Love At Second Chance
"Papa, kamu dimana? Jordan panasnya gak turun-turun! Aku khawatir!" Reni berucap panik saat menghubungi Zai suaminya.
"Oke, Papa akan segera pulang." kata Zai yang kebetulan yang baru saja sampai berada di kantor polsek dari tugas luar kota dan berniat pulang ke rumah.
Sambungan telepon terputus. Setengah jam terlewati, Zai sampai di rumah dan berlari menuju kamar anaknya.
"Gimana keadaan Jordan? Panasnya belum turun ya?" Zai meletakkan telapak tangannya di dahi Jordan.
"Iya Pa, sudah lebih dari 3 hari belum turun-turun dan ini baru saja aku cek suhunya mencapai 40," kata Reni duduk di samping Jordan yang menggigil.
"Astaga, kita bawa kerumah sakit sekarang juga!" Zai langsung menggendong Jordan lalu berlari keluar rumah menuju garasi dimana mobilnya berada.
Sedang Reni mengambil tas dan jaket Jordan, kemudian menuju kamar Gabriel yang sedang tertidur pulas dan menggendongnya. Reni pun menyusul suaminya lalu mengunci pintu rumah mereka.
Masuk ke mobil, Reni meletakkan Gabriel yang langsung terbangun saat duduk di samping papanya. Reni beralih duduk di tengah memangku Jordan yang tertidur.
"Papa, Mama, kita mau kemana?" tanya Gabriel seraya mengucek matanya dan menatap bingung kepada kedua orang tuanya yang dilanda kepanikan.
"Kita mau pergi ke rumah sakit, Sayang, Mengantar adik Jordan yang sedang sakit," jawab Zainudin menatap anak keduanya.
Gabriel pun menoleh ke belakang dimana adiknya terbaring lemah di pangkuan mamanya.
"Pa, ayo cepat! Jordan tak sadarkan diri," pinta Reni yang panik karena Jordan tiba-tiba tak sadarkan diri.
"Apa? Tak sadarkan diri! Baiklah." Zai mulai melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi agar sampai dirumah sakit.
Begitu sampai di Rumah Sakit Harapan Bunda, Zai keluar mobil dan membuka pintu tengah lalu mengambil Jordan seraya berlari menuju ruang IGD.
Reni melakukan pendaftaran karena hanya wanita itulah yang mengetahui kondisi sang anak sebelumnya. Reni merincikan bagaimana dan apa penyebab dari penyakit Jordan.
"Suster, tolong anak saya?" kata Zai saat bertemu perawat yang kebetulan lewat.
Suster tersebut langsung memeriksa suhu badan anak lelaki itu dan terkejut karena sangat tinggi panasnya. Kemudian suster tersebut memasang infus di pergelangan tangan kiri yang maasih begitu mungil.
Tak lama Reni tiba dengan menggendong Gabriel berdiri di samping Zai yang memandang anaknya dengan perasaan sedih dan khawatir.
"Papa," panggil Reni lirih. Dia juga merasa khawatir dengan keadaan sang anak.
"Iya, sayang, tenang. Jordan sudah ada yang menangani. Kita tunggu keputusan dokter," kata Zainudin memeluk Reni.
Dokter tiba bersama suster dan mengecek ulang suhu tubuh anak tersebut.
"Kalian orang tua anak ini?" tanya Dokter Sinta setelah memeriksa.
"Benar, Dok, kami orang tuanya," jawab keduanya kompak.
"Sudah berapa lama sakitnya?" Dokter Sinta bertanya kembali.
Reni segera menjelaskan pada dokter sejak kapan sang anak sakit. Dia juga mengatakan bahwa panas Jordan sempat turun, tetapi naik lagi petang tadi. Suaranya terlihat bergetar menunjukkan bagaimana wanita itu begitu khawatir.
"Begitu." Dokter Sinta menganggukkan kepala mengerti. "Saya perlu mengambil tes darah untuk mengetahui penyakit yang dideritanya," Dokter Sinta memberitahu pada kedua orang tua anak tersebut.
Dokter Sinta segera memerintahkan suster yang berdiri di sampingnya untuk mengambil darah sang pasien. Dia ingin melakukan pemeriksaan terhadap contoh darah tersebut di laboratorium.
"Saya permisi dulu," pamit Dokter itu pada kedua orang tua pasien.
Suster tersebut mengambil darah Jordan, lalu segera membawanya ke ruang laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Mama," panggil Gabriel pelan. Dia merenggangkan tubuhnya untuk turun dari gendongan sang Mama. Anak itu berjalan menuju adik kecilnya seraya mengusap kepala Jordan lembut.
Reni mengikuti langkah Gabriel, lalu berdiri di samping anak itu. "Sayang, do'akan Adik Jordan cepet sembuh, ya," ucap Reni seraya menatap Jordan dengan nanar.
"Pasti, Mama," sahut Gabriel.
Reni duduk di kursi memangku Gabriel yang sedang menatap adiknya, sedang Zai duduk di kursi luar memikirkan keadaan Jordan yang tiba-tiba sakit dan demam tinggi.
"Bagaimana bisa Jordan tiba-tiba sakit dan demam tinggi? Apa yang dilakukan Reni selama ini?" Zai bertanya-tanya dalam hati dan juga pikirannya. Namun, untuk saat ini belum waktunya menanyakan hal ini pada istrinya.
Zai langsung teringat, bahwa anak pertamanya sudah waktunya pulang sekolah. Dia kembali masuk, lalu mengatakan pada Reni bahwa ingin menjemput Rere anak sulungnya.
"Gabriel ikut!" pekik Gabriel. Ya, kemana pun sang Papa pergi, pasti anak tersebut tidak mau ketinggalan.
Gabriel turun dari pangkuan mamanya, lalu Zai langsung menggendong Gabriel berjalan keluar menuju parkiran rumah sakit.
Masuk mobil, Zai meletakkan Gabriel di kursi depan, lalu menutup pintu. Pria itu melajukan kendaraan menuju sekolah Rere yang lumayan jauh dari rumah sakit.
Selama perjalanan, yang ada dalam pikiran Zai adalah Reni, bukan Jordan. Entah kenapa, Zai merasa ada sesuatu hal ganjil yang dilakukan sang istri.
"Papa, itu Kakak!" teriak Gabriel yang membuyarkan lamunan Zai.
Zai segera menepikan mobil, lalu membuka pintu. Dia menghampiri Rere yang sedang berdiri di gerbang sekolah. Pria itu pun membawa sang anak segera meninggalkan tempat itu.
"Papa, kita mau kemana?" tanya Rere yang menyadari arah mereka bukan ke rumah.
Zai menjelaskan dengan cara sederhana dan lembut agar mudah dipahami anak sekecil Rere. Dia juga tak ingin sang anak ikut khawatir.
Sesampainya di rumah sakit, Zai, Rere dan Gabriel turun dari mobil dan menutup pintu dengan cepat. Sang Papa mengunci otomatis mobilnya dari jarak jauh.
Berjalan di koridor Rumah sakit, Zai menuntun Rere dan menggendong Gabriel yang memeluknya erat. Kini, mereka berjalan menuju ruangan ICU.
Ya, sebelumnya Reni telah memberitahu bahwa Jordan telah dipindahkan ke ruangan tersebut. Anak tersebut memerlukan perawatan intensif.
"Mama!"
Reni yang duduk di kursi tunggu ruang ICU menoleh saat mendengar suara anak sulungnya itu. Reni menyambut kedatangan sang anak dengan senyum di wajahnya.
"Bagaimana Ma? Apakah Dokter sudah datang membawa hasil lab-nya?" tanya Zai yang penasaran dengan penyakit yang diderita Jordan.
"Belum Pa," jawab Reni.
Matahari mulai tergelincir dari singgasana, tetapi pihak rumah sakit belum memberi kabar. Akhirnya, Zai menyuruh Reni pulang supaya dapat mengurus kedua anak mereka serta membawa dirinya baju ganti untuk kedepannya.
Reni pun menuruti perintah sang suami. Dia segera membawa kedua anak mereka pulang bersama. Sedangkan Zai masuk untuk menemani Jordan karena ruang ICU hanya boleh ditunggui oleh satu orang saja.
Tak lama kemudian pintu kamar rawat Jordan terbuka. Muncullah perawat datang membawa beberapa lembar kertas. Dia segera membaca tulisan di atasnya yang berisi hasil laboratorium.
"Anak Bapak terkena DBD dan trombosit rendah," ucap sang perawat.
"Apa?" Zai membuka mata lebar, tak menyangka jika sang anak akan terkena penyakit itu.
"Jadi, secepatnya harus mendapatkan transfusi darah. Tapi, sayangnya kami tidak punya stok darah A seperti yang dibutuhkan pasien," jelas sang perawat lagi.
Bak disambar petir, tubuh Zai pun seketika mematung. Dia seperti orang linglung. Ucapan sang suster tentang golongan darah sang anak terus saja berulang di telinga.
Hai semuanya, ini adalah karyaku yang ke 5 berjudul Love at Second Chance. Semoga suka dengan karya baru ini. Mohon dukungannya ya agar author tetap semangat dalam berkarya. Terimakasih. Salam hangat untuk kalian🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Delita bae
hadir😇
2024-11-09
0
💞Amie🍂🍃
udah di fav sama sub ya kak, semangat
2023-12-13
2
💞Amie🍂🍃
aku mampir ya kak, Jan lupa saling dukung karyaku my ex sagara
2023-12-13
2