...Hallo guys?...
...Happy reading. Semoga suka....
...*...
...*...
...*...
...Rintik Dan Garis Takdir - Pulang With Ketos Dingin...
Embun dan Mentari menyimak penjelasan Rintik dari awal hingga akhir tanpa menyela penjelasan Rintik.
"Jadi yang sebenarnya dijodohin sama Langit tuh dia? Bukannya lo?" tanya Embun setelah mendengar penjelasan Rintik.
"Iya. Tapi dia gak mau dan suruh aku aja yang dijodohin sama Langit," ucap Rintik.
"Terus Mama, Papa lo udah tau hal ini?" tanya Embun.
"Belumlah. Aku aja belum berani cerita!" ucap Rintik.
"Tapi mereka udah salah paham tuh Rin. Mending segera deh kamu ngomong sama Mama Papa kamu," ucap Mentari.
"Iya Rin. Biar dia aja yang tunangan sama Langit! Mending lo sama Bintang aja!" ucap Embun.
"Kan aku sukanya sama Langit Mbun," ucap Rintik.
"Buat apa sih suka sama cowok kek Langit gitu?! Mending sama Bintang! Baik, ganteng, lembah-lembut lagi!" ucap Embun.
"Gak bisa gitu dong Mbun. Cinta kan gak bisa dipaksakan," ucap Mentari.
"Bener tuh kata Tari! Cinta tuh gak bisa dipaksakan!" ucap Rintik setuju dengan ucapan Mentari.
"Gini ya Rin, Tar. Gimana kalau orang tua lo tau yang sebenarnya? Pasti mereka gak bakal jodohin lo sama Langit kan?" tanya Embun.
"Iya juga ya Mbun," ucap Rintik sedih.
"Coba lo pikir juga! Gimana kalau dia tiba-tiba datang dan mau tunangan sama Langit coba?" tanya Embun.
"Tapi kan dia bilang dia gak mau. Dia juga udah punya cowok Mbun," ucap Rintik.
"Kapan dia bilangnya? Sebelum dia pergi dari rumah kan? Gimana kalau dia tiba-tiba berubah pikiran coba?" tanya Embun.
"Mbun...udah cukup! Kasian Rintik!" ucap Mentari.
"Emangnya lo gak kasian kalau dia tiba-tiba dateng waktu Rintik udah nyaman sedalam-dalamnya sama Langit?!" tanya Embun.
"Ya kasian sih. Tapi kan..." ucap Mentari.
"Gue juga kasian Tar. Makanya gue bilang sekarang!" ucap Embun.
"Inget Rin! Lo tuh bukan dia! Jadi sewaktu-waktu dia minta Langit ke lo, lo harus mau kasih Langit ke dia!" ucap Embun.
KRING! KRING! KRING!
Terdengar bel masuk berbunyi, mereka pun segera turun dan segera menuju ruang kelas mereka.
Sepanjang perjalanan matematika di kelas XII IPA 3 Rintik hanya melamun tanpa memperhatikan pelajaran matematika.
Tiba di sesi menjawab soal. Rintik yang sedari tadi melamun pun kaget karena nyaris saja penghapus papan tulis mengenai jidatnya.
Kalau saja dia tidak menghindar tadi sudah bisa di pastikan jika jidatnya akan benjol.
"RINTIK! DARI TADI IBU PERHATIKAN KAMU HANYA MELAMUN SAJA?! SEBENARNYA KAMU NIAT SEKOLAH ATAU TIDAK SIH?!" tanya Bu Zura, guru matematika yang sangat galak dan disiplin akan tugas-tugas yang ia berikan.
Bu Zura ini merupakan pengurus osis juga. Jadi jangan pernah main-main dengan Bu Zura jika tak ingin terkena masalah. Apalagi sampai terkena penghapus papan tulis yang ia layangkan.
"Saya niat sekolah kok Bu. Cuma hari ini saya lagi galau Bu," curhat Rintik.
"Mau kamu galau, mau gak galau bukan urusan ibu juga Rintik! Sekarang kamu maju kerjakan soal yang ada dipapan tulis!" perintah Bu Zura.
"Ih, nyebelin! Lagi galau juga malah disuruh kerjain soal!" guman Rintik seraya berdiri dari duduknya.
"Bilang apa tadi kamu?!" tanya Bu Zura.
"Gak bilang apa-apa kok Bu," ucap Rintik tersenyum manis kepada Bu Zura.
"Gak usah senyum-senyum kamu! Ambil juga penghapusnya tuh!" ucap Bu Zura.
"Iya Bu iya," ucap Rintik lalu mengambil penghapus yang dilayangkan Bu Zura tadi.
Dengan berat hati Rintik maju dan mengerjakan soal yang sama sekali tidak ia mengerti cara mengerjakannya.
"Udah kerjain!" ucap Bu Zura lalu mengelilingi meja anak-anak didiknya untuk mengecek apakah mereka sudah mengerjakan soal yang ia beri tadi atau belum.
"Aduh, ini pake rumus apa ya?" monolog Rintik.
Rintik menengok ke sahabat-sahabatnya dan mengkode mereka namun sahabatnya pura-pura tak melihatnya.
"Kenapa kamu Rintik?" tanya Bu Zura yang melihat Rintik menengok kebelakang.
"Gapapa kok Bu," jawab Rintik.
"Ya sudah kerjakan! Kalau tidak bisa kerjakan keluar aja kamu!" ucap Bu Zura.
Nyebelin deh! Di kode pada gak lihat! Awas aja kalian! batin Rintik.
Satu jam pelajaran habis terbuang sia-sia karena Rintik tak bisa mengerjakan soal yang diberikan Bu Zura.
"Sudah! Sudah! Sana duduk! Capek saya tungguin kamu kerjain soal!" ucap Bu Zura.
"Dari tadi kek Bu! Pegel nih kaki saya!" ucap Rintik lalu duduk di samping Embun sedangkan Mentari duduk di belakang mereka.
"Saya juga capek Rintik! Punya murid kayak kamu ini! Udah berkali-kali diterangi masih aja gak paham!" ucap Bu Zura.
"Maklum Bu otak Rintik kan kapasitas udah penuh dengan Langit," ucap Rintik.
"Langit terus Langit terus! Gimana mau maju kamu Rin! Lagipula Langit sukanya kan sama cewek yang pinter, gak suka telat, baik hati dan tidak sombong!" ucap Bu Zura.
"Rintik juga pinter kali Bu! Cuma kalau matematika Rintik nyerah deh!" ucap Rintik.
"Sudah, sudah! Kok jadi curhat-curhatan sih!" ucap Bu Zura.
"Ya sudah Mentari, maju. Kerjakan soal ini!" ucap Bu Zura.
Dengan waktu terlampau cepat Rintik dapat menyelesaikan soal yang tidak bisa di selesaikan Rintik tadi.
"Nah, gini dong! Sebentar aja udah langsung selesai! Gak kayak kamu Rintik!" ucap Bu Zura senang.
"Ya kan emang bukan Rintik Bu! Itu kan Mentari!" ucap Rintik.
"Capek ngomong sama kamu Rin! Rin!" ucap Bu Zura lelah.
"Gimana Langit mau suka sama kamu! Kalau kamu nya aja gak bisa kerjain soal mudah kaya gitu," guman Bu Zura.
"Bisa-bisa Langit sukanya sama Mentari!" guman Bu Zura lagi membuat Rintik mencibirkan bibirnya.
Tari sama Langit emang cocok sih. Tapi lebih cocokkan sama aku! batin Rintik.
"Udah gak usah di masukin hati omongan Bu Zura Rin. Kamu tau sendiri kan kalau Bu Zura suka gitu sama kamu," ucap Mentari.
"Iya, Tar," ucap Rintik.
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Siswa-siswi yang tadinya mengantuk jadi tak mengantuk lagi seperti Embun dan Rintik.
Kini mereka berbondong-bondong keluar kelas karena tak ingin desak-desakan saat mengambil kendaraan mereka.
"Eh, Rin? Lo balik sama siapa?" tanya Embun.
"Biasalah sama supir legendaris," jawab Rintik.
"Supir legendaris darimana nya? Cuma supir angkot juga!" ucap Embun.
"Biarin. Yang penting lebih legendaris dari pada supir lo!" ucap Rintik.
"Terserah lo deh! Gue balik dulu," pamit Embun.
"Aku juga Rin. Dadah," ucap Mentari.
"Dadah," balas Rintik.
Kini Rintik sudah berada di halte biasa dia menunggu supir legendaris nya. Namun, sudah setengah jam berlalu supir legendaris nya itu tak datang-datang juga.
"Mang Adi kemana ya? Gak biasanya telat gini!" monolog Rintik melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah empat.
"Aduh, udah jam segini juga! Pasti udah jarang angkutan nih!"
Rintik membuka handphonenya untuk menelepon supir sang Mama. "Eh, loh? Kok mati sih?! Yah! Pasti habis nih baterai nya!"
"Aduh, sekarang harus gimana? Masa harus jalan kaki sih?! Kan jauh!"
Rintik berdiri dan mencoba berjalan siapa tau ada ojek di depan sana. Namun, sialnya sudah berjalan sedikit jauh dari SMA nya tetap saja tak bertemu tukang ojek sama sekali.
"Eh, itu kan Langit? Mending minta tolong sama dia aja deh!" ucap Rintik saat melihat Langit keluar dari gerbang.
"STOP!" teriak Rintik menghadang motor Langit beruntung Langit segera mengerem jika tidak sudah bisa dipastikan akan ada adegan berdarah.
Langit turun dari motornya. "Lo mau mati, hah?! Kalau mau mati gak usah disini juga! Noh loncat dari gedung!"
"Hehehe, maaf-maaf," ucap Rintik.
"Eh, tunggu dulu!" ucap Rintik saat melihat Langit menaiki motornya lagi.
"Mau apalagi lo?" tanya Langit.
"Boleh nebeng gak?" tanya Rintik.
"Handphone gue mati, cari ojek juga gak ada, jam segini juga udah gak ada angkutan umum yang lewat," ucap Rintik.
"Kalau gak boleh nebeng pinjem handphone aja deh. Buat telepon Mama," pinta Rintik.
"Handphone gue mati! Buruan naik!" ucap Langit dingin.
"Yes! Asik pulang bareng ketos es batu!" guman Rintik lalu menaiki motor Langit. Dan Langit pun melajukan motornya ke rumah Rintik.
...To be continued....
...Terima kasih sudah membaca....
...Jangan lupa untuk like, komen, share, favorit and vote ya?!...
...See you di next chapter....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments