Setelah pulang dari Dharmawangsa Grup, Davira pergi ke Rose Mansion. Ia pergi ke ruang rahasia tempat mereka bekerja selama di kota Utara.
Davira meletakkan makanan yang dibawa nya dan menghampiri Marissa yang sedang fokus dengan komputer nya "Apakah semuanya berjalan lancar ?"
"Tentu saja, Barra benar-benar cepat. Saat ini dia sudah mulai menyelidiki Eve." Marissa menjawab tanpa mengalihkan pandangan nya dari komputer, jari-jari lentiknya menari di atas keyboard.
Davira menyadari seperti nya Marissa sedikit kesulitan. "Apakah ada masalah ?"
"Tidak ada, hanya saja sepertinya orangnya cukup hebat. Tapi ini bukan masalah besar."
Davira mengangkat sudut bibirnya. "bukankah akan membosankan jika kita mendapatkan lawan yang mudah."
Marissa menyelesaikan pekerjaannya kemudian berbalik menatap Davira. "Tapi aku masih tidak mengerti, sebenarnya kenapa kau mengincar Dharmawangsa Grup ? bukankah musuh kita seharusnya Adhitama Grup ?"
Davira tidak menjawab pertanyaan Marissa, ia berjalan ke sebuah papan yang berisi beberapa foto. "Adhitama Grup sudah jelas harus kembali ke tangan ku, tapi kejadian 10 tahun yang lalu, belum ada kepastian tentang ini semua ..." tatapannya menjadi sendu.
Marissa menghampiri Davira dan berkata, "aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi 10 tahun yang lalu. Tapi jika benar kejadian saat itu ada hubungannya dengan nya, apa kau bisa menghadapi nya ?"
Davira tidak menjawab.
....
Sabtu pagi Davira datang ke Dharmawangsa Grup untuk melapor sebelum resmi bekerja pada hari Senin. Saat tiba di lobi dia bertemu dengan Barra yang juga baru saja tiba. Ia membungkuk sebentar kemudian pergi ke meja resepsionis.
Barra sempat tertegun sebentar, kemudian melanjutkan langkahnya menuju kantor Presdir.
"Apa yang dia lakukan disini ?"
"Ini, aku juga kurang tahu. sepertinya nona Davira pergi ke bagian HRD. Aku dengar departemen desain sedang merekrut anggota baru." Luke menjelaskan dengan hati-hati.
"Baiklah aku mengerti, beritahu team design aku akan mewawancarai calon designer secara langsung, dan juga beritahu bagian HRD untuk menunda proses penerimaan nya dulu."
"Baik."
Davira sedikit bingung ketika pihak HRD mengatakan dirinya masih harus melakukan sesi wawancara terakhir sebelum resmi diterima. Jelas-jelas tadi malam pihak HRD mengatakan dirinya sudah diterima. Tapi ia juga tidak terlalu terkejut.
salah satu staff HRD mengantarkan Davira ke sebuah ruang rapat yang cukup luas, tapi tidak terlalu besar.
Davira masuk dan duduk di salah satu kursi, tak lama kemudian pintu ruang rapat kembali terbuka. Tanpa melihatnya pun Davira sudah tahu siapa yang datang.
Barra duduk di kursi pimpinan, Davira tersenyum kemudian membungkuk hormat kepada Barra.
Barra mengetukkan jarinya di meja, "Permainan apalagi ini ?"
Davira mengernyitkan dahinya kemudian berkata, "Maaf, saya tidak mengerti apa yang bapak maksud. Hari ini saya datang untuk melapor sebagai karyawan baru Dharmawangsa Grup, tapi staff HRD mengatakan bahwa saya masih harus menyelesaikan wawancara tahap akhir sebelum mulai bekerja. Jadi seharusnya saya disini untuk wawancara kerja." Davira menjawab dengan tenang.
Barra mengangguk dan berkata,"Baiklah, Nona Davira Adhitama, benar ? Seharusnya anda tidak kekurangan tempat di Adhitama Grup, bahkan jika menginginkan nya anda bisa langsung menjadi CEO. Kenapa anda memilih datang ke Dharmawangsa Grup ?"
"Tidak ada alasan khusus. Seperti yang anda katakan, bahwa saya bisa mendapatkan apa yang saya mau di Adhitama Grup dengan mudah. Jadi saya datang kemari untuk menjalani prosedur masuk kerja yang adil, Selain itu posisi yang ditawarkan Dharmawangsa Grup juga sesuai dengan background saya sebagai lulusan mahasiswa design."
"Kalau begitu saya ingin melihat sejauh mana kemampuan nona Davira, apakah nona Davira keberatan ?" Barra mengangkat sebelah alisnya.
"Tentu saja tidak, bagaimana saya harus membuktikan kemampuan saya ?" lagi-lagi Davira menjawab dengan tenang.
Sejujurnya Davira yang saat ini berada di hadapan Barra, memberikan kesan lain kepada nya. Sayangnya wajah dan aroma tubuhnya persis seperti seseorang yang ia benci. Benar apa yang dikatakannya, semua dendam diantara mereka harus diperhitungkan dengan jelas.
"Sebagai seorang desainer tentu saja harus membuktikan dengan desain, aku akan memberikan sebuah tema dan nona Davira harus menyelesaikan sketsa desainnya hari ini juga di ruangan ini."
"Baiklah, silahkan bapak sebutkan tema nya."
"Kejujuran."
Davira mengernyitkan dahi.
"Tema desain nya."
Davira mengangguk paham. Barra pergi meninggalkan ruang rapat. Tak lama kemudian Luke masuk ke dalam membawa perlengkapan untuk menggambar.
Davira mengambil peralatan untuk menggambar dan mulai memikirkan sebuah ide. Kejujuran, ini bukan tema yang mudah karena ia sendiri tidak tahu apa itu kejujuran. Selama 10 tahun terakhir hidup nya penuh dengan kepalsuan, kecuali perasaan nya kepada Barra. Meski begitu Barra hanya menganggapnya sebagai rubah licik yang tidak tahu malu.
Memikirkan hal ini ada sedikit gurat kesedihan di wajah nya. Ia tidak menyadari bahwa setiap gerakannya saat ini sedang diawasi oleh Barra.
Setelah berfikir cukup lama akhirnya sebuah inspirasi muncul, ia ingin menuangkan apa yang tidak bisa diungkapkan nya ke dalam sebuah karya.
Saat akan mulai menggambar, kakeknya mengirim pesan untuk mengingatkan mengenai pesta malam ini. Ia membalas nya, kemudian fokus menggambar desain. Ia harus menyelesaikannya sebelum jam 7 malam.
Davira membuat 1 set desain perhiasan yang terdiri dari kalung, gelang, anting dan cincin. Setelah beberapa saat akhirnya semuanya selesai. Ia meregangkan tubuhnya dan menyadari langit sudah gelap.
Davira melirik jam dinding, "Sudah tidak ada waktu lagi," gumamnya. Ia keluar dari ruang rapat dan pergi ke ruangan Barra.
Luke yang melihat Davira datang, langsung membukakan pintu untuk nya seolah sudah menunggu kedatangannya.
Davira masuk dan melihat Barra sedang berdiri di dekat jendela, "Pak Barra, saya sudah menyelesaikan desainnya."
Barra berbalik dan melihat Davira berdiri tidak jauh dari nya, wajahnya sedikit pucat meskipun tertutup makeup tipis. "Baiklah, letakkan saja disana setelah itu kau boleh pergi."
Davira meletakkan draft desain nya di meja Barra kemudian pamit pergi. Barra menatap punggungnya yang menghilang dibalik pintu, kemudian pandangannya beralih ke sebuah desain yang ada di meja.
Luke mengetuk pintu kemudian masuk dengan wajah tampak sedikit ragu untuk mengatakan sesuatu.
"Ada apa ?" tanya Barra.
"Tuan besar mengatakan anda harus pergi ke pesta penyambutan nona Davira." Apapun yang berkaitan antara ayah dan anak ini selalu penuh ketegangan.
"Katakan padanya aku akan datang."
Luke sedikit tercengang mendengar jawaban Barra, biasanya tidak peduli apapun alasannya Barra akan selalu menentang ayahnya. Tapi kali ini ia bahkan menyetujui nya begitu saja.
Sebelum pergi, Barra menyerahkan sketsa desain milik Davira kepada Luke.
Luke menerima nya dengan wajah kebingungan.
Barra berjalan melewati Luke, "Buat 1 sett perhiasan dengan desain itu."
Setelah sempat bingung beberapa saat, Luke baru paham dengan maksud Barra.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments