mandir di ruang tengah. Dia tampak masih resah menunggu Dara. Sesekali Alex menatap ke arah jam tangannya.
"Sudah siang begini, dia juga belum datang. Apa dia nggak tahu, kalau aku hari ini, akan ada meeting penting dengan klien," ucap Alex.
"Ratih...! Ratih..!" Seruan Alex sudah terdengar dari dapur. Ratih yang masih berkutat di dapur, segera berjalan ke ruang tengah untuk menghadap majikannya.
"Iya Tuan Alex. Ada apa?" tanya Ratih.
"Ke mana Dara Ratih? Kenapa jam segini dia belum datang ..!" ucap Alex dengan nada tinggi.
"Saya tidak tahu Tuan. Mungkin Dara,terjebak macet atau dia lagi ada urusan lain."
"Hah, benar-benar gadis menyebalkan. Sebentar lagi, aku akan ada meeting penting di kantor. Aku harus menunggu Dara berapa lama lagi Ratih."
Ratih sejak tadi hanya diam. Dia tidak mau, terlalu banyak bicara pada Alex. Karena Ratih takut akan kemarahan Alex. Jangan sampai gara-gara Dara, Ratih yang jadi sasaran kemarahan Alex.
Ring ring ring ..
Deringan ponsel Alex tiba-tiba saja terdengar. Alex segera mengangkat panggilan dari kantor.
"Halo."
"Pak Alex. Kenapa belum sampai ke kantor. Sebentar lagi, meetingnya akan segera di mulai."
"Iya. Ini masih setengah sembilan. Sebentar lagi aku ke sana. Tunggulah setengah jam lagi."
"Baik Pak."
Alex memutuskan saluran telponnya. Setelah itu dia menatap Ratih.
"Aku nggak akan pernah memaafkan gadis cupu itu, kalau sampai dia menggagalkan meeting penting ku Ratih. Dan aku akan benar-benar pecat dia dari pekerjaannya. Kalau dia ceroboh terus seperti ini," ucap Alex dengan nada tinggi.
Ratih sejak tadi masih menundukan kepalanya. Dia tidak berani menatap Alex apalagi untuk bicara dengannya . Ratih takut dengan kemarahan Alex. Jika Alex marah, Alex sangat menakutkan. Jika Ratih berusaha untuk membela Dara, bisa-bisa dia yang akan dipecat oleh Alex.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments