Hari sudah menjelang malam. Perlahan gelap melingkupi seisi bumi. Di sebuah pemukiman warga cahaya remang-remang terpantul di gelapnya malam, dibantu cahaya rembulan yang tak seberapa.
Terlihat beberapa warga yang masih berlalu lalang di jalan. Berbagai aktivitas masih berlanjut meski malam telah tiba. Mereka terus bekerja seolah besok tak ada lagi waktu untuk lanjut besok.
Satu-satunya tempat paling terang dan paling menonjol di desa adalah pos ronda. Sebagian bapak-bapak yang jadwal piket bersama para pemuda desa sedang menjalankan ronda malam. Tampaknya keamanan dan kesejahteraan desa menjadi tanya beberapa waktu belakangan ini. Ada banyak kejadian perampokan atau bahkan pencurian barang-barang warga. Biasanya pelaku melancarkan aksi ketika malam sudah tiba. Mungkin mencari aman. Oleh karena itu, pemerintah setempat mewajibkan para warga untuk ronda secara bergilir demi kesejahteraan bersama.
Ari dan Eros, Bapaknya, pun ikut turut dalam kegiatan ronda malam itu. Suasana sedang ramai-ramainya. Kebisingan tercipta di antara kerumunan sekumpulan laki-laki itu. Bapak-bapak sedang main kartu. Sementara para pemuda, ada yang bermain gitar sambil bernyanyi, ada yang sedang sibuk main game di gadget, dan ada juga yang iseng menggombal perempuan desa yang kebetulan lewat di pos ronda.
“Ari, sudah kerja di mana?” tanya salah seorang bapak-bapak pada Ari yang sedang memainkan gitar di pojok pos bersama dua orang temannya.
Ari menghentikan kegiatan memetik senar gitarnya dan menatap bapak yang bertanya barusan. Seketika raut wajah cerahnya berubah suram. Sebelum menjawab, dia melirik ke arah Eros yang ternyata kini juga sedang melirik ke arahnya. Hanya tatapan dan raut tak terbaca yang Ari dapat.
Cepat-cepat Eros memalingkan wajah, seolah tak ingin ikut campur dengan urusan putranya. Hal yang membuat Ari menggigit bibir bawah karena tak tahu hendak menjawab apa.
“Ah, anu---”
“Selamat malam, Om. Selamat malam kakak-kakak!”
Baru saja Ari hendak menjawab pertanyaan bapak yang tadi, seseorang sudah lebih dulu menyela ucapannya. Suara yang nyaring menyapa gendang telinga dan mengheningkan suasana seketika.
Semua pasang mata menatap pada satu objek di depan mereka. Seorang remaja lelaki baru saja datang ke tengah-tengah mereka sambil memamerkan senyum lebar. Senyum yang bagai happy virus bagi orang-orang. Beberapa dari mereka ikut menyungging senyum, tertular senyum dari remaja laki-laki itu.
“Malam, Dek Joy,” balas salah seorang bapak mewakili semuanya.
“Ada apa malam-malam ke sini?” tanya Eros terdengar sinis. Dia menatap tanpa minat kehadiran sang putra bungsu. Jika semua orang mungkin menyambut baik remaja itu, maka berbanding terbalik dengan Eros yang hanya menampilkan raut datar.
Suasana seketika menjadi hening. Tak terdengar sekalipun obrolan ringan. Hanya suara jangkrik yang menginterupsi mereka dan suara kodok yang saling bersahutan. Tampaknya mereka sedang menunggu kelanjutan ucapan Eros yang roman-romannya hendak memarahi sang anak.
Di antara kesunyian dalam kerumunan itu, ada seseorang yang diam-diam menyungging senyum tipis. Ari mengelus dada, menghela napas lega. Dia sangat bersyukur dengan kedatangan Joy, adiknya. Berkat bocah yang sering dijahilinya itu, dia terlepas dari pertanyaan bapak yang tadi bertanya tentang pekerjaannya. Malu Ari mengakui jika selama ini dia masih seorang pengangguran. Ah, bukan pengangguran juga, hanya saja belum memiliki pekerjaan tetap.
“Bapak sudah kasih tahu kamu di rumah, kan? Jangan ikut kemari. Kamu masih terlalu kecil untuk ikut ronda. Kalau ada apa-apa, Bapak juga yang kerepotan sama yang lain.”
Senyum di bibir Joy perlahan pudar. Remaja lelaki itu menundukkan kepala takut saat di mendapat omelan dari Eros. Bapaknya tak tanggung-tanggung saat menceramahi anaknya bahkan di depan umum sekalipun.
“Maaf, Pak,” cicit Joy masih dengan kepala tertunduk.
Beberapa orang menatapnya prihatin, dan beberapa lainnya lagi dengan sengaja mengalihkan perhatian masing-masing dengan melakukan hal-hal random. Tak ingin ikut campur.
Detik berikutnya, Joy memberani diri mengangkat kepala. Senyum tipis yang tampak dipaksakan kembali terukir. Pandangannya turun ke sekantong kresek dalam genggaman tangan. Senyum tipis itu berubah menjadi senyum miris. Padahal, Joy datang ke sini untuk memberi kresek yang berisi makanan itu pada para penjaga pos.
Tangan Joy terjulur ke hadapan Eros bersama kantong kresek. Menyadari tatapan bingung sang bapak yang langsung turun ke kresek tersebut. Namun, tak urung menerima juga.
“Titipan dari Mamak, Pak. Tadi, Mamak bikin pisang goreng dan suruh Joy bawa ke sini,” tutur Joy penuh penjelasan.
Hal yang membuat beberapa warga berseru heboh karena mendapat cemilan dadakan di malam dingin seperti ini. Mana pisang gorengnya masih anget lagi. Seketika pisang goreng itu habis ludes dalam sekejap saat Eros membuka penutup bekalnya.
“Ini, enak banget!”
“Masakan Bu Santi memang tidak perlu diragukan lagi.”
“Makasih, ya, Joy. Titip salam buat ibu kamu, ya.”
Eros, Ari, dan Joy mengulum senyum tipis dalam diam. Mereka sangat senang sekaligus bersyukur dalam satu waktu bersamaan. Pujian yang dilontarkan para warga untuk wanita hebat mereka secara bergantian.
“Siap, Om. Kembali kasih,” balas Joy membalas pujian mereka satu-persatu.
Setelah merasa tugasnya di sana sudah selesai, Joy pun pamit pulang. “Ya udah, Joy pulang duluan, ya, Om, Kak! Yang semangat ronda-nya.”
Tak lupa senyum manis menjadi penutup ucapan laki-laki itu.
Saat Joy sudah berbalik badan dan hendak beranjak pergi, langkahnya terhenti ketika Ari memanggil namanya.
“Ari, tunggu! Abang ikut.” Ari beranjak dari duduknya.
Lepas berpamitan pada bapak-bapak dan teman-temannya, Ari berjalan menghampiri Joy. Keduanya lalu berlalu pergi---berjalan beriringan---menyisakan ledekan teman-teman Ari yang tertuju pada pemuda itu karena batal ronda.
***
“Ari, besok kamu sudah harus berangkat ke kota! Cari pekerjaan yang benar. Jangan mempermalukan Bapak lagi karena terus menjadi pengangguran yang tidak berguna seperti ini!”
Esok paginya, Ari mendapat ceramah panjang lebar dari bapak sepulang dari ronda. Pemuda itu langsung diinterogasi berbicara empat mata.
Sedari tadi Ari hanya bisa menundukkan kepala tak berani melawan Eros. Bahkan hanya menatap manik elang milik pria itu, Ari segan. Eros jika sudah marah melebihi singa yang kelaparan. Ari mencari aman saja supaya tidak mendapat amukan.
“I-iya, Pak,” sahut Ari takut-takut.
Lalu, tak lama Santi datang menghampiri mereka. Duduk di bangku rotan sebelah Ari. Mereka sedang duduk melingkar di ruang tamu. Eros memilih diam saat sang istri sudah datang. Dia tidak ingin lebih banyak menasihati Ari lagi, atau dia akan berakhir bertengkar dengan Santi.
Perlahan, telapak tangan Santi terangkat ke atas membelai punggung putranya. Dielus-elusnya lembut. Menenangkan pemuda itu yang mukanya tampak kusut tidak secerah kemarin saat hari kelulusan Joy, adiknya.
“Ari, kamu yang sabar, ya. Kata-kata Bapak yang mungkin nyakitin Ari enggak usah didengarin, ya?” ucap Santi dengan lembut, perlahan hati wanita itu melunak dan mulai memperlakukan Ari dan Joy secara adil setelah mendengar celotehan putra sulungnya kemarin.
Kepala Ari perlahan terangkat. Sedikit merasa tenang saat usapan di punggungnya itu terasa lembut. Senyum tipis terbit di wajah sembari Ari bergumam, “Makasih, Mak.”
Sementara Eros memilih beranjak dari sana sebelum terbawa emosi jika terus mendengar ucapan Santi yang seolah menentang kata-katanya pada Ari. Sekarang saja emosinya sudah terkumpul di ubun-ubun. Sekali lagi diganggu gugat, dipastikan akan meledak bak bom atom tanpa sisa.
Saat suasana sudah mulai tenang, Joy muncul di antara keluarganya dan memberitahukan sesuatu hal penting pada mereka. Pria itu berlari tergesa-gesa keluar dari kamar seperti dikejar hantu saat mendapat sebuah pesan dari seseorang. Tak lupa raut girang menghias wajahnya.
“Mak, Pak, akhirnya Joy diterima di SMA Jurusan Bahasa Indonesia. Joy lulus tes. Joy dapat undangan khusus untuk sekolah di kota!” pekik Joy memberitahu.
“Cita-cita Joy mau jadi penulis sebentar lagi bakal terkabul, Tuhan. Semoga saja, amin.” Tak henti lelaki itu membatin dalam hati. Perasaan senang sedang memenuhi dirinya saat ini. Perasaan bahagia yang tak terhitung.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
abdan syakura
Congrats, Joy....!☺️💪
2023-06-04
0