Matahari masih mengintip malu di ufuk timur tapi kesibukan desa sudah menggeliat dari sebelum adzan subuh berkumandang. Seperti biasa Yudhistira berjalan kaki menuju masjid yang terletak hanya seratus meter dari rumahnya.
Pemuda tampan berkulit bersih yang kini membuka bisnis ukiran kayu jati di rumahnya itu berjalan tergesa karena suara iqamah sudah berkumandang. Tak hanya Yudhistira, beberapa warga desa senior lain alias para lansia juga ikut tergopoh-gopoh untuk segera memenuhi ruangan masjid.
Usai sholat subuh berjamaah, Yudhistira duduk-duduk bersama warga lain di warung kopi tak jauh dari rumahnya. Yudhistira tak memiliki jam kantor jadi ia pun bebas untuk bersantai sejenak sebelum aktivitas nya dimulai.
"Mas RT mau minum apa nih? Kopi, teh, susu?" Ibu pemilik warung yang biasa dipanggil Yu Ginah menawarkan minuman hangat penghantar sarapan.
"Teh manis aja Yu, jangan terlalu manis ya, jangan terlalu lama nyelupin kantongnya juga cukup tiga menit biar nggak sepet." jawab Yudhistira dengan senyuman.
"Walah, kok repot men pake dihitung segala to mas RT! Tiga menit lagi!"
"Lho itu ada maksudnya Yu, jadi gini __,"
"Aaassh, wes nggak usah panjang lebar marai mumet mas RT ki! Sek tak buatin dulu tehnya, monggo disambi itu makanan jangan di kedipin aja tapi jangan lupa juga bayar abis makan! Karena dagang juga butuh modal bukan janji manis doang!"
"Weeeeh lah malah Yu Ginah pidato panjang lebar, aku nggak pernah ngutang lho Yu! Bayar terus!" sahut mas RT lagi.
"Iya mas RT emang bayar terus tapi tuh yang disebelah kiri mas RT! Hutang dari jaman gajah duduk sampai berdiri lagi nggak bayar-bayar juga, kan kesel saya mas RT! Emangnya modal dari mana saya ini buat utangin dia melulu!" Yu Ginah terus berceloteh membuat kepala mas RT pening.
"Go, utangmu piro seh nganti yu Ginah ngedumel ora karuan ngono?" tanya mas RT penasaran.
(Go, hutangmu berapa sih sampai Yu Ginah ngomel nggak karuan gitu?)
Argo, pemuda tanggung yang ikut kerja di tempat Yudhistira itu menggaruk kepalanya, "Nganu mas RT mboten katah sih, mung satus ewu susuk sewu!" jawabnya nyengir.
(Nganu mas RT nggak banyak sih, cuma seratus ribu kembali seribu!)
"Halah kok nanggung men!" Mas RT terpaksa merogoh koceknya lalu menyerahkan selembar kertas berwarna merah pada Yu Ginah. "Nih saya bayar utangnya Argo. Udah jangan merepet mulu Yu, pusing kepala saya pagi-pagi udah dicurhati warga begini."
"Wah, mas RT saya jadi nggak enak hati ini, matur nuwun sanget lho mas RT!" Argo menepuk bahu Yudhistira.
"Hmmm, kamu tetap harus bayar pake uang lemburan!"
"Eh, saya kira gratisan pak bos." Argo menarik lagi senyumnya lalu kembali meminum kopi hitam pesanannya.
Yu Ginah berbinar, ia menatap lembaran uang di tangannya lalu melirik ke arah mas RT. "Nggak salah aku milih sampeyan jadi RT mas Yudhis! Emane puuoolll mbek warga, weeeh jal aku ijik prawan tak pek bojo tenan kowe, mas RT!"
"Uhuuuuk,"
Mas RT tersedak mendengar celotehan yu Ginah kali ini, sementara yang lain terkekeh geli.
"Kenapa mas RT, terkejut ya dilamar yu Ginah?" ledek salah satu warga.
"Mboten pak, Nganu … seret!" elaknya dengan wajah merona.
Aah, mas RT yang muda dan mas RT yang tampan. Dia selalu jadi bahan ledekan dan guyonan warga. Statusnya yang single menjadikannya sasaran empuk saat berkumpul bersama seperti saat ini. Tapi terlepas dari statusnya, kiprah mas RT di masyarakat patut diacungi jempol.
Usianya bahkan belum menginjak kepala tiga tapi bisnisnya menggurita hingga keluar negeri. Usaha kerajinan kayu ukirnya mampu membuka lapangan kerja baru bagi para pemuda desa. Yudhistira juga bersumbangsih untuk membenahi sarana dan infrastruktur desa dari koneksinya di pemerintahan.
Ia juga terkenal ringan tangan dan tak segan membantu warga desa yang kesusahan. Sebuah bentuk apresiasi yang diberikan Yudhistira atas bantuan warga desa pada perkembangan usaha mebelnya. Dulu ayah Yudhistira adalah ketua RT setempat hingga ia meninggal akibat serangan jantung, dan kini, Yudhistira diamanatkan sebagai penerus sang ayah.
"Mas RT, kabarnya mau ada mahasiswa KKN dari kota ya? Kapan masuk kesini?" tanya pak Ali yang sibuk memilah buah pisang untuk dimakan.
"Iya, proposal sih udah masuk di saya cuma ya nggak tahu juga kapan mereka datang. Bisa hari ini bisa juga lusa."
"Memang nggak ada kabar dari desa mas RT? Biasanya pak kades doyan bener main ke rumah mas RT kalo malem?" Pak Ali kembali bertanya sambil terus mengunyah makanan di mulutnya.
"Sudah dua malam pak kades nggak main ke rumah tuh. Nggak tau dia kemana biasanya suka ngabarin kalo ngajak jalan keliling desa."
Argo yang sedari tadi diam menyimak angkat bicara. "Waaah mas RT nggak liat berita di kolom grup chat lambe nyinyir sih. Pak kades baru kena setrap Bu kades!"
Mas RT mengernyit, "Maksudnya?"
"Hhm ini nih, sahabat tapi dipertanyakan kedekatannya. Masa mas RT nggak tahu kalau Bu kades Iriana memergoki pak kades main mata sama Sumini, janda semok di kampung sebelah itu lho!"
"Uhuuuuk!" lagi-lagi mas RT tersedak teh saat mendengarnya
"Hah, mosok sih serius?"
"Jiiiah mas RT, sahabat konon! Pak kades sampai dihukum tidur di poskamling aja sampe nggak tahu. Kebangetan!" cibir Argo.
Mas RT pun geleng-geleng kepala, "Hhm, pantesan aja kalo gitu!"
Obrolan kembali bergulir, dari warung kopi sederhana itu mas RT selalu mendapatkan informasi yang berguna tentang kesulitan para warganya. Yah, meskipun kadang masalah yang terjadi tidak selalu bisa Yudhis bantu, tapi setidaknya ia masih bisa mendengar keluh kesah para warga desa.
Hari beranjak siang dan Yudhistira sudah disibukkan dengan beberapa penggarapan ukiran kayu untuk sangkar burung eksklusif yang dipesan khusus pelanggan dari Yogyakarta. Sepuluh sangkar unik berukuran jumbo sedang dikerjakan karyawan yang merupakan pemuda desa.
Yudhistira memeriksa detail ukiran yang dikerjakan karyawannya. Saat sedang berdiskusi dengan pengrajin, pak kades pun datang.
"Assalamualaikum, mas RT!"
"Wa'alaikumussalam, eh pak kades? Sudah bebas dari hukuman ini kayaknya?" sindirnya mengulas senyum.
"Ssst, jangan keras-keras. Malu sama mereka!" Pak kades menarik tangan Yudhis dan berbisik pelan.
Yudhistira mengernyit, ia menoleh ke arah rombongan mahasiswa dengan jas almamater mereka. "Oh, itu yang mau KKN?"
Pak kades mengangguk, "Saya lagi ada urusan, tolong mas RT temenin mereka dulu yaa!"
"Eeh kok saya sih, ke pak RW aja kenapa? Saya sibuk ini kejar deadline pesanan!" protes mas RT sambil menggaruk kepalanya.
"Ccck, sebentar aja mas RT! Pak RW masih tugas patwal ke kota. Saya juga ada rapat ini, nggak bisa ditunda!" desak pak kades.
"Halah paling juga rapat sama Sumini janda desa sebelah itu kan? Gegayaan pake sibuk!"
"Suer mas RT saya ditunggu pak camat ini!" Pak kades Oni melirik jam tangannya lalu segera berpamitan tanpa menunggu jawaban dari Yudhis. Tapi sebelum pak kades pergi ia berpesan pada Yudhis.
"Ada satu mahasiswi yang nyebelin banget, siap-siap aja ngelus dada kalo ngadepin dia!"
Mas RT mengernyit, "Menyebalkan?"
Yudhistira menatap tujuh mahasiswa yang sedang mengobrol, ia mendekati mereka dengan senyuman ramah.
"Selamat datang di desa kami mas dan mbak semua."
Pintu mobil terbuka, Linda turun dari mobil meregangkan tubuhnya yang kaku sambil menguap. "Udah sampai ya?"
Linda memperhatikan sekitar, lalu mendekati kelompoknya.Hampir sepanjang jalan Linda tertidur karena semalam ia dengan setia menatap grafik bursa saham luar negeri dan mencari berita terkini yang berpengaruh pada anjloknya saham gabungan salah satu perusahaan raksasa dunia. Bagi Linda itu lebih penting daripada harus mempersiapkan survei lapangan.
Yudhistira dan Linda saling menatap sesaat sebelum akhirnya Linda bertanya, "Maaf mas, kamar mandinya dimana ya? Saya kebelet!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Nnt bikin rusuh apa nich Linda selama KKN,,,,
2024-01-10
0
𝘚𝘐𝘓𝘝𝘐𝘈 𝘕 𝘈𝘡𝘐𝘡𝘈𝘏
𝘬𝘢𝘮𝘱𝘬 𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘴 𝘙𝘛, 𝘱𝘢𝘬 𝘬𝘢𝘥𝘦𝘴 𝘴𝘢𝘮 𝘱𝘢𝘬 𝘳𝘸
2023-02-18
1
Rhiedha Nasrowi
d hukum kok suruh tidur d pos kamling kan malah seneng to bisa bebas ngapelin yang lainnya 😁😁
2023-02-17
3