BAB 5. SETUJU DENGAN SYARAT

Narandra meminta pelayan untuk mengantarkan Pak Yusuf dan Aisyah ke ruangan kerjanya. Sementara dirinya bersiap dengan membawa sebuah surat perjanjian dan sertifikat sebuah rumah.

Satria dan Zahra juga sudah menunggu di ruangan kerja. Mereka cemas, apakah Aisyah akan menerima atau malah menolak.

Semua sudah berkumpul di ruangan, Aisyah tertunduk tidak berani menatap para majikan sang ayah.

"Pak Yusuf, Aisyah, terimakasih sudah mau datang. Kita langsung saja ke inti pembicaraan. Sesuai janji, hari ini kami menunggu keputusan Aisyah," ucap Satria yang membuka percakapan.

"Nduk, ayo katakan keputusanmu?" pinta Pak Yusuf kepada putrinya.

"Baik Pak!"

"Begini Den, Tuan, jujur permintaan ini sangat berat karena status saya masih gadis. Apa kata orang nanti, jika seorang gadis mengandung tanpa ikatan pernikahan. Dan pastinya akan berdampak buruk kelak bagi kehidupan rumah tangga saya."

"Saya bersedia menolong Aden tapi saya mohon keluarga ini juga menolong saya. Kami tidak akan minta harta apapun sebagai balasannya, tapi hanya satu yang saya minta, itupun jika Non Zahra ikhlas."

"Apa itu Aisyah? Katakanlah!" pinta Narandra yang sudah tidak sabar.

Sekarang jantung Zahra yang berdebar kencang, dia takut apa yang akan di minta Aisyah adalah perceraiannya.

"Katakanlah Aisyah, Inshaallah aku akan penuhi permintaanmu," ucap Zahra.

"Saya bersedia meminjamkan rahim untuk program bayi tabung tapi saya mohon beri saya status istri meski hanya di atas kertas."

Mendengar hal itu, air mata menggenang di pelupuk mata Zahra tapi dia menguatkan hati demi kebahagiaan keluarga Narandra. Yang lain juga terkejut, termasuk Pak Yusuf.

"Nduk, tolong tarik syaratmu!" pinta Pak Yusuf yang merasa tidak enak dengan sang majikan.

"Saya terima syarat Aisyah!" jawab Zahra yang membuat semua makin terkejut.

"Maaf Non, Den dan Tuan, Bapak, bukannya saya tidak tahu berterima kasih kepada keluarga ini, tapi saya butuh status tersebut untuk membungkam mulut-mulut usil. Dan terutama untuk menunjukkan kepada calon suami saya kelak, jika saya benar janda dan bukan wanita murahan."

"Setelah anak Aden dan Non lahir, silakan jatuhkan talak dan beri saya selembar surat cerai. Cuma itu yang saya minta Tuan, Den. Saya tidak akan menuntut lebih."

"Setelah mendapatkan surat cerai, saya dan Bapak akan meninggalkan kota ini."

Narandra terenyuh mendengar penjelasan dari Aisyah. Beliau sadar jika beban mental yang akan ditanggung Aisyah beserta keluarga kedepannya pasti berat.

"Maafkan Aisyah Tuan, saya tidak tahu jika dia berpikiran seperti itu," ucap Pak Yusuf.

"Bagaimana Sat dan kamu Zahra? keputusan, Papa serahkan kepada kalian."

Satria pun memandang ke arah Zahra, dia ingin memastikan jika Zahra benar ikhlas berbagi suami meski hanya di atas kertas saja.

"Zahra mengedipkan mata, dia yakin ini jalan yang terbaik ketimbang Gladis yang menjadi madunya. Apapun resiko kebelakangnya nanti Zahra siap menanggung."

"Bagaimana Sat?" tanya Papa lagi.

"Baiklah Pa, kami setuju."

"Oke kalau begitu, Papa akan siapkan pernikahannya dan Aisyah tetap akan mendapatkan apa yang telah aku janjikan."

"Ini surat perjanjian tentang pemberian harta, yang akan aku berikan setelah cucuku lahir."

"Dan ini sertifikat rumah, Aisyah akan tinggal di sana bersama perawat yang akan menemaninya selama program bayi tabung itu berlangsung."

"Tolong kalian tanda tangani, aku, Yusuf dan Zahra akan menjadi saksi. Dan mengenai perjanjian pernikahan akan segera menyusul."

Satria mengambil kertas yang ada di tangan sang Papa lalu diapun membubuhkan tandatangannya di sana diikuti Aisyah dan yang lainnya.

Setelah selesai, Narandra pun memberikan salinannya kepada Satria dan Aisyah, sementara yang asli langsung Narandra simpan dalam brangkasnya.

"Semua sudah beres, aku akan mengatur pernikahan kalian secepatnya. Besok aku akan kabari kamu Suf jika sudah mendapatkan tanggal baiknya. Terimakasih karena kalian sudah bersedia menolong keluarga ku."

"Sama-sama Tuan, Kalau begitu, kami permisi."

Pak Yusuf dan Aisyah pun keluar kamar dan mereka berpapasan di tangga oleh Herlina dan Gladis.

"Kalian ngapain kesini? Ada urusan apa dengan kakak saya?" tanya Herlina penasaran.

"Maaf Nya, kami ada urusan dengan Tuan. Tuan yang meminta kami kesini. Tolong beri kami jalan, kami mau pulang," mohon Pak Yusuf.

Gladis menarik lengan Aisyah, lalu dia berkata, "Kamu harus jelaskan dulu, ada urusan apa sampai-sampai kalian sembunyi dan ngobrol di ruangan kerja Papa Narandra!"

"Tolong lepaskan Non, sakit. Kami nggak berwenang untuk mengatakannya. Non langsung saja bertanya kepada Tuan," ucap Aisyah sembari mencoba melepaskan tangannya dari Gladis.

Gladis malah mencengkeram lebih kuat hingga membuat Aisyah mengaduh. Kuku Gladis pun menancap dan melukai kulit lengan Aisyah.

Satria yang baru keluar dan melihat hal itupun berteriak dari lantai atas, "Lepaskan Dis! Apa yang kamu lakukan?"

Gladis terkejut dan langsung melepaskan lengan Aisyah. Dengan gugup Gladispun berkata, "A-aku cuma mengingatkan saja Kak, kenapa mereka Berani-beraninya ke atas. Bukankah lantai adalah privasi kita, jadi tidak sembarang orang kita biarkan kesana."

"Mereka tamu Papa, jadi kamu tidak berhak menyakiti Aisyah. Biarkan dia pergi!"

Gladis dan Herlina akhirnya membiarkan Aisyah dan Pak Yusuf pergi, lalu keduanya buru-buru naik ke lantai atas. Mereka akan menemui Narandra untuk memastikan kapan Gladis bisa menikah dengan Satria.

Herlina curiga, tapi dia tidak mungkin memaksa Yusuf dan Aisyah di hadapan Satria.

Setelah Satria dan Zahra turun, Herlina langsung mengajak Gladis ke ruang kerja Narandra. Mereka harus tahu apa sebenarnya yang tadi dibicarakan.

Narandra yang masih diruang kerja pun, meminta Herlina dan Gladis untuk masuk. Kebetulan ada yang ingin Narandra bicarakan dengan adik dan keponakannya itu.

"Kak, ngapain sopir dan putrinya kesini? Apa mereka mau berhutang atau ada niat lain?"

"Oh, itu yang akan aku bicarakan dengan kalian. Duduklah!"

Narandra pun menjelaskan tentang keputusannya yang memberikan kesempatan kepada Satria dan Zahra, lalu hubungannya dengan kedatangan Pak Yusuf serta Aisyah.

Tentu saja keduanya tidak terima karena rencana mereka terancam gagal.

"Kakak ingkar janji! Bukankah secepatnya kakak bilang akan menikahkan Satria dengan Gladis? kenapa sekarang Kakak malah berubah pikiran! Ini tidak adil bagi kami Kak. Kalau begini, lebih baik Gladis yang menggantikan Aisyah."

"Nggak mau Ma, enak sekali Zahra, aku yang melahirkan masa dia yang akan merawat dan aku diceraikan. Sorry...aku tidak mau jadi janda Ma!" celetuk Gladis.

Herlina menginjak kaki Gladis agar jangan menentang idenya. Namun Gladis tidak menyadari kode dari sang Mama.

"Makanya aku tidak menyarankan Gladis karena aku tahu putrimu bakal menolak."

"Pokoknya jika program bayi tabung ini gagal, Zahra sudah berjanji mau bercerai dan aku akan menikahkan Gladis dengan Satria."

Herlina dan Gladis sangat keberatan dengan keputusan tersebut, tapi mereka tidak berani menentang Narandra. Yang bisa mereka lakukan saat ini adalah pura-pura setuju. Tapi Herlina akan membuat rencana untuk menggagalkan, hingga Zahra tidak akan pernah menjadi seorang ibu.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Dwi ratna

Dwi ratna

kebanyakan ma gladis tuh jd antagonis ya

2023-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!