Beberapa bulan yang lalu
“Aku mencintaimu, Vee,” ungkap seorang pria pada seorang wanita.
“Aku juga mencintaimu, Alvaro, dan tolong panggil aku kakak,” timpal sang wanita yang tengah memainkan ponselnya, menjawab dengan acuh tak acuh.
“Aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu!” ungkapnya sekali lagi.
“Aku tau,” jawabnya yang masih belum juga menatapnya.
“Vee!” seru Alvaro sembari menyentuh kedua pipi Olvee untuk membuatnya menatap ke arahnya karena dirinya yang mulai merasa kesal.
“Kakak, Alvaro!” balas Olvee yang juga turut memberengut kesal.
“Kita memang bukan saudara kandung, kenapa aku harus memanggilmu Kakak?” tanya Alvaro.
“Alvaro, jangan mulai,” sangkal Olvee seraya menepis tangan Alvaro yang ada di kedua pipinya.
“Itu memang benar!” jawab Alvaro lantang.
Olvee tidak menyangkal lagi dan memilih untuk mengalah dengan kekeras kepalaan Alvaro. Ia kembali mengalihkan atensi pada ponsel yang tadi ia mainkan. Olvee tidak terlalu mengambil pusing dengan ‘pernyataan cinta’ Alvaro karena ia juga sudah sering mendengarnya.
“Aku juga serius mengatakan jika aku mencintaimu sebagai wanita.” Pernyataan Alvaro kali ini membuat Olvee lagi-lagi tak bisa fokus pada ponselnya.
“Rupanya adikku memang sudah gila,” ucap Olvee.
“Aku bukan adikmu, Vee,” timpal Alvaro dingin.
Olvee tidak mengetahui apa alasan Alvaro belakangan ini tiba-tiba saja hanya memanggilnya dengan nama saja. Selain itu, ia mengatakan sesuatu yang ia anggap sebagai candaan terlalu sering. Kali ini juga, Olvee mendengar Alvaro menyatakan cintanya dengan serius, terlebih ia menegaskan jika ia mengatakannya sebagai seorang pria kepada wanita.
“Aku selalu ingin menanyakan hal ini padamu, Alvaro,” ucap Olvee yang mulai dengan serius menanggapi pembicaraan ini.
“Apa itu?” tanya Alvaro.
“Kenapa kau begitu yakin jika aku bukan kakakmu?” tanya Olvee langsung.
“Karena pada kenyataannya kau memanglah bukan saudara kita,” jawab Alvaro tenang dan yakin dengan tatapannya penuh ketegasan dan keseriusan.
Tatapan itu membuat Olvee terluka tanpa sadar. Ia sudah banyak mendengar dari mitra-mitra bisnis kedua orang tuanya, yang sering menanyakan perihal dirinya yang disalahpahami sebagai putri angkat. Ia sendiri juga dengan jelas mengetahui alasannya. Bahkan kakek dan neneknya memperlakukannya dengan berbeda dari cucunya yang lain. Namun, kedua orang tuanya yang memberikan kasih sayang sama besarnya pada dirinya membuat keraguan itu memudar. Tapi sekarang, Alvaro lebih sering memunculkan keraguan pada dirinya.
“O-olvee … “ Olvee segera menepis tangan Alvaro yang hendak menghapus air matanya yang tanpa sadar sudah keluar.
“Kau sendiri mengetahui, Alvaro. Tapi kau, kau malah … “ Olvee tidak bisa melanjutkan ucapannya karena tangisnya.
“Vee … “ Alvaro membawa Olvee ke dalam pelukannya, walaupun pada awalnya mendapatkan penolakan.
Olvee melanjutkan tangisnya di dalam pelukan hangat Alvaro. Ia membiarkan sang adik menenangkan dirinya sambil mengelus punggungnya lembut untuk mempercepat tangisnya mereda. Alvaro tidak bermaksud untuk membuat Olvee menangis. Ia hanya merasa kesal dengan Olvee yang tidak benar-benar menanggapi pernyataannya yang serius dan tidak berniat untuk mengerti.
“Meskipun kau bukan putri keluarga Marveen, kau bisa menjadi menantu keluarga Marveen ketika kita sudah menikah.” Perkataan Alvaro mendapatkan cubitan yang cukup keras dari Olvee.
“Vee!” seru Alvaro sembari melepaskan pelukan mereka.
“Meskipun kita berbeda, tapi kasih sayang Mama dan Papa padaku sama. Mereka adalah orang tua kandungku dan kita adalah saudara kandung.” Olvee mengatakannya dengan tegas.
“Meski begitu, aku tetap akan mencintaimu selamanya sebagai seorang wanita.”
Saat itu, Olvee lagi-lagi tidak terlalu menanggapi perkataan Alvaro karena ia menganggapnya sebagai ucapan dari seorang pemuda yang baru tumbuh dewasa. Saat itu, Alvaro mungkin memang mencintainya, tapi itu karena kasih sayang adiknya padanya yang sejak kecil sudah sangat besar. Namun, melihat adegan di depannya kini membuat Olvee sangat kesal. Dimana Jihan dan Alvaro tengah berpelukan.
‘Tunggu, kenapa perasaan terkhianati ini muncul lagi?’ tanya Olvee dalam batinnya.
Perasaan tak asing ini adalah perasaan yang sama ketika dirinya memergoki perselingkuhan yang dilakukan oleh mantan kekasihnya dulu bersama teman kampusnya. Sebuah kemarahan, terkhianati, dan kecemburuan menjadi satu. Kenapa sekarang itu ia rasakan pada adiknya?
Seharusnya ia juga merasakan hal yang sama ketika Alvaro menyatakan cintanya dengan serius satu tahun lalu. Namun, kali ini ia merasa jika omongan itu hanyalah omong kosong dan konyolnya, ia berharap jika Alvaro memang benar-benar serius. Ada apa sebenarnya dengan dirinya saat ini?
Olvee berdehem kecil ketika masuk ke dalam ruangan Alvaro membuat kedua insan yang tengah berpelukan itu melepas pelukan mereka dan terlihat canggung. Sama canggungnya dengan dirinya.
“Kalau begitu aku akan pergi sekarang, Alvaro. Aku pamit, Kak Olvee.” Gadis itu dengan kikuk berpamitan dan pergi keluar ruangan Alvaro.
Olvee melemparkan dokumen sialan yang menjadi alasan dirinya kemari itu tepat di depan dada Alvaro. Ya, ia kesal karena harus mengantarkan dokumen yang ditinggalkan oleh Alvaro dan harus bersikap canggung karena melihat kemesraan mereka. Olvee berusaha terus mensugesti dirinya dengan alasan tersebut.
“Jika aku yang harus lagi-lagi mengantarkan dokumen itu ke kantormu, aku tidak akan memaafkanmu lagi, Alvaro.” Olvee berkata dengan dingin seraya berbalik hendak keluar dari ruangan Alvaro setelah menyelesaikan urusannya.
“Tunggu, Vee.” Alvaro mencekal pergelangan tangan Olvee.
“Jangan sentuh! Aku masih kesal karena gangguanmu di tengah aku bekerja, ya!” sentak Olvee sembari menepis tangan Alvaro.
“Tenanglah jika kau tidak cemburu dengan Jihan, Kak,” timpal Alvaro tenang yang membuat Olvee semakin melotot tajam.
“Aku kesal karena kau yang ceroboh dan aku yang harus menanggung akibatnya! Bukan cemburu atau apapun itu! Ya, seperti itu!” semprot Olvee yang terdengar seolah itu dikatakan untuk dirinya sendiri. Seperti sebuah sugesti.
“Baiklah,” jawab Alvaro kemudian terkekeh pelan.
“Aku kesal karena terkena kecerobohanmu, Alvaro!” tegas Olvee sekali lagi seolah meyakinkan Alvaro.
“Aku mengatakan baiklah, kenapa kau begitu harus meyakinkanku?” tanya Alvaro mulai menggoda.
Olvee terdiam beberapa detik dan kemudian terkejut. Semua yang ada di dalam kepala Olvee, sudah dapat ditebak oleh Alvaro apa saja isinya. Ia terlihat sangat senang bisa menggoda Olvee.
“Terserah! Buang-buang waktu saja!” Setelah kehabisan kata-kata, Olvee pergi keluar dari ruangan Alvaro dengan pipi yang memerah.
“Vee … “ Setelah keluar dari ruangan Alvaro pun, ia tetap menyusulnya dan memanggilnya.
Karena Olvee tidak ingin menjatuhkan nama adiknya di kantornya sendiri, Olvee berusaha menahan emosinya. Ia berbalik dan menatap tepat pada manik mata hitam itu yang menatapnya dengan lebih serius.
“Apa ada yang kau butuhkan lagi?” tanya Olvee yang juga ikut mulai merasa penasaran dengan apa yang akan dikatakan Alvaro.
“Aku akan menerima perjodohan dengan Jihan.”
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments