Part 2
Seketika Alesa menepis bayangan laki-laki berbibir tipis yang telah menawannya. Bambang memang idola para gadis di SMA kampungnya.
"Aku tidak boleh memikirkan laki-laki lain selain Fasya. Dia yang bertanggung jawab baik buruk aku sekarang." Alesa menguatkan hatinya dan dia harus bisa melupakan Bambang mulai detik ini.
Alesa mengikuti langkah Fasya memasuki rumah besar yang telihat sangat sepi.
*****
"Abang! Ke mana semalam, kenapa ponselmu tidak bisa dihubungi."
Seorang wanita cantik, berkisar usia tiga pupuh dua, tiba-tiba keluar dari ruang tengah, lalu dengan pandangan menukik menatap Alesa. Alesa ngeri melihat tatapan wanita itu, hingga dia berpagut dilengan Fasya meminta perlindungan.
"Siapa dia?" tanya wanita itu sambil menepis bahu Alesa. Tatapannya intens ke arah Alesa.
"Dia istri ke dua ku," jawab Fasya.
"Apa!" kedua wanita itu terkejut secara bersamaan.
Plak... satu tamparan mendarat di pipi Alesa. Alesa yang merasa tidak tahu apa-apa dan tidak bersalah dalam hal ini, tentu sangat kaget. Dengan mata berkaca-kaca Alesa memegangi kedua pipinya yang terasa panas.
"Aku ti..."
"Kurang ajar. Kau palakor!" teriak wanita itu, dia tidak memberikan kesempatan sedikit pun untuk Alesa membela diri. Dengan penuh emosi wanita itu kembali mengangkat tangannya.
"Saera! Hentikan!" Bentak Fasya seraya menahan tangan Saera agar tidak menyerang Alesa lagi.
"Abang! Lepaskan! biar kuhabisi wanita itu." Saera menarik tangannya lalu berusaha menyerang Alesha yang bersembunyi di balik punggung Fasya. Fasya berusaha me dekap Saera.
Saera terus memberontak dalam pelukan Fasya, dia memukuli dada Fasya dengan kedua tangannya.
"Saera! Dengarkan Aku! Aku menikahi Alesa atas permintaan papa." ucap Fasya seraya memeluk Saera dengan erat. Fasya berusaha menenangkan Saera agar dia tidak menyakiti Alesa lagi.
Mendengar penuturan Fasya. Kepala Alesa yang masih pusing, tiba-tibu berdenyut nyeri, sakit sekali. Dia bukan saja terkaget-kaget, tapi hampir pingsan mendengar penuturan Fasya. Tubuh Alesa oleng hingga terhuyung.
"Jadi Fasya menikahiku karena permintaan papanya. Bukan karena mencintaiku," gumam Alesa.
Sekarang Alesa tahu, kalau pernikahannya dengan Fasya hanya karena papa Fasya dan Abinya. Sadis sekali takdir Alesa sekarang, dia harus mengubur mimpi bisa menikah dengan laki-laki yang dicintainya. Dan kini mengikuti lelaki yang dianggapnya akan membawanya ke surga ternyata yang didapatnya malah neraka.
"Jadi Abang tidak pulang semalam karena wanita ini," cercah wanita bernama Saera itu dengan mata membulat marah. Masih menatap Alesa intens.
Dan dengan reflek tangan mendorong tubuh Fasya, hingga dia terlepas dari pelukan Fasya. Dan kesempantam itu Saera gunakan kembali menyambar niqab yang menutupi wajah Asela. Untung Fasya berhasil mencegahnya.
"Hay pelakor! Percuma berhijab, jika kelakuanmu sama dengan sampah, merebut suami wanita lain." Tuding wanita itu, kata-katanya membakar telinga Alesa. Alesa yang belum bisa berpikir jernih hanya diam tertunduk.
"Ya Allah! apa aku pelakor," batin Alesa, tanpa terasa kristal bening menetes di pipinya.
Tangan wanita itu kembali terangkat ingin menarik jilbab yang dikenakan Alesa. Alesa menahan jilbabnya dengan kedua tangan agar terlepas. Seharusnya dia membalas makian wanita itu. Namun rasa sakit yang dirasakannya, kini mencekik tenggorakannya, hingga dia tak bisa mengeluarkan suara sepatah pun.
"Ya Allah! Ini cobaan atau musibah." gumam Alesa mengurut dadanya yang tiba-tiba sesak.
Badai bertubi-tubi menghantam Alesa. Pernikahan tanpa cinta, pergi meninggalkan abi dan umi dan fakta terakhir ternyata dia istri kedua dan berstatus perebut suami orang. Alesa ingin sekali berteriak meluapkan semuanya, agar alam semesta mendengar dan merasakan rasa sakitnya.
"Saera! Sudah! Terima Alesa di sini. Bagaimana pun dia sudah menjadi istri sahku," ujar Fasya menggoncang tubuh Saera, agar menghentikan tindakan arogannya.
Saat melihat Saera sudah bisa mengendalikan emosinya. Fasya merengkuh bahunya dan mengajaknya masuk ke kamar, seperdetik kemudian dia membali menemui Alesa.
"Jadi Abang menikahi a-aku..."
"Bibik!" Fasya memanggil asisten rumah tangganya. Dia mengangkat tangan, meletakkan telunjuk di bibir Alesa, meminta Alesa tidak meneruskan ucapannya.
Seorang wanita paroh baya keluar dari dapur. Wanita itu bernama Sri, sebenarnya dari tadi dia sudah mendengar keributan di ruang tengah. Namun dia tidak berani ikut campur, karena dia hanya asisten rumah tangga. Fasya meminta Sri mengantar Alesa ke kamarnya.
Alesa yang sudah enggan melihat lelaki bernana Fasya itu. Apa lagi dia sudah mengetahui motif pernikahannya dengan Fasya hanyalah perjodohan semata. Alesa bergegas mengikuti langkah bibik masuk ke kamar tamu. Tanpa bicara sepatah pun pada Fasya.
"Nona! kalau perlu apa-apa bilang saja, bibik ada di dapur," tutur wanita itu, sebelum ke luar kamar. Alesa hanya mengangguk.
Alesa melempar tubuhnya ke atas kasur. Peristiwa yang baru saja dilaluinya, membuatnya shock. Dunia Aleaa saat ini telah runtuh, hidupnya kiamat. bagaimana mungkin Abinya begitu tega menikahkannya dengan laki-laki yang sudah beristri.
"Abi, umi," batin Alesa, dia membenamkan wajahnya dibawah bantal, buliran kristal tak bisa dibendung membasahi niqad dan separoh bagian bantal guling.
"Alesa! ingat pesan abi. Kau sudah menjadi istri, apapun yang terjadi jangan pernah meninggalkan rumah suamimu." Nasihat abi Abdurrahman sebelum Alesa melangkah keluar dari rumah.
Nasihat itu terus saja tergiang di telinga Alesa, baru sembilan jam yang lalu Alesa dengar petuah itu, haruskah sekarang dia melanggar perintah Abinya, setelah mengetahui kenyataan kalau dia menjadi yang kedua.
Tok
Tok
Tok
Suara ketukan terdengar di daun pintu. Alesa dengan cepat mengusap air matanya. Dia tidak boleh terlihat sedih pada siapa pun. Alesa ingin menampakkan pada Fasya, kalau dia tak punya air mata untuk menangisi laki-laki itu.
Perlahan Alesa memutar handle pinta. Begitu menyadari Fasya dan Saera yang berdiri di ambang pintu. Alesa mempersilakan kedua masuk.
"Hay! Kamu di rumah ini hanya menumpang. Jadi jangan pernah merasa menjadi nyonya Fasya," ujar Saera sambil bercekak pinggang.
Dari bias tatapannya Saera sangat marah dan membenci Alesa. Alesa pun mungkin akan melakukan hal yang sama, jika berada di posisi Saera.
"Sayang! Kamu tadi sudah janji sama Abang akan berbaikan. Kenapa bicara seperti itu," ucap Fasya membujuk istri tuanya.
Fasya meraih tangan Saera dan Alesa lalu menyatukan dalam genggamannya. Dia berharap keduanya bisa berdamai.
"Baiklah! Sebagai adik, aku akan hormat pada kakak madu," ucap Alesa sok bijak dengan suara berat dan geter, hebatnya Alesa, dari mana dia dapat kata-kata seperti itu. Alesa hanya ingin membuktikan bahwa dia bisa menjadi wanita kuat.
"Terima kasih ya. Sa! Aku harap kamu bisa akur dengan Saera." Fasya menyentuh bahu Alesa. Alesa hanya mengangguk.
"Dan kau Saera! Aku berharap bisa menerima Alesa, seperti dia bisa menerimamu."
"Ingat! Jika kau bisa baik dengan Alesa. Papa akan memenuhi semua keinginan kita," bisik Fasya di telinga Saera.
Malik adalah papa Fasya, keturunan Minang yang memiliki banyak perusahaan di bidang kuliner. Rumah makan Padang yang di milikinya tersebar di seluruh wilayah Sumatra. Bahkan sudah ada di wilayah Jawa. Dari bisnisnya ini, dia bisa meraup ke untungan puluhan juta setiap bulannya. Dan Fasya adalah putra satu-satu yang dimilikinya.
Malik tidak menginginkan Fasya mengikiti jejaknya. Malik membuka bisnis lain yang bergerak di bidang otomotif. Salah satu cabang perusahaan yang ada di kota Pekanbaru di serahkannya pada Fasya untuk mengelola sekaligus menjadi CEOnya. Namun masalah keuangan sepenuhnya masih dikontrol oleh Malik.
Pernikahan Saera dan Fasya sampai saat ini belum mendapat restu dari Malik. Karena Malik tidak menyukai Saera dengan alasan yang masih dirahasiakan Malik dari putranya.
Saera yang sudah dua belas tahun menjadi menantu Malik. sudah berusaha menarik dan mengambil hati Malik. Namun sampai saat ini belum ada tanda-tanda hati Malik melunak. Dan sekarang Malik malah telah meminta Fasya menikahi Alesa dan menduakannya.
"Baiklah! Jika itu janji papa, aku akan berbaikan dengan Alesa," Saera membalas bisikan Fasya. Ucapan Saera hanya untuk memainkan peran selanjutnya.
"Terima kasih ya sayang," ucap Fasya seraya merengkuh bahu Saera.
"Alesa boleh tinggal di sini," ujar Saera seraya menjauhkan tangan Fasya dari bahunya, lalu dia menarik Alesa dalam pelukannya.
"Aku tidak akan membiarkanmu merasa nyaman di rumah ini," bisik Saera di telinga Alesa.
Alesa sudah menduga, kalau Saera tidak tulus padanya. Saera memang melakukan ini hanya ingin terlihat baik di mata Fasya, di dalam hatinya sangat dongkol dan marah.
"Aku capek, bisakah kalian keluar dulu. Aku ingin istirahat," ujar Alesa mengusir Fasya dan Saera.
"Hay! Kamu harus masak sekarang. Suamimu pasti lapar habis perjalanan jauh." Tiba-tiba Saera menyeletuk. Dia tidak ingin Alesa berleha-leha di dalam kamar.
"Delivery saja. Kasian Alesa pasti lagi capek, tadi di sepanjang jalan dia pusing," ujar Fasya menengahi, lalu mengajak Saera keluar kamar.
Alesa bersyukur karena Fasya menolak permintaan Saera, hingga dia bisa merehatkan tubuh lelahnya.
"Pasti Saera sudah mulai menjalankan misinya," batin Alesa khawatir. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Saera padanya, jika tidak ada Fasya.
"Awas saja kau," gumam Saera jengkel sebelum mengikuti langkah Fasya.
Sepeninggalan Fasya dan Saera. Alesa kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia kembali menangis tergugu. Setelah puas menangis. Alesa menelpon abi Abdurrahman.
"Abi! Fasya ternyata sudah punya istri," adu Alesa setelah mengucapkan salam, suaranya serak karena kebanyakan menangis.
"Kenapa Alesa? Apa salah kalau Fasya menikah lagi? Di agama kita tidak ada larangan laki-laki punya istri lebih dari satu," ujar Abdurrahman tanpa beban.
Kalau sudah bawa-bawa agama. Alesa mati kutu tak bisa berkata-kata. Hanya air matanya yang mengalir deras.
"Abi jahat, abi tak sayang Alesa," gumam Alesa di sela isaknya nyaris tak terdengar.
"Alesa! Alesa!..." terdengar suara panggilan cemas dari Abdurrahman, karena Alesa tidak merespon teleponnya lagi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments