Part 3
"Alesa! Alesa!... Kamu tidak apa-apakan Nak," suara Abdurrahman semakin cemas.
"Hiks, hiks, hisk."
Hanya suara isakan. Alesa tak bisa berkata apa-apa, dadanya terasa sesak sekali. Ada sesuatu yang menggumpal di hatinya. Alesa berusaha menarik nafas panjang, agar tangisannya segera berhenti. Setelah sedikit merasa lagi, Alesa menarik ujung lengan bajunya mengelap air matanya.
Sementara Abdurrahman panik saat tak mendengar suara Alesa, dia hanya mendengar isakan Alesa. Dia sama sekali tak menduga kalau keputusan menikahkan Alesa dengan Fasya membuat Alesa sesedih itu. Dikiranya Alesa sekarang sudah bahagia dan hidup nyaman di rumah mewah Fasya.
"Alesa! Alesa! apa kamu mendengar suara abi," Abdurrahman kembali memanggil-manggil Alesa dari sambungan telepon.
"Alesa! Bicaralah. Nak!"
Alesa tetap bergeming, dia tak menyahut panggilan Abdurrahman. Alesa sedang sibuk menata hatinya, agar bisa berdamai dengan keadaan yang telah terjadi.
"Umi! Umi! Bagaimana ini. Apa abi ke Pekanbaru saja menyusul Alesa," terdengar teriakan Abdurrahman dari sambungan telepon, memanggil Asiah istrinya.
Mendengar teriakan Abdurrahman dari sambungan telepon, mengagetkan Alesa. Seketika dia tersadar telah membuat laki-laki kebanggaannya itu cemas dan khawatir.
"Abi! Alesa baik-baik saja. Abi tidak usah menyusul Alesa," ucap Alesa mencegah keberangkatan Abdurrahman. Dia tidak ingin penyakit Abdurrahman kambuh karena kelelahan di jalan.
"Sayang kamu yakin tidak apa-apa? Maafkan Abi ya sayang, Abi tidak memberitahumu yang sebenarnya." ucap Abdurrahman karena dia terlalu ego. Memaksa Alesa memenuhi keinginannya.
"Iya bi, Alesa baik-baik saja. Mungkin ini memang takdir dari Allah. Bi!" ucap Alesa, dia tidak ingin Abdurrahman cemas memikirkannya.
Kalau diturutkan, sejatinya Alesa ingin berteriak kencang, memaki Abdurrahman yang telah menikahkan dan menjerumuskannya dalam kehidupan Fasya.
"Alhamdulillah Alesa tidak marah sama abi. terima kasih. Nak!" ujar Abdurrahman lagi, dia sedikit lega karena Alesa sudah memaafkannya.
"Tidak bi, Alesa tidak akan pernah marah sama abu. Abi laki-laki terhebat yang Asela miliki, Alesa sayang abi. Alesa cuman...,"
"Cuman apa sayang?" Abdurrahman bertanya saat Alesa ragu meneruskan ucapannya.
"Alesa cuman sedih, karena istri pertama Fasya, menyebut Alesa pelakor. Bi," Adu Alesa.
"Pelakor! tidak ada istilah pelakor, Fasya yang memintamu menjadi istrinya pada abi, bukan kamu yang merebut Fasya dari istrinya," ujar Abdurrahman dia tak terima kalau istri pertama Fasya mengatai Alesa sebagai pelakor.
"Waktu Fasya melamarmu, dia sudah bilang sama abi, kalau dia sudah punya istri. Dan dia sudah berjanji pada abi akan membahagiakanmu dan berlaku adil pada istri-istrinya," ujar Abdurrahman menjelaskan pada Alesa.
Sesak dada Alesa mendengar pengakuan abinya yang sudah tahu kalau dia dijadikan istri kedua.
"Kenapa abi tidak memberitahuku sejak awal," batin Alesa. Jika dari awal dia tahu mungkin tak sesakit ini dia sekarang.
"Maafkan abi ya. Nak! Seharusnya kamu sekarang bersenang-senang dengan teman-temanmu, karena abi penyakitan, akhirnya kamu yang jadi korban," ujar Abdurrahman lagi.
"Alesa! Hanya kamu satu-satunya harapan abi dan adik-adikmu. Berjanjilah kamu tidak akan mengecewakan abi dan adik-adikmu" ucap Abdurrahman terisak.
Alesa terhenyak mendengar tuturan Abdurrahman di sela isaknya. Dia menghela nafas panjang sekali lagi, lalu menghembuskannya kesegala arah. Setelah mengetahui kebenarannya, Alesa hanya bisa berpasrah diri dan dia akan menjalani kehidupan selanjutnya. Tanpa menuntut keadilan pada abinya.
"Asela! Percayalah Fasya laki-laki baik. Nak! turuti kata-kata abi dan kata-kata suamimu. Insya Allah balasannya surga." terdengar lagi ujaran Abdurrahman, menyambung petuahnya.
"Surga? surga apaan. Sekarang saja di sini sudah kayak neraka," bantah Alesa tentu saja dalam hati, mana berani dia membeberkannya pada Abdurrahman.
Alesa hanya mendengar semua wejangan yang sampaikan Abdurrahman, tanpa merespon apa-apa. Karena jika dia merespon dengan bantahan. Dia khawatir penyakit abinya kambuh lagi.
"Sela! apa kamu masih di situ. Nak?" tanya Abdurrahman, karena dia tak mendengar jawaban dari putrinya.
"I-iya bi. Aku akan nurut apa kata abi. Aku di sini akan baik-baik saja," jawab Asela tergagap.
"Sekarang kamu harus nurut dan taat pada suamimu .Nak! semua tanggung jawab sudah berpindah pada Fasya," sambung Abdurrahman.
"I-iya bi," sahut Alesa lagi, seraya pura-pura menguap agar abinya menutup panggilan telepon. Karena jika tidak, akan ada bab-bab nasehat berikutnya.
"Maaf. Bi! Alesa lelah dan ngantuk, efek dramamin yang Alesa minum sepertinya masih berpengaruh," ujar Alesa mencari alasan.
"Ya sudah. Kamu istirahat, jika ada apa-apa cepat telepon abi ya," ujar Abdurrahman lalu menutup panggilan telepon.
Setelah panggilan telepon ditutup. Alesa kembali menyesali kecerobohan abi yang telah menikahkan dan menyerahkannya pada laki-laki yang sudah beristri. Jika dari awal Alesa tahu, apa dia bisa menolak pernikahan ini, tidak akan bisa! Pernikahan ini akan tetap terjadi. Karena Alesa tidak pernah bisa membantah keinginan Abdurrahman.
"Fasya itu laki-laki baik dan kaya raya. Dia akan membantu membiaya pengobatan abi dan sekolah adikmu," itu kata-kata Abdurrahman waktu menyampaikan ke Alesa kalau dia dilamar Fasya.
Abi Alesa butuh duit untuk menebus obatnya setiap bulan dan ke empat adik Alesa masih butuh biaya banyak untuk sekolah. Sementara uminya yang hanya bantu-bantu di warung nasi bu Dahlia, penghasilannya hanya dua puluh ribu sehari. Himpitan ekonomi keluarganya, memotivasi Alesa untuk tetap tegar.
"Aku tidak boleh sedih dan lemah, karena peran yang akan aku lakuni setelah ini, membutuhkan tenaga dan energi yang banyak," gumam Alesa sambil melangkah masuk ke kamar mandi, lalu menatap wajahnya di cermin. Mata sembabnya masih terlihat jelas.
"Mulai sekarang. Aku tidak boleh lagi mengadu pada abi dan umi seberat apapun masalahku. Aku harus bisa mengatasinya sendiri," batin Alesa.
*****
Masih terngiang ditelinga Alesa saat Fasya mengucapkan ijab kabul, yang merubah statusnya menjadi seorang istri.
"Saya terima nikahnya Asela Syarifah binti Abdurrahman dengan maskawin seperangkat alat shalat dibayar tunai," ucap Fasya lantang.
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah!" jawab saksi dan para undangan yang hadir.
Alesa yang duduk berdampingan dengan laki-laki bernama Fasya Zaedan Malik, hanya menunduk dalam diam, bergeming, jangankan untuk menyapa, melirik laki-laki itu pun, dia tidak berani.
Mendengar suara para saksi mengatakan sah. Debar jantung Alesa berdetak kencang beberapa kali lipat dari biasanya. Setelah lelaki bernama Fasya itu membaca shigat Ta'lik yang merupakan upaya perlindungan negara terhadap hak-hak istri. Seketika Alesa merasa dunianya sudah terkungkung. Dia telah menjadi istri sah dari seorang lelaki yang baru dikenalnya satu hari.
****
"Alesa! Fasya lelaki yang baik dan kaya. Dia pasti bisa memenuhi semua kebutuhan." ujar Abdurrahman terus meyakinkan putrinya. Dua jam sebelum ijab qabul terjadi.
"Iya bi, Alesa percaya, siapa pun pilihan abi, pasti lelaki terbaik buat lesa" ucap Alesa tak membantah.
"Bersiaplah, besok kalian akan menikah," ujar Abdurrahman lagi, kali ini ucapan abinya mampu membuat Alesa berteriak kecil.
"Apa! besok. Bi!"
Sejenak Abdurrahman menatap Alesa yang pasti dia kaget dengan tingkah Alesa, karena selama ini dia tak pernah mendengar Alesa berteriak atau pun membantah. Melihat reaksi Abdurrahman, secepat kilat Alesa menutup mulut dengan kedua tangan.
"Ma-maaf, Bi. Alesa hanya kaget," jawab Alesa gugup seraya menundukkan kepala. Tanpa bantahan Alesa menerima keputusan Abdurrahman dan menikah dengan Fasya.
Dan sekarang kenyataannya Alesa adalah istri kedua, seujung kuku Alesa tak pernah bermimpi menjadi perebut suami wanita lain.
"Kenapa takdir mempermainkan hidupku." batin Alesa nelangsa.
"Aku berstatus istri kedua dan telah menjadi pelakor, hiks, hiks, hiks,"
Bersambun
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments