Davira tiba di kediaman Adhitama tepat jam 7 malam, rumah yang besar ini seketika penuh dengan para tamu. Sebagian besar adalah orang-orang penting di kota Utara.
Davira menyapa beberapa tamu, kemudian pergi menemui kakeknya, di sana juga ada Barra dan ayahnya.
Davira membungkuk sopan kepada tuan Dharmawangsa dan Barra, "Selamat malam om, Kak Barra."
Barra hanya menatapnya tanpa ekspresi.
Tuan Dharmawangsa tersenyum ramah, "Tidak perlu begitu sungkan, bukankah sebentar lagi kita juga akan menjadi keluarga."
Davira mengerutkan keningnya pura-pura tidak tahu.
Tuan Dharmawangsa kembali tersenyum, "Kalian sudah bertunangan sejak kecil, sebelumnya karena terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, membuat kalian harus berpisah selama 10 tahun. Sekarang kau sudah kembali, bukankah sebaiknya kalian segera membuat persiapan pernikahan ?"
Davira baru saja akan menjawab, tapi sebuah suara dari belakang nya mendahului nya. "Pertunangan mereka dilakukan saat mereka masih sangat kecil dan belum mengerti apa-apa, lagipula itu sudah lama berlalu dan sekarang mereka sudah dewasa. Jadi biarkan mereka menentukan pilihannya sendiri, lagipula sudah tidak ada lagi yang melakukan hal seperti ini di abad ke 21," ujar Mahendra.
Ekspresi tuan Dharmawangsa berubah tidak enak, "apa yang dikatakan tun Mahendra memang benar, Davira begitu hebat tentu saja memiliki pemikirannya sendiri, jadi bagaimana menurut nona Davira ?"
"Kenapa tuan Dharmawangsa hanya menanyakan pendapat Davira ? apakah tuan Dharmawangsa tidak ingin tahu pendapat Barra ?" Lagi-lagi Mahendra berusaha menekan tuan Dharmawangsa.
Awalnya para tamu tidak terlalu menghiraukan nya, tapi perdebatan menjadi cukup sengit sehingga menarik perhatian beberapa orang disekitarnya.
Saat ini Arabella datang dan menengahi keduanya, "Ayah, om William tentu saja sangat mengerti Barra, biar bagaimanapun mereka ayah dan anak." Kemudian ia membungkuk sopan kepada tuan Dharmawangsa.
"Maaf jika kata-kata ayah saya menyinggung om William, sebagai seorang ayah, beliau hanya tidak ingin melihat putrinya tersakiti. Biar bagaimanapun Barra dan aku sudah menjalin hubungan selama 5 tahun. Semua orang di kota Utara juga tahu hal ini."
Perkataan Bella jelas bertujuan untuk memojokkan tuan Dharmawangsa.
"Apa yang dikatakan Bella memang benar, biar bagaimanapun anda juga seorang ayah. Seharusnya anda mengerti perasaan saya."
Davira yang sedari tadi hanya menjadi pengamat pun akhirnya buka suara. "Apa yang dikatakan om Mahendra benar, kita semua sudah dewasa dan masalah perasaan tentu saja tidak bisa dipaksakan. Kak Barra begitu mencintai Kak Bella tentu saja kita harus mendukung hubungan mereka. Lagipula aku tidak ingin disebut sebagai orang ke 3 yang merebut kekasih kakaknya sendiri."
Mendengar ini wajah Barra tetap datar, tapi disudut hatinya merasa tidak senang dengan apa yang dikatakan Davira.
Setelah perdebatan panjang tersebut acara utama pun dimulai. Tuan Adhitama secara resmi mengumumkan kembali nya Davira sebagai calon pewaris Adhitama Grup. Semua tamu undangan saling berbisik, pasalnya selama ini Adhitama Grup diurus oleh tuan Mahendra. Disaat semua orang sedang fokus kepada Davira, sebuah video ditayangkan di layar.
Acara yang tadinya berlangsung tertib menjadi heboh berkat video yang ditayangkan. Tak sedikit dari mereka yang mencibir Davira. Meskipun wajah pemeran dalam video tersebut tidak terlihat, tetapi melihat postur tubuhnya terlihat sama persis dengannya.
Ditengah kegaduhan tersebut, Davira dengan tenang naik keatas panggung dan berkata,"Untuk para tamu saya harap agar tenang, sebelumnya saya minta maaf atas kejadian tak terduga ini. Daripada bertanya-tanya dan berspekulasi tanpa ada bukti, bukankah lebih baik kita melihat video aslinya agar lebih jelas."
Tak lama kemudian sebuah video yang sama ditampilkan, bedanya durasi nya lebih lama dan gambarnya lebih jelas. Kali ini semua tamu dibuat terkejut sekali lagi, bukan karena pemeran wanitanya melainkan pemeran pria. Semua orang diam-diam menatap kearah Barra. Sementara yang ditatap tampak sangat tenang.
Davira kembali berbicara,"Seperti yang anda semua lihat, bahwa wanita yang ada di video hanya menolong sang pria yang tak lain adalah tuan Barra Dharmawangsa." ia menunjuk kearah Barra dan saat itu juga matanya bertemu dengan mata hitam Barra.
"Dalam video tersebut jelas ada orang yang ingin mencelakai tuan Barra, tapi untung nya ada wanita baik hati yang menolongnya."
Seolah tahu apa yang dipikirkan para tamu undangan, ia pun menambahkan, "Oh wanita itu jelas bukan aku, meskipun sekilas postur kita mirip tapi jika diperhatikan lagi ada beberapa perbedaan." Para tamu mulai membandingkan mereka kemudian mengangguk setuju.
Setelah memberikan penjelasan, Davira pergi meninggalkan aula pesta.
"Bisa-bisanya dia menggunakan hal seperti ini untuk menarik perhatian dan simpati orang lain. Ia bahkan melibatkan dirimu." ujar Bella kesal. Ia menatap Barra dan bertanya, "Ngomong-ngomong siapa wanita itu ?"
"Siapapun itu tidak ada hubungannya dengan mu mu jadi jangan melakukan hal yang melewati batas,"jawab Barra, kemudian ia pergi meninggalkan Bella sendiri. Bella baru saja akan mengejar Barra tapi langkahnya dihentikan oleh tuan Dharmawangsa.
Barra pergi ke taman belakang, pandangannya menatap jauh ke dalam hutan buatan didepannya. Tanpa ia sadari, langkahnya berhenti disebuah pondok kecil ditengah hutan.
Samar-samar bayangan seorang gadis kecil yang sedang bermain piano berputar di kepalanya. Jari-jari lentiknya menari di atas tuts dan menghasilkan melodi yang indah, melodi yang sangat dikenalnya.
Setelah selesai bermain gadis itu berlari kearahnya dengan senyum polos yang indah.
Barra berjalan masuk, bayangan indah itu perlahan memudar. Dihadapannya bukan lagi gadis kecil dengan senyuman polos nya yang indah, tapi seorang gadis yang sudah beranjak dewasa dengan senyuman dingin yang menghiasi wajah cantik nya.
Setelah lagunya selesai Davira berjalan ke sofa, pandangannya sedikit kabur. Samar-samar ia melihat sosok yang sangat dirindukan nya. Ia menggelengkan kepalanya menepis semua pikiran itu, kemudian pandangannya berubah gelap.
Barra membawa Davira ke dalam kamar dan membaringkannya di ranjang. Ia pergi ke dapur untuk mengambil air hangat, Barra menyadari bahan makanan dan perlengkapan disini sangat lengkap. "Sepertinya dia juga sering kesini," gumamnya. Ia mengambil beberapa bahan makanan untuk membuat bubur dan mengirimkan pesan kepada Luke agar tidak menunggu nya.
Barra kembali ke kamar dengan segelas air hangat dan semangkuk bubur. "Bangunlah, makan dulu," ujarnya lembut. Tidak ada kebencian dan tatapan dingin yang selalu ditunjukkannya. Meski begitu Davira tak kunjung bangun. Barra mencoba menyuapinya dengan sendok tapi gagal, akhirnya ia hanya bisa menyuapinya dengan mulut nya.
"Dasar bocah nakal, pingsan pun masih menggoda ku,"ujar bara lirih, kemudian tanpa sadar ia tersenyum. Dengan penuh kesabaran, akhirnya ia berhasil menyuapi Davira sampai bubur di mangkok habis.
Barra kembali menyiapkan segelas air hangat dan meletakkan nya meja samping tempat tidur. Saat akan pergi tiba-tiba tangannya digenggam oleh Davira. Ia menghentikan langkahnya dan menatap Davira.
Davira membuka matanya sedikit dan melihat sosok Barra dihadapan nya, ia mengira ini adalah mimpi jadi ia menggenggam tangan nya dan berkata dengan kesal, "Huuft, bahkan di dalam mimpi pun kau tidak menghiraukan ku. Apa kau begitu membenci ku ? Kau tau, ibuku bukan orang seperti yang kau pikirkan. Bahkan jika memang seperti itu bukan berarti aku juga begitu. Sudahlah kau tidak akan mendengarkan ku."
Setelah mengutarakan isi hatinya ia pun kembali menutup mata nya dan melepaskan genggamannya.
Barra duduk disisi ranjang, tangannya bergerak maju dan membelai wajah cantik Davira. "Aku tahu kau berbeda dengan nya, tapi bagaimana kau akan menjelaskan kejadian 10 tahun yang lalu ? Kenapa kau melakukan hal itu kepada ku saat aku paling membutuhkan mu ?" sorot matanya memancarkan rasa sakit yang telah lama dipendamnya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments