Zai mendudukkan dirinya ke atas kursi. Mencoba menetralkan emosi untuk menenangkan diri. Disaat seperti ini dirinya tidak boleh mengutamakan egonya. Keselamatan Jordan adalah yang utama.
"Bagaimana Pak? Apa Bapak mau mendonorkan darah untuk anak Bapak?" tanya suster yang masih berdiri di sana.
"Sus, golongan darahku B. Jadi tidak mungkin aku mendonorkan darahku," jelas Zai.
"Kalau begitu, Bapak harus segera mencarikan darah untuk anak Bapak. Sementara itu, kita juga akan mencarikan kantung darah untuk pasien. Jadi, biar lebih cepat jika kita bekerja sama," ucap sang perawat.
"Baiklah. Lakukan yang terbaik, Sus!" pinta Zai.
Meski pun banyak pertanyaan yang mengganjal di benak Zai, tetapi dirinya tetap ingin yang terbaik untuk anak itu. Semua itu dia lakukan karena rasa kepedulian.
Zai selalu menemaninya duduk di kursi sebelah brankar seorang anak yang masih berusia 1 tahun itu. Zai menatap lekat wajah mungil dengan tubuh lemas di sana. Pikirannya kacau dan hati yang begitu gelisah.
"Sebenarnya kamu anak siapa Jordan? Kenapa golongan darahmu berbeda dengan punyaku. Padahal, golongan darah Reni juga B. Terus, siapa pemilik golongan darah A yang juga ayahmu?"
Zai berencana akan mengungkap semua ini ketika anak itu sudah sehat. Untuk saat ini, Zai tetap berusaha merawat agar Jordan segera sembuh.
Pria itu pun segera teringat dengan seorang teman yang bekerja di PMI. Dia tahu bahwa di sana pasti banyak stok darah yang dibutuhkan Jordan. Zai segera mencari ponsel dalam saku celananya, lalu menghubungi nomor tersebut.
"Halo Irwan, apakah disana ada golongan darah A?" tanya Zai yang memerlukan golongan darah itu secepatnya. Zai sangat berharap jika sang teman dapat membantunya.
"Ada Zai, tapi untuk siapa?" jawab Irwan.
Zai segera menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Saat ini nada bicaranya sudah cukup tenang. Dia juga mengatakan bahwa butuh beberapa kantung darah.
"Oke. Kebetulan disini ada banyak."
"Kirim segera ke Rumah Sakit Harapan Bunda, Wan. Segera ya!" pinta Zai.
"Oke Zai. Aku segera kesana."
"Terimakasih Wan."
Sambungan telepon terputus. Zai akhirnya bisa bernapas lega setelah mendapatkan darah golongan A. Zai kembali menatap Jordan yang terlihat begitu pucat.
"Reni, apakah kamu diam-diam selingkuh di belakangku? Dengan siapa kamu melakukan itu?" gumam Zai bertanya kepada dirinya sendiri. Perlahan Zai membelai rambut tipis anak di depannya.
Dua jam berlalu, Reni, Rere dan Gabriel tiba di parkiran rumah sakit. Reni menggendong Gabriel berjalan beriringan dengan Rere tersenyum merekah dan membawakan makan malam untuk Papa tercinta.
"Kalian tunggu di sini. Jaga Gabriel baik-baik!" pinta Reni. Lalu, Reni meninggalkan kedua anak itu dan segera menemui Zai.
Perawat memperbolehkan Reni masuk karena ingin memberitahu sang suami akan kedatangannya. Dia pun berjalan menghampiri Zai yang duduk di depan Jordan.
"Malam Papa?" sapa Reni masuk membuka pintu ruangan dimana Jordan di rawat.
Selama Reni berada di rumah, tak hentinya menanyakan kabar Jordan kepada Zai. Namun, sang suami sama sekali tidak membalas pesan darinya itu.
Tidak mendapatkan tanggapan, Reni menghampiri Zai. Dia mengintip wajah pria yang tergeletak di sisi brankar. Ternyata sang suami telah tertidur.
"Pa, bangun. Aku bawakan makan malam untukmu." Reni menggoyangkan tubuh suaminya pelan. Dia ingin menyuruh pria itu untuk makan malam.
Zai terbangun saat merasakan tepukan tangan di bahunya secara pelan, lalu mengerjapkan matanya beberapa kali.
Zaii mendongak, menatap Reni dengan tersenyum tipis. Namun, dalam hatinya menaruh rasa sakit hati dan kekecewaan terhadap istri yang tepat di depannya dengan senyuman mengembang.
"Iya Papa. Baru saja kami datang. Papa sudah lapar 'kan? Tadi Mama membeli ayam bakar dan juga roti bakar permintaan Gabriel." ucap Rere.
"Dimana anak-anak?" tanya Zai singkat.
"Tuh!" Reni menunjuk ruangan di sebelah yang hanya terhalang kaca besar.
Di sana terlihat dua anak kecil menghadap ke arah mereka. Rere menunjukkan satu kantung plastik ke arah sang Papa, sementara Gabriel melambaikan tangan. Zai pun tersenyum lebar seraya melambaikan tangan untuk menyapa kedua malaikat kecil itu.
"Gimana Pa, hasil laporan tes darahnya?" tanya Reni begitu penasaran yang belum mengetahui, bahwa suaminya saat ini sedang menahan amarah besar.
Wanita tersebut tahu persis apa itu ruang ICU. Di sana anak dengan penyakit yang serius akan mendapatkan perawatan intensif. Reni pun semakin khawatir.
Zai menjelaskan tentang kondisi sang anak dan juga ketiadaan darah yang dibutuhkan kepada sang istri. Kata-katanya begitu datar, bahkan terasa dingin jika Reni sadar. Namun, wanita itu tidak menyadarinya. Dia justru menggoyangkan tubuh sang suami.
"Lalu, gimana Pa? Apa Papa mau donorin darah buat Jordan?"
Zai menarik sebelah ujung bibirnya. Hatinya sudah cukup sakit mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Dia hanya menatap Gabriel dan Rere yang duduk di sebelah ruangan. Kedua anak itu sedang asik memainkan permainan di ponsel mereka masing-masing.
"Kenapa Mas Zai tidak menjawab pertanyaanku? Ada apa sebenarnya?" batin Reni berucap merasa heran dengan sikap suaminya.
"Pa, apakah Papa sudah mendapatkan darah untuk Jordan?" tanya Reni kembali menatap suaminya yang kini juga menatap dirinya.
Namun, Zai tetap tidak menjawab pertanyaan dari Reni. Dirinya langsung keluar ruangan begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata.
Reni keluar ruangan dan melihat suaminya sudah duduk bersandar di kursi dengan mata terpejam.
Zainudin yang merasakan Reni duduk disampingnya langsung menanyakan perihal Jordan yang sudah menguasai isi kepalanya sejak tadi.
"Jordan anak siapa?" Zai tiba-tiba bertanya saat Reni baru duduk disampingnya.
Reni seketika diam terpaku mendapat pertanyaan itu dari suaminya.
"Papa ngomong apa sih? Gak lucu deh! Jordan anak kita Pa," jawab Reni berbohong.
"Kalau anak kita, kenapa golongan darahnya tidak sama dengan kita, Ren?" tanya Zai dengan menggeram menahan amarahnya sejak tadi mencoba sebisa mungkin agar tidak berteriak.
"Maksud Papa apa? Jordan jelas-jelas anak kita Pak. Tidak sama bagaimana?" Reni bukannya menjawab, malah balik bertanya pada Zai.
"Golongan darah kita B, sedang Jordan A. Kebohongan mana lagi yang kamu buat, Reni!" Zai memberitahu tentang apa sebenarnya golongan darah Jordan. Zai semakin geram karena sang istri tidak mengakui apa yang sebenarnya terjadi.
Reni seketika membeku, mendengar apa yang dikatakan Zai. Reni tidak tahu harus bagaimana lagi setelah sang suami tahu. Akan tetapi, wanita itu mencoba menetralkan lagi sikapnya.
"Bagaimana mungkin Pa? Kenapa Jordan tidak sama dengan kita?" kilah Reni yang sudah ketahuan berbohong masih saja tetap pada pendiriannya.
"Katakan padaku! Anak siapa Jordan itu?" tanya Zai sekali lagi masih tetap bersabar menghadapi Reni yang pandai menyembunyikan kebohongannya selama ini.
Kini pria itu merasa telah ditipu oleh sang istri. Dia tidak tahu apa yang dilakukan Reni selama ini hingga menghadirkan Jordan ke dunia. Zai hanya percaya pada sang istri bahwa wanita itu baik-baik saja.
"Jordan anak kita Pa! Anak kita!" kekeh Reni. Dia tetap berbohong pada Zai, walau pun bukti sudah di depan mata.
"Kamu masih mau mengelak lagi!" bentak Zai. Kini dia sudah tidak tahan dengan kebohongan Reni.
"Papa bentak Mama!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
R.F
2like hadir semangat
mampir y
2024-01-09
2
Senajudifa
kufavoritkn din, seru ceritanya
2023-08-30
1
🍌 ᷢ ͩˡ Murni𝐀⃝🥀
hmmm kasihan Zai, sedang kerja di luar kota tapi sang istri mencari kehangatan dari pria lain sampai menghasilkan anak yang diberinama Jordan
2023-06-23
0