Jangan banyak tanya! Cepat bereskan karena kepalaku sangat pusing," ucap Ana dengan suara memekik.
Huff.
Fahri menghela nafas, lalu ia pun melangkah maju guna memunguti pecahan gelas yang berserakan di bawa, dengan perlahan ia mengambil satu persatu dan setelah itu menyapu bersih.
"Apa kamu sedang sakit?" tanya Fahri pada istrinya karena bagaimana pun tetap kuatir.
"Iya, di tambah melihatmu mata dan kepalaku semakin sakit." Ucapan demi ucapan yang terlontar, sudah biasa untuk di dengar oleh Fahri, dan itu sudah menjadi makanan setiap harinya. Jadi, ia tidak tersinggung walau terdengar sungguh menyakitkan.
Setelah selesai Fahri memunguti pecahan gelas. Ia pun langsung beranjak dari kamar untuk membuangnya ke dalam tong sampah.
Sepeninggalan Fahri, Ana terus uring-uringan karena memang kepalanya sedikit pusing.
"Dasar lelaki tak tahu diri, sudah untung aku mau menikah dengannya. Tetap saja tidak berguna," umpat Ana lalu langkahnya berjalan ke arah kamar mandi.
Yah, semalam dirinya dengan sang kekasih berada di villa. Menikmati kebersamaannya dengan lelaki yang dicintainya. Tanpa memperdulikan Fahri yang sedari sore sudah menunggunya di ruang tamu, dengan perasaan cemas dan gusar karena dirinya belum juga pulang.
Sekarang Ana sudah masuk ke dalam kamar mandi, untuk segera bersih-bersih karena merasa badannya sudah lengket dan tentunya bau tubuh Leo yang masih menempel. Aroma wangi dari parfum lelaki itu masih tercium oleh indra penciumannya untuk menghilangkan bau tersebut, lalu dengan buru-buru Ana mencuci baju yang dikenakannya karena tidak mau suaminya semakin curiga.
Selama tiga tahun ini, tidak ada satu keluarganya pun yang tahu akan nasib rumah tangganya seperti apa? Jika saja anggota keluarganya tahu akan sikap dan perilaku Ana, mungkin bisa dipastikan ibu dan ayahnya merasa malu pada Fahri, maka dari itu Ana berusaha menutupi semuanya sehingga tidak ada satu orang pun yang tahu.
Sekarang pukul delapan pagi. Fahri yang sudah bersiap untuk berangkat bekerja namun sama sekali tidak menemukan makanan apapun, di atas meja dan hanya bisa menelan ludahnya secara kasar, pasalnya bukan hari ini saja meja tanpa ada makanan yang tersaji di atasnya. Kosong, itulah setiap harinya.
Saat Fahri akan pamit pada sang istri, ia melihat wanita itu sudah bersiap untuk ikut pergi juga. Akan tetapi, Fahri tidak tahu tujuan Ana ke mana?
"Mau ke mana sudah rapi betul?" tanya Fahri pada saat melihat Ana yang sudah berada di tengah-tengah tangga.
"Bukan urusanmu!" ucap Ana.
"Aku berhak tahu, sekarang katakan mau ke mana pagi-pagi sudah rapi?" hardik Fahri dan mengulang pertanyaan lagi pada Ana.
"Apa itu penting, bukannya kamu lebih mementingkan diri kamu sendiri dibanding aku. Oh ya, aku lupa kalau kamu takut dengan keluargamu…."
"Tutup mulutmu! Jangan membawa orang lain dalam urusan rumah tangga kita," bentak Fahri yang tidak terima jika keluarganya di kait-kaitkan dengan pernikahannya ya tidak harmonis.
"Lalu aku harus menyalahkan siapa? Oh ya, aku lupa jika kamu memang tidak bisa melepaskan aku." Ana tersenyum menatap sinis ke arah Fahri, lalu langkahnya melewati laki-laki yang selama tiga tahun memberikan segalanya padanya, namun tetap saja semua itu tidak merubah sikap dan perilaku Ana pada Fahri.
Fahri diam seribu bahasa, nyatanya apa yang dibilang oleh Ana adalah benar. Bahwa dirinya tidak bisa melepaskan istrinya karena suatu alasan. Mungkin karena itu juga Ana tidak bisa terbang bebas dari jeratan pernikahan yang tidak ia inginkan selama ini.
Saat Ana dengan santainya melewati Fahri, Fahri bak patung hanya diam dan tidak bergerak. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang.
"Tunggu!" teriak Fahri setelah berdiam diri untuk sesaat dan dengan gerakan cepat langkanya mengejar Ana.
"Apa kamu ingin mengajakku bertengkar lagi?" Ana menyipitkan mata dan tidak ada rasa bersalah sedikitpun di dalam dirinya
Justru malah menatap tajam ke arah sang suami.
"Kamu masih istriku, Ana! Jadi aku juga berhak atas dirimu," seru Fahri dengan tatapan dingin.
"Lantas kenapa? Apa mau kamu, aku harus berada di rumah, masak, mencuci, dan mengurus kamu? Oh tidak, aku tidak akan mau seperti itu karena aku bukan budak kamu, mengerti!"
"Lalu apa mau kamu, hum! Kamu seorang istri harusnya tahu apa yang seharusnya dilakukan setelah menikah. Bukannya malah bermain-main di luar sana dengan lelaki yang bukan suamimu, paham!" habis sudah kesabaran Fahri. Semakin ia diam justru semakin diinjak-injak harga dirinya sebagai seseorang laki-laki, sekaligus seorang suami.
Cuih.
Anak meludah tepat dihadapan Fahri, dia tidak peduli dengan omelan sang suami. Sekarang yang dibutuhkan adalah kebebasan, dan tidak mau menjadi apa yang di mau Fahri. Menurutnya Ana tidak mencintai laki-laki itu jadi ia pun tidak ada hak untuk melarangnya ke mana saja yang dirinya mau.
Tanpa berkata apapun Ana langsung masuk ke dalam mobil meninggalkan Fahri dengan keadaan sejuta luka.
✨✨✨✨✨✨✨✨✨
Sesampainya di ruang kerja.
Setelah pertengkaran tadi pagi bersama istrinya. Fahri tidak fokus untuk mengerjakan pekerjaan yang sudah menantinya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang, berbisa? Argh … Rasanya aku tidak sanggup untuk melakukan itu. Kalau saja bukan karena orang tuamu, mungkin saja aku sudah menceraikanmu." Dalam hati Fahri terus saja memikirkan akan pernikahannya yang semakin hari semakin tidak bisa di tolerensi. Istrinya yang semakin menjadi, ditambah sebuah permintaan. Sungguh Fahri tidak sanggup kalau harus seperti itu, dan entah sampai kapan ia bertahan dengan istri yang tidak menginginkannya.
Larut dalam lamunan hingga terdengar suara ketukan dan membuyarkan, apa yang sudah dipikirkan untuk ke depannya.
"Iya masuk." Agar tidak terus-terusan mendengar ketukan pintu. Akhirinya Fahri menimpali dengan suara.
Ceklek.
Pintu terbuka dan menampilkan sosok laki-laki dengan postur yang hampir sama dengan Fahri. Tinggi, putih, rahang yang keras dan cukup tampan.
"Ada apa?" Fahri mendongak menatap sosok temannya.
"Kenapa? Apa kamu bertengkar lagi?" ujar sosok lelaki yang bernama Danuarta.
Fahri tidak membalas ucapan Danu, ia malah menatap lekat ke arah Danu yang masih berdiri di ambang pintu, dan menyandarkan punggungnya di kusen.
"Kamu terlalu naif, jangan pernah setia karena setia itu penyakitkan. Itu karena istrimu tidak pantas mendapatkan semua itu," ucap Danu dengan mata berapi-api.
Danu tidak habis pikir dengan Fahri, yabg masih mempertahankan perempuan tidak tahu diri itu, berulang kali Danu memberitahu untuk melepaskan Ana, namun lagi-lagi Fahri tidak mau.
"Aku tidak bisa."
"Kamu bisa! Jangan menjadi seorang lelaki pecundang hanya sebuah permintaan konyol, yang kamu sendiri tidak sanggup."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Selamet Turipno
hehehe lg baca cerita laki laki bodoh
2025-01-11
0
@Kristin
Kasian Fahri
2023-03-06
0
@Kristin
Aku kasi kopi ☕ semoga sehat selalu 🤗
2023-03-03
0