Bab 3 : Didikan Eros

Pagi yang baru telah tiba. Aktivitas para warga di kampung Ramah kembali berjalan seperti biasanya. Para warga yang dominan petani sudah berangkat ke sawah atau ke kebun bahkan jauh sebelum matahari menampakkan diri. Bukan karena berpikir tidak ada lagi hari esok untuk bekerja. Hanya saja mereka ingin menghargai waktu yang ada dan mencoba untuk tidak membuang-membuang waktu dengan melakukan hal-hal tidak penting. Waktu terlalu begitu berharga hanya untuk disia-siakan untuk para petani seperti mereka. Hingga ketika matahari sudah naik ke atas dan semakin tinggi, seperempat pekerjaan sudah selesai. Meski lelah, tak urung mengeluh. Namun, mereka tetap semangat bekerja. Mereka percaya, kepahitan mereka saat ini akan berbuah yang manis di kemudian hari.

Anak-anak mereka yang masih remaja tinggal di rumah dan membantu pekerjaan rumah agar orang tua mereka tidak bekerja dua kali lagi setelah kembali dari sawah ataupun kebun. Secara kebetulan, libur semester selama dua minggu telah tiba. Jadi, mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Sementara anak laki-laki yang sudah menginjak umur 17 tahun ke atas, ikut serta orang tuanya bekerja ke sawah. Di desa, pantang bagi anak laki-laki jika hanya menganggur di rumah. Kebanyakan merantau ke kota jika tidak ikut orang tuanya ke ladang atau sawah.

Saat jam makan siang, anak-anak desa biasanya membawakan makanan orang tuanya. Seperti saat ini, Joy baru saja selesai masak dibantu Ari. Setelah kejadian kemarin, dimana Ari mendapat ceramah dari bapak, maka Ari memutuskan untuk merantau ke kota siang ini. Maka dari itu Ari tidak ke kebun bersama orang tuanya. Hal yang dia tinggalkan sebelum pergi yaitu memasak nasi beserta lauk pauknya untuk Eros dan Santi yang sedang bekerja di kebun hari ini. Beberapa hari yang lalu, sawah mereka sudah ditanami padi. Sekarang, giliran kebun yang dibersihkan, sudah lama sekali tidak diurus.

“Kak, aku ke kebun dulu, ya,” pamit Joy dari arah dapur, sedikit berteriak. Sudah siap dengan satu raantang nasi dalam genggaman tangan, juga ceret berisi air minum.

Suara gemercik air cukup deras berhenti terdengar. Ari yang sedang mandi di kamar mandi seadanya di belakang rumah ikut membalas, “Iya, kamu hati-hati. Salam sama Mamak dan Bapak. Kasih tahu Ari sudah mau berangkat.” Ari ikut berteriak.

“Iyaaa! Kamu kalau sudah pergi juga hati-hati. Jangan lupa … kerja yang benar. Tahunya jangan pacarana mulu. Kasihan mamak dan bapak banting tulang di sini!” nasihat Joy melebihi kedua orang tuanya.

Terdengar dengus sinis dari Ari. “Iya-iyaaa, bawel banget. Udah, sana!” usir Ari terdengar kesal.

Joy terkekeh geli dengan respons abangnya. Sekarang dia yang balas menjahili. Sebenarnya, Joy hanya bercanda saat menasihati Ari tadi.

Kemudian, remaja itu beranjak dari dapur menyisakan Ari yang juga baru saja selesai mandi. Pemuda itu muncul di balik pintu dapur dengan handuk putih melilit pinggang. Rambut basah secara berkala menetes membasahi wajahnya.

Ari menatap sebal sisa-sisa kepergian Joy. Giginya saling bergemelatuk, geram. “Dasar bocah. Sok ngajarin!” cibirnya.

***

“Eh, Joy! Kamu mau ke mana?” Suara cempreng khas anak laki-laki saat sedang mengalami masa-masa pubertas menyapa dengan tidak sopan gendang Joy.

Sekumpulan anak-anak seumuran Joy menginterupsi langkah remaja laki-laki itu saat sedang menyeberangi sebuah sungai lewat jembatan kayu. Joy menoleh ke bawah, tepatnya ke sumber suara. Dia mendapati beberapa remaja laki-laki sedang asyik mandi bertelanjang bulat. Air sungai sedang deras-derasnya. Suara gemercik air yang bertubrukan dengan batu sungai cukup memekakkan telinga.

Salah seorang dari mereka yang merupakan teman dekat Joy menyapa. “Joy, ayo gabung sini!” ajaknya.

Joy menggeleng cepat. “Enggak, aku buru-buru. Takut dimarahi sama bapak juga,” tolaknya mentah-mentah.

Panggil saja Bayu, remaja yang mengajaknya mandi, mendengus sinis. “Aelah, mau ke mana, sih, Joy? Buru-buru amat! Nyesel loh enggak nyebur di sini.”

Joy berlalu tergesa-gesa. Samar-samar mendengar ejekan dari teman-temannya mengiringi kepergian Joy. Akan tetapi, Joy hiraukan. Lelaki itu seolah sengaja menulikan pendengaran. Tak ingin hatinya panas dan merasa tertantang.

“Huh, dasar cepu!”

“Bilang aja enggak bisa berenang, pake alasan segala!”

Bohong jika Joy tidak tertarik mandi di sungai apalagi setelah melihat keseruan teman-temannya beberapa saat. Ada hasrat tersendiri yang tersimpan rapi dalam kalbu. Hampir saja Joy tergoda dan hilang kendali. Untung saja cepat sadar. Jika tidak, kemungkinan besar dia berada dalam masalah.

Joy buru-buru selain karena kedua orang tuanya sudah menunggu kedatangannya, Joy juga punya trauma mandi di sungai. Saat masih kecil dulu, Ari sering sekali mengajaknya berbuat nakal, seperti mandi diam-diam di sungai. Suatu ketika mereka ketahuan oleh Eros. Eros marah. Tak tanggung-tanggung menghajar Ari yang masih SMP sampai berdarah-darah karena mengajak Joy yang usianya masih sekitar 6 tahun saat itu.

Sejak saat itu, Joy takut dan tidak pernah lagi mandi ke sungai meski diajak sama abangnya lagi. Sedangkan Ari yang keras kepala tentu saja tak mendengar ucapan Eros dan terus melanggar. Beberapa kali, Eros memergoki Ari mandi di sungai bersama teman-temannya. Ari memohon-mohon agar tak dipukuli lagi dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Namun besoknya, anak nakal itu akan melanggar lagi dan kemudian berjanji jika dipergoki lagi.

Eros menghela napas dengan tingkah putra sulungnya yang sedang nakal-nakalnya kala itu. Sedikit pasrah menghadapi Ari yang tiap hari kian menjadi-jadi. Pada akhirnya, tidak memukuli anak kepala batu itu lagi, tetapi Eros hanya berpesan, “Terserah kamu mau jadi anak pembangkang atau tidak. Yang jelas jangan ajak adek kamu, Joy untuk nakal seperti kamu!” sembari melayangkan tatapan tajam yang sungguh tak bersahabat.

***

“Dari mana saja? Kok, lama sekali? Mamakmu sudah kelaparan tunggu kamu dari tadi.” Baru juga datang, Joy sudah mendapat semburan panas dari bapak. Bahkan sambil mengunyah pun, mulut Eros tak henti menyerocos. Rasanya sepatah kata pun tak ingin putus dari bibirnya.

Joy hanya bisa menundukkan kepala, duduk di pojokan sembari menunggu kedua orang tuanya selesai makan. Lelaki itu dipenuhi oleh perasaan bersalah mendapati sang ibu terkapar tak berdaya di dalam gubuk. Kata bapak, penyakit asam lambung Mamak kambuh karena telat makan padahal sudah lapar.

Sementara Santi yang sudah baikan. Kini sedang makan serta duduk di sebelah suaminya, menatap iba Joy. Dia beralih melirik Eros dan menyela celotehan pria itu. “Sudahlah, Pak! Kasihan Joy. Ini bukan sepenuhnya salah dia, loh. Mamak yang tadi lupa sarapan sebelum ke sini,” ujar Santi mencoba membela Joy.

“Santi! Berhenti membela anak itu. Kamu hampir mati kelaparan gara-gara dia. Walau bagaimanapun dia yang tetap salah!” sentak Eros, terus menyalahkan Joy.

Selera makan pria itu seketika hilang. Melepas piringnya dengan kasar dan keluar dari gubuk dengan hati panas. Santi hanya bisa menghela napas kasar dengan tingkah suaminya, tempramen masih seperti dulu. Pria itu meski sudah kepala lima tetapi sifatnya tak pernah berubah. Santi membersihkan alat makan mereka kemudian memasukkannya kembali ke keranjang yang dibawa Joy.

Santi mendekati Joy di pojokan selepas itu. Dia duduk di sebelah remaja itu sembari mengusap lembut puncak kepalanya. “Joy yang sabar, ya, hadapin Bapak. Joy enggak usah khawatir. Mamak baik-baik saja. Enggak usah dengerin apa kata Bapak,” kata Santi mencoba menenangkan.

Joy merasa nyaman setiap berada di dekat Santi. Hal yang paling dia sukai ketika Santi sudah mulai membelai-belai rambutnya. Langsung saja Joy menghambur ke pelukan Santi. Menangis sekencang-kencangnya dalam pelukan Wanita itu. Sebesar dan sedewasa bagaimanapun Joy di mata orang-orang, dia tetaplah anak yang cengeng dan manja di depan Santi.

“Mak, Bang Ari benaran pergi. Dia udah tinggalin kita,” cicit Joy di sela-sela tangisannya.

Santi tersentuh dengan keluhan putra bungsunya itu. Kaget dalam waktu yang bersamaan karena mendengar fakta dari Joy bahwa putra sulungnya benar-benar sudah pergi merantau. Tanpa sadar setes cairan bening luruh dari kelopak mata Santi. Dia bahkan belum memberi salam pada Ari sebelum pemuda malang itu pergi.

“Ya sudah, pamit sana sama Bapak sebelum pulang.” Santi mengurai pelukan mereka. Sebelum itu, dia sudah lebih dulu menyeka air matanya tak ingin Joy melihat kesedihannya.

Meski enggan pamitan karena masih takut pada pria itu, Joy tetap mengangguk. Mengambil keranjang berisi rantang dan peralatan makan itu, kemudian Joy keluar dari gubuk. Dia mendapati sang ayah yang sedang duduk lesehan di depan rokok sambil merokok. Pandangan pria itu lurus ke depan entah apa yang sedang dipikirkan. Sesekali mengisap rokok yang terselip di dua jarinya dan mengembuskan asapnya ke udara lewat mulut.

Takut-takut, Joy mendekati pria itu. “Pak, Joy duluan, ya,” sapanya setelah terdiam beberapa saat, tak hendak menjawab apa.

Pria itu menoleh. Menelisik penampilan Joy dari atas ke bawah. Lalu memalingkan wajahnya kembali. “Udah, pergi sana!” usirnya kasar tanpa berperasaan.

Lama Joy terdiam. Sakit hati sekaligus kecewa mendengar nada ketus itu. Apa salahnya sampai Bapak sampai membencinya seperti ini?

“I-iya, Pak,” sahut Joy terbata-bata.

Saat Joy beranjak hendak pergi, dia kembali berbalik kala teringat sesuatu. Senyum tipisnya terbit berharap kali ini Eros akan merespons ucapannya dengan baik. “Oh ya, Pak, Bang Ari titip salam. Dia sudah berangkat ke kota,” ujarnya memberitahu.

Di luar ekspetasi Joy. Bahkan pria itu tak merespons ucapannya. Dia mengabaikannya seperti angin lalu. Tak ingin mencipatakan penyakit hati yang lebih dalam lagi, Joy memilih beranjak pergi.

***

Terpopuler

Comments

abdan syakura

abdan syakura

aihhhhhh si Bapak...
jgn marah mulu atuh...ya Ari dimarahi, begitupun Joy....
Hati2 loh Pak, nnti kena Hipertensi..
Semangat, Mas!!!☺️💪

2023-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!