Ryan tidak merasa bahwa hidup keluarganya akan berubah ketika harus pindah rumah, karena di mana pun juga, mereka masihlah orang miskin, dan membutuhkan biaya besar untuk berpindah tempat.
Begitu pula sekolah Ryan, dia harus mengulang kembali untuk tahun ke duanya nanti di semester awal, ini memang jauh lebih baik, dari pada dikeluarkan dan di blacklist oleh mereka.
Tapi ... Ya ibunya sudah memutuskan, permintaan untuk tidak membuat masalah apa pun lagi, hidup yang dia korbankan, tentu menjadi hutang tanpa bisa di lunasi oleh Ryan.
Rumah sederhana ini adalah tempat tinggal Ryan sewaktu kecil bersama ayah dan ibunya, tapi itu hanya berlangsung sampai dia kelas 7 SMP.
Dimana kemudian sang ayah mendapat pekerjaan dengan gaji besar di kota Jakarta, karena itulah Ryan pindah dan meninggalkan kehidupan bersama teman-temannya di kota ini.
Paling tidak disini Ryan bisa melanjutkan hidup tanpa perlu melihat wajah Sano atau orang tua mereka yang menginjak-injak harga dirinya.
Suasana kamar tetap sama seperti terakhir dia meninggalkan rumah untuk pindah, sebagian besar tidak ada yang berubah, hanya beberapa renovasi, karena banyak bagian sudah termakan usia.
Selagi Ryan merapikan semua barang bawaan, pintu terbuka dan sang ibu pun berjalan masuk dengan pakaian rapi..."Ryan kau ikut ibu."
"Kemana kita pergi pagi-pagi begini ?, Aku belum merapikan semua barangku."
"Lakukan itu nanti, sekarang kita pergi Ke rumah pak Brahman."
"Brahman ?." Ryan mencoba ingat kembali tentang nama itu.
Semua gambaran masa kecil seakan muncul kembali dan begitu pula sepintas bayangan gadis pemalu yang selalu mengikuti Ryan, datang tiba-tiba sebagai sebuah nostalgia.
Tapi nama Brahman bukanlah gadis itu, karena dia adalah lelaki dengan nama lengkap Brahman adisaka, sahabat dari ayahnya Ryan. Memiliki perawakan tubuh tinggi buntal dan wajah bulat sangar, dia benar-benar menyerupai seorang preman.
Antara ayahnya dan Brahman, mereka bersama untuk waktu yang lama di kota ini, hanya saja perbedaan antara si kaya dan si miskin menjadi batasan antara mereka berdua.
Meski harus di bilang Brahman memanfaatkan ayahnya, tapi itu tidak lebih sebuah bisnis yang menjadi penyambung hidup untuk keluarga dalam mencari nafkah.
Dan Brahman memiliki tiga anak, dua lelaki dan satu gadis, anak gadisnya itulah kawan Ryan sejak kecil, Reina Ardilla Adisaka, dia sangat pemalu, cengeng dan Ryan pula yang menjaganya dari masalah.
Seperti saudara ?, Tentu saja tidak, Brahman lebih menganggap Ryan sebagai pelayan untuk menjaga anak gadis yang sangat dia cintai.
Sejak awal, Brahman memang sangat kaya, bahkan pekerjaan untuk ayahnya di Jakarta adalah salah satu perusahaan yang ada di bawah kepemilikan keluarga
Karena Ryan bisa melihat rumah mewah dari kawasan elit itu sebagian besar adalah milik Brahman yang dia jual untuk para orang kaya lain.
Tapi diantara rumah-rumah mewah bergaya Mediterania modern, satu rumah yang dituju oleh Ibunya adalah rumah terbesar dari semua bangunan mewah disana.
Entah ada tujuan apa ibunya ingin bertemu dengan Brahman, tentu Ryan tidak menganggap bahwa ini hanya sekedar menyapa teman lama dan bersilaturahmi.
Ketika berdiri di depan pintu, dimana Ryan bisa melihat ekspresi wajah ibunya begitu murung, dia ragu-ragu namun ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa mundur.
Saat pintu terbuka, sesosok wanita muda yang cantik dengan rambut pirang, memperhatikan mereka berdua, tentu Ryan seperti melihat model seksi dari majalah dewasa.
Kecantikan itu sangat berbeda dengan kekaguman untuk seorang wanita yang memperlihatkan sisi feminimnya, tapi wanita ini membuat para lelaki akan bernafsu, meski hanya sekilas pandangan saja.
"Ada perlu apa ya ?." Bertanya wanita itu dengan bingung.
"Aku ingin bertemu dengan pak Brahman, aku Istianti."
"Ini hari Minggu, papa tidak bisa diganggu."
"Papa ?." Ulangi Ryan dengan bingung. Dia tidak tahu Brahman memiliki anak perempuan lain yang lebih tua dari teman masa kecilnya.
"Kakak, tolong, sebutkan saja namaku kepada pak Brahman, aku yakin dia akan mengerti."
Merasa aneh, tapi ucapan wanita itu benar-benar meyakinkan..."Baiklah tunggu sebentar."
Ini tidak lama, hanya berselang beberapa menit setelah memperkenalkan diri, Ryan diperbolehkan untuk masuk ke ruang tamu.
Mengikuti dibelakang langkah ibunya, dimana Hana secara perlahan menempatkan posisi untuk duduk di sofa yang berada tepat saling menghadap dengan Brahman.
"Duduklah Isti... Kita teman lama, tak perlu sungkan."
"Terimakasih."
"Jadi apa yang ingin kau bicarakan."
Ryan dengan tatapan mata bingung, menyaksikan betapa rumit ekspresi yang tergambar di wajah ibunya,
"Pak Brahman, aku ingin meminta janji yang anda katakan dulu kepadaku."
"Ya pada dasarnya aku bisa paham kenapa kau kembali ke kota ini, itu bukan masalah, aku akan biayai sekolah anakmu sampai kuliah, tapi aku benci memberi sesuatu tanpa menerima balasannya."
"Bagimana bisa ?, ini tidak seperti janji yang kau buat dulu ?."
"Tenanglah Isti, Ini bukan hal sulit, kau akan bekerja di rumahku, aku akan memberi gaji dengan layak, dan aku juga akan biayai sekolah Ryan. Aku tahu Istianti kau pasti sulit mendapatkan pekerjaan untuk sekarang."
Seakan itu menjawab pertanyaan Istianti, memang benar adanya, meski biaya sekolah untuk Ryan tidak menjadi masalah apa pun, tapi kebutuhan lain yang juga harus mereka penuhi.
"Bagimana Isti ?, Sejak dulu kau dan juga Abram sudah menjadi teman dekatku, tentu aku ingin membantu kalian."
Ryan bisa melihat betapa rumitnya wajah sang ibu, sedangkan apa yang tidak bisa dia pahami adalah tentang semua janji dalam percakapan mereka.
Satu nafas di tarik panjang dan keluar perlahan...."Baik, aku menerimanya."
Brahman berdiri, berjalan perlahan dengan senyum di wajah bulat kepada Ryan, satu tepukan di bahu dan berkata ... "Ryan belajarlah dengan keras, kau harus berterimakasih kepada ibumu, dia memiliki harapan besar dengan semua pengorbanannya."
"Iya pak Brahman."
"Dan satu lagi, kau tentu masih ingat dengan Reina."
"Anak perempuan pak Brahman."
"Ya.... Kau harus menjaga dia, jangan sampai Reina mendapatkan masalah di sekolahnya." Itu yang Brahman minta.
"Aku mengerti."
Suka atau tidak, seakan tidak bisa Ryan menolak hal ini, dimana sejak dulu, dari Ryan kecil, Brahman seperti memanfaatkan keluarganya.
Tapi itu bukan hal penting, demi mendapatkan masa depan yang lebih baik, meski Ryan harus merangkak di atas kotoran, dia tidak akan membuat sang ibu kecewa.
"Bagus, bagus sekali, aku menyukai orang yang penurut."
Jika Ryan menolak apa yang diinginkan oleh pak Brahman ini, Ryan hanya akan menambah masalah kepada sang ibu, setelah banyak hal terjadi, tentu dirinya tidak ingin menjadi beban.
Ryan terdiam, hanya menjawab beberapa kata kemudian diam kembali, hingga seseorang turun dari lantai ke dua.
Sesosok gadis remaja yang cantik dengan pakaian lengan panjang namun tidak sampai menutupi pusarnya, termasuk hotpants memperlihatkan paha putih tanpa sisa bekas tembakan peluru.
Dialah Reina Ardilla anak gadis dari pak Brahman, dimana dia pula adalah teman semasa kecil Ryan.
Ryan hanya bisa kuatkan pikiran, hati dan kenyataan. Memang di masa lalu, Reina benar-benar dekat kepadanya, tapi kini, dia tidak lagi pantas untuk membayangkan, bahwa mereka adalah orang yang sama.
Reina cukup berani untuk memperlihatkan lekuk tubuh dengan pakaian terbuka itu, terlebih ekspresi wajahnya seakan tidak menyukai apa yang dia lihat sekarang.
"Ayah, aku akan pergi keluar dengan teman, aku minta uang."
"Bukankah kemarin ayah sudah berikan uang bulanan mu."
"Itu sudah habis."
"Kau terlalu boros."
"Aku hanya minta beberapa ratus ribu, tidak akan membuat ayah bangkrut kan ?."
Brahman dengan mudahnya menarik lima lembar ratusan ribu... "Baiklah ini, tapi Reina ajak Ryan bersamamu."
"Siapa Ryan ?."
Kini pandangan Reina benar-benar memperhatikan lelaki yang duduk di kursi sofa sebagai tamu, ketika Brahman menunjuk ke arahnya.
Tapi Ryan hanya diam, dia menunjukan tatapan mata tanpa ekspresi, seakan tidak tertarik dengan wanita cantik seperti Reina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
YunArs bingung nulis apa
hana atau istianti nih
2023-03-23
0