“Joy! Joy!”
Pagi-pagi sekali, rumah Joy sudah rusuh karena teriakan Bayu, sahabat sekaligus teman dari kecilnya. Remaja lelaki itu beberapa kali menggedor-gedor pintu si pemilik rumah sampai pintu yang masih tertutup sempurna perlahan terbuka menampilkan seorang pria paruh baya bersama raut datarnya.
“Ada apa?” tanya pria itu dengan nada tegas.
Mampus!
Bayu menelan air ludahnya susah payah. Rasa-rasanya, hanya untuk membuang napas saja Bayu tidak berani. Sepertinya, kedatangannya sambil membawa berita bahagia pagi ini, akan berakhir pulang sambil membawa malapetaka. Dia sudah membangkitkan singa garang yang masih tertidur dengan nyenyak. Rupanya sang pemilik rumah baru bangun tidur. Terlihat dari bola matanya yang memerah dan kelopak mata melek belum terbuka sempurna.
“Jo—Joy-nya ada, Om?” Bayu balas bertanya. Dia memberanikan diri untuk bersuara meski terdengar bergetar atau dia akan di-klaim sebagai penganggu ketenangan orang di pagi hari.
“Kamu ini, pagi-pagi sudah bikin orang senam jantung.” Sambil mengucek-ucek mata, Eros bergumam. Tidak ada nada marah, hanya nada tegas seperti biasanya—sudah menjadi bagian dari diri Eros.
Eros berkata tidak sepenuhnya salah. Jujur saja, pria itu langsung bingkas bangun dari tempat tidur saat mendengar keributan—gedoran pintu bersama teriakan seseorang yang menginterupsi alam bawah sadarnya—di luar rumah. Sialan, umpatnya saat itu sembari berjalan keluar dari kamar menghampiri pintu utama guna melihat siapa yang hendak bertamu di pagi buta seperti ini. Ah, bukan pagi buta, sih, karena sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan lewat. Eros saja yang bangun kesiangan. Mungkin efek capai bekerja belakangan ini.
Bayu menunduk, kedua tangannya saling meremas di bawah sana. Bukan lagi merasa takut, melainkan diliputi rasa bersalah. Dia menggigit bibir bawahnya sebelum dua kata terucap dari bibir, “Maaf, Om,” lirihnya.
Terdengar gumam kecil dari Eros. “Joy lagi enggak ada di rumah. Lagi ke pasar sama Mamaknya. Kamu pulang saja dulu, nanti siang baru ke sini lagi,” tukas Eros tampaknya ingin mengakhiri pembicaraan.
“Ah, iya, Om. Ya sudah, Bayu pamit, ya.” Bayu menyalami tangan Eros sebelum berbalik dan beranjak pergi dari pekarangan rumah Joy.
Sedikit mendesah kecewa karena tidak mendapati Joy di rumah, dan itu artinya dia harus menunda lagi sebuah berita yang hendak dia sampaikan pada Joy. Tentu saja berita bahagia untuk mereka berdua, terutama bagi Joy. Anak itu pasti tidak akan menyangka. Oleh karena itu, Bayu pagi-pagi menemui Joy dengan mendatangi rumahnya agar Joy tidak perlu cemas lagi mengenai hal tersebut. Kalau seperti ini, kan, Bayu terkesan kurang beruntung dan sia-sia datang kemari. Mana pagi-pagi sekali lagi. Ah, padahal dia rela mengikis waktu bangun tidurnya di masa libur semester ini.
Namun, seolah dewa keberuntungan sedang berpihak padanya sekarang. Baru beberapa meter keluar dari pekarangan rumah Joy, Bayu sudah berpapasan saja dengan sosok yang sedang dicarinya itu—sekaligus orang yang baru beberapa detik lalu mendapat umpat kasar dari bibirnya. Senyum di bibir Bayu merekah bersamaan dengan deru motor Joy memudar berhenti tepat di depan Bayu.
“Ada apa, Bay?” Baru datang, Joy sudah melemparkan satu pertanyaan. Tampak kerutan bingung di wajahnya, juga di wajah Santi yang duduk di jok belakang. Wanita itu melirik Bayu penuh tanya.
Senyum di bibir Bayu kian melebar melihat wajah kebingungan itu. Percayalah di balik muka bingung Joy itu, terselip raut gugup dengan jantung berpacu tak normal.
***
“Kita lulus seleksi di SMA Harapan Bangsa, Joy,” cerita Bayu menggebu-gebu.
Saat ini, mereka sedang duduk santai di depan rumah Joy. Joy Langsung mengajak Bayu kembali ke dalam rumahnya begitu mereka papasan tadi. Mereka duduk melantai di teras tanpa alas sekalipun. Sebenarnya, Joy menawarkan untuk duduk di bangku samping mereka, namun dengan tegas Bayu menolak.
“Lebih nyaman duduk di sini,” alibi cowok itu.
“Pelan-pelan,” nasihat Joy saat Bayu menenggak setengah secangkir teh yang disuguhkan Mamak Joy beberapa saat lalu.
Joy meringis sendiri melihat Bayu yang tampak tergesa-gesa seolah tengah dikejar hantu. Rupanya cerita cowok itu belum selesai. Nada suaranya tadi pun masih terdengar menggantung.
“Dan berita yang paling hebohnya lagi, kamu masuk jalur prestasi sekaligus jalur undangan khusus. Kamu lulus di jurusan Bahasa Indonesia, Joy!” lanjut Bayu memekik keras, sampai membuat Santi yang sedang memasak di dapur menoleh kaget.
Tampak binar di kedua bola mata Joy. Lelaki yang tadi biasa-biasa saja saat Bayu memberitahu kelulusan seleksi mereka di sekolah lanjutan menengah atas yang tengah mereka incar. Kini, tak bisa bersikap biasa-biasa lagi. Ini adalah hasil yang Joy tunggu-tunggu sedari kemarin.
Seminggu yang lalu, Joy dan Bayu memang iseng mendaftarkan diri di salah satu sekolah elit di kota. Tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, Joy mengisi formulir pendaftaran dan mengikuti ujian seleksi secara online di rumah Bayu. Siapa sangka, niat iseng mereka malah membuahkan hasil yang memuaskan, terutama Joy yang lulus di jurusan impiannya.
“Serius, Bay?” tanya Joy masih kurang percaya bahwa itu memang kenyataan.
Bayu yang semula cengar-cengir seketika mengubah raut wajah menjadi datar. Mood-nya langsung hilang. “Lihat muka aku! Lagi bercanda, iya?!” sentak Bayu kelewat emosi.
Joy terkekeh, sekaligus meringis dalam hati. Lalu, tampak kepala lelaki itu menggeleng lemah beberapa kali. “Ya enggak, sih.”
Namun, detik berikutnya raut wajah cowok itu langsung berubah. Dia melotot tak terima. “Siapa tahu aja kamu mau prank aku lagi. Iya, kan?” ujar Joy menyindir.
Salah satu kebiasaan buruk Bayu adalah suka prank teman. Jadi, wajar jika lelaki itu mengatakan kebenaran sekalipun pasti akan sangat sulit dipercaya oleh temannya. Begitulah nasib seorang tukang prank. Hanya bisa mengelus dada sambil menghela napas gusar ketika omongan mereka tidak didengarkan saat sedang serius. Ingin marah dan berteriak di depan teman bahwa kali ini dia benar, tetapi pada akhirnya akan dianggap gila juga.
“Sialan kamu! Sudah dikasih tahu juga.” Bayu memberenggut kesal.
“Jadi, aku beneran lulus di jurusan impian aku?” Sekali lagi Joy bertanya guna memastikan. Tatapan matanya begitu polos membuat Bayu geram. Rasanya emosi remaja itu sebentar lagi meledak. Joy seakan tanpa ampun membuatnya naik darah pagi ini. Namun tak urung, Bayu pun menganggukkan kepala malas. Hal sederhana itu disambut girang oleh Joy.
“Mak! Joy lulus seleksi di SMA Harapan Bangsa, Mak! Joy lulus di jurusan Bahasa Indonesia!” teriak Joy hyperbola.
Bayu sampai menutup telinga. Hampir saja pecah gendang telinganya.
“Apa, sih, Joy teriak-teriak!” balas Santi dari dapur.
Filosofi kehidupan yang sesungguhnya memang sesederhana itu. Namun, terkadang manusia sendiri yang membuatnya terasa rumit. Cukup mengejar apa yang kamu suka, mengejar mimpi yang hendak kamu raih hingga kata lulus itu terlontar untukmu. Meski jalannya tidak lurus-lurus saja, terkadang di pertengahan jalan kamu akan tersandung. Namun harusnya, kata coba lagi dari awal kegagalan itu kamu jadikan motivasi hingga kamu berhasil mencapai puncak akhir.
Sebuah pepatah mengatakan, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Dan Joy, percaya akan hal itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments