Part 5
Dua jam kemudian Roy masuk ke ruangan Fasya dan memberi info kalau dia sudah menemukan di mana posisi laki-laki dan gadis bercadar itu. Setelah memastikan bahwa info itu akurat, Fasya kembali menemui papanya.
"Kenapa kamu kembali? Apa kamu membatalkan niatmu?" Tanya Malik heran saat melihat putranya itu sudah berdiri didepannya.
"Aku sudah menemukan keberadaan laki-laki dan gadis itu." Kata Fasya sambil menunjukkan tulisan alamat di belang foto.
"Baguslah! Tapi kenapa kamu ke sini, bukannya segera menemui laki-laki itu."
Wajah Malik terlihat sangat bahagia. Saat melihat alamat yang tertera, karena dia tahu persis keberadaan calon besan dan mantunya itu. Ini merupakan berita baik, kalau Fasya serius mencari gadis itu.
"Ijinkan aku pulang sebentar. Pa! Menemui Saera."
"Saera! Saera lagi!"
Wajah Malik terlihat kesal, rahang dan gerahamnya mengeras, menandakan kalau dia sedang menahan emosi. Setiap kali Fasya menyebut nama wanita itu, darah Malik mendidih. Andai bukan karena kasih sayangnya pada Fasya, pasti Malik sudah mengusir wanita itu dari kehidupan Fasya.
"Pa! Aku hanya ingin meminta ijin pada Saera. Agar dia tidak kecewa dan salah paham, hanya itu. Pa!" Fasya memohon pada Malik.
"Dan Saera akan menyalahkan papa. Begitu maksudmu
Hah!"
"Jadi kau memilih papa yang kecewa, ketimbang wanitamu itu?" tanya Malik seraya menatap intens pada Fasya.
"Papa!... "Suara Fasya tercekat ditenggorokan.
"Bukan itu maksud Fasya. Papa tetap orang pertama yang aku sayang."
Fasya memeluk Malik dengan erat, dia tidak ingin melukai hati laki-laki yang begitu menyayanginya. Apa yang tidak Malik turuti, menikah dengan Saera pun Malik pestakan walaupun dia tak restu.
"Fasya tidak mau kehilangan papa. Tapi juga tak mau kehilangan Saera." gumam Fasya, dia pasti cengeng bila masalah berhubungan dua insan yang sama beratnya jika dipinta harus memilih.
"Masalah Saera, biar papa yang urus, kamu tidak usah risau," ucap Milik tegas sambil mengusap lembut punggung putranya dengan penuh sayang.
Kasih sayang Malik pada Fasya, melebih apa pun. Dan rencana ini juga merupakan bagian dari kasih sayang Malik pada Fasya. Hanya saja Malik belum bisa mengatakan yang sebenarnya.
"Bagaimana jika Saera tak terima dan dia meninggalkanku," keluh Fasya lesu, hampir putus asa, saat melihat Malik mengabaikan kecemasannya.
"Dengar ya. Anak bodoh! Saera tidak akan pernah meninggalkanmu, sebelum dia bisa mengeruk habis uangmu."
"Pa! Apa maksud papa? Papa telah salah menilai Saera," Fasya protes kala Malik keceplosan mengeluarkan kecemasannya selama ini.
Mendengar ucapan Fasya yang protes membela istrinya, Malik tersenyum tipis. Belum waktunya dia memberitahu Fasya, siapa sebenarnya wanita yang dinikahi putranya itu.
"Kita lihat saja nanti, apa dia akan meninggalkanmu, jika kamu menikah lagi," ucap Malik lagi, seraya menepuk bahu Fasya.
"Sekarang pergilah, nikahi gadis bercadar itu," ujar Malik kembali menepuk pundak Fasya.
Sejenak Fasya menatap wajah Malik.
"Kenapa menatapku seperti itu? Hanya satu ini permintaan papa padamu. Kamu tidak ingin menunggu papa mati dulukan, baru memenuhinya?" tanya Malik lagi, dengan tatapan menukik. Malik melihat kebimbangan bergelayut di mata Fasya.
Hening sejenak, Fasya menjauh, menatap ke jendela, lalu menarik nafas panjang. Dia tidak mungkin menolak permintaan papanya, hanya saja Fasya tidak menyangka akan secepat ini.
"Apa kau keberatan?" tanya malik lagi, sebelum Fasya bicara.
Fasya memutar tubuhnya, beranjak kembali mendekati Malik, Mendudukkan bokongnya di tepi ranjang. Memindai ruangan yang sudah satu minggu dihuni Malik, Malik dirawat karena jantungnya kambuh dan bermasalah.
Kini sehatan Malik makin membaik, dia sudah tidak menggunakan alat pernapasan lagi. Dan Malik sengaja menggunakan moment ini untuk membuat Fasya tidak bisa menolak permintaanya.
Sejak Malik dirawat di rumah sakit ini, hanya Fasya yang diijinkan dokter boleh menjenguk, karena itu memang permintaan dari Malik. Fasya sendiri heran pada Malik. Kenapa papanya itu tidak mau dijenguk oleh siapapun termasuk Saera menantunya.
Dua hari yang lalu, Fasya memaksa Saera untuk ikut menjenguk Malik. Saera setuju dan dia membawakan makanan untuk Malik. Malik malah meradang dan marah pada dokter kenapa mengijinkan Saera masuk.
"Bukan salah dokter. Pa! Fasya yang memaksa dokter agar mengijikam Saera ikut masuk," ujar Fasya menjelaskan.
"Keluar dan bawa kembali rantang makanan ini." Malik mengusir Saera, seraya menunjuk pintu keluar.
Tentu saja Saera dengan gerakan cepat menyambar rantang yang dibawanya dan bergegas keluar ruang rawat sambil menangis. Dan pada saat bersamaan, Fasya ingin mengejar istri tapi dicegah oleh Malik.
"Kau tetap di sini."
"Tapi. Pa!"
"Kau ingin papa jantungan lagi dan kau jadi anak durhaka," ucap Malik seraya mencabut jarum inpus dari pergelangan tangannya, begitu jarum itu terlepas darah pun mengucur. Malik sengaja melakukan itu, hanya ingin membuktikan sebesar apa cinta Fasya ke wanita itu.
"Suster! Suster." Fasya berteriak kencang, dua orang suster datang bersamaan.
Melihat kepanikan Fasya. Malik yakin kalau Fasya masih bisa dikendalikannya dan dia juga yakin bisa mengeluarkan Fasya dari lingkaran perbudakan wanita itu. Hanya saja Malik harus bermain cantik agar Fasya tidak terluka dalam, jika Saera meninggalkannya.
"Astagfirullah. Tuan! Kenapa bisa begini," ucap salah satu perawat seraya memasang kembali jarum inpus di pergelangan Malik.
Fasya menggenggam erat tangan kiri Malik, wajahnya menegang, lalu merengkuh bahu Malik. Fasya mengusap punggung Malik dan meminta padanya untuk tidak melakukan hal itu lagi.
"Papa jangan seperti ini lagi. Fasya tidak mau kehilangan papa, Fasya sayang papa."
Tanpa disadari air mata Fasya mengalir di kedua pipinya, cukup dia kehilang ibu, jangan sampai papanya lagi. Dan pada hari itu, Fasya menunggu Malik hingga larut malam, dia kembali ke rumah setelah papanya tertidur nyenyak. Saat sampai ke rumah dia sambut kemarahan Saera, hingga Saera tidak mengijinkannya masuk ke kamar karena Saera menganggap kalau Fasya mengabaikannya.
"Fasya! Burhan sudah menunggumu di parkiran," teguran Malik membuyarkan lamunan Fasya.
Beranjak dari duduk, Fasya menyodorkan tangannya menyalami Malik dan pamit. Setelah mendengar beberapa petuah papanya, Fasya keluar dari ruang rawat, menyusuri koridor rumah sakit menuju parkir.
Di parkir Burhan sudah menunggunya, begitu melihat Fasya mendekat. Burhan membuka pintu pejero hitam itu dan menyilahkan Fasya masuk, mobil meluncur keluar dari rumah sakit melaju di jalan raya.
Begitu di dalam mobil, Fasya menghubungi Saera berkali-kali Namun, ponsel istrinya itu tidak atif. Perasaan Fasya kali ini sangat ambigu, antara pulang ke rumah atau langsung ke kota Tembilahan menemui calon istri keduanya.
Dret... Dret... Dret. Belum sepunuhnya pulih pikiran Fasya, ponselnya berdering, di depan layar yang bercahaya, tertulis nama papanya. Secepat kilat Fasya mengangkat panggilan telepon, dia khawatir terjadi sesuatu dengan Malik.
"Fasya! Jangan hubungi papa. Jika kamu belum menikahi gadis bercadar itu," sambungan telepon pun terputus.
Helaan nafas Fasya menunjukkan kalau dia sangat kecewa dengan keputusan papa yang memaksanya menikah lagi. Fasya meraup wajah dengan kedua tangannya. Fasya tak berdaya, walau hatinya keberatan dengan permintaan Malik tapi dia tak bisa menolak.
Mobil yang membawa Fasya sudah melewati Pelalawan. Fasya kembali meraih ponselnya, dilihatnya ada beberapa notif masuk, dua panggilan tak terjawab dari Saera. Jadi tadi Saera menghubunginya. Fasya menggeser layar untuk menelepon balik.
"Ayoklah Saera angkat teleponnya," batin Fasya, tiga kali panggilan Fasya masuk, tapi tak diangkat, panggilan ke empat dirijek.
"Ah..."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments