BAB 2. SARAN DOKTER

Sesampainya di rumah sakit, Herlina dan Gladis bertanya kepada suster yang bertugas di bagian pelayanan pasien.

Dan setelah mendapatkan info di mana ruangan rawat Narandra, mereka pun memasang wajah sedih, jika keduanya menyesal kenapa sampai telat mengetahui kejadian yang menimpa Narandra.

Ternyata Narandra baru saja selesai diperiksa oleh dokter ahli jantung yang biasa merawatnya, lalu dia diantar suster kembali ke ruangan rawat.

Herlina yang melihat Satria dan Zahra di luar ruangan datang menghampiri mereka, "Maaf ya Sat, kami baru dengar kabar. Kalian keterlaluan, kenapa tidak memberitahu kami jika Kak Narandra terkena serangan jantung."

"Untung saja selamat, jika terjadi hal buruk kami pasti akan menyesal."

Zahra hanya mencebikkan bibirnya, dia sangat malas melihat kedatangan Herlina dan juga Gladis.

Gladis bergelayut di lengan Satria sambil berkata, "Bagaimana keadaan Papa Kak? Kak Satria yang sabar ya, pasti Papa akan sembuh."

"Hemm," hanya deheman yang keluar dari mulut satria sembari dia melepaskan tangan Gladis dari lengannya.

Satria mendekati Zahra lalu diapun sengaja berkata, "Sayang, kita ke kantin dulu yuk, aku lapar. Mumpung ada Tante di sini, jadi bisa menjaga Papa sebentar sampai kita kembali."

"Baiklah Yang. Oh ya Tan, Gladis titip Papa sebentar ya. Nanti kami bawakan minuman untuk kalian."

"Aku ikut Kak! biar mama yang jaga Papa Andara, toh belum boleh masuk ke ruangan. Nggak apa-apa kan Ma, jika Mama di sini sendiri."

"Pergilah!"

Gladis tersenyum sumringah, sedangkan Satria dan Zahra merasa kesal.

Satria menggandeng lengan Zahra, dia tidak peduli jika Gladis tertinggal di belakang.

"Kak, tunggu aku dong! Kaki ku sakit, aku pakai hak tinggi jadi tidak bisa berjalan terlalu cepat!"

"Kalau begitu, kamu tunggu di situ saja. Nanti kami bawakan makanan dan minuman untukmu. Tenang saja Dis, aku tidak akan lupa. Jangan sampai kakimu terpelekok ya, sayang jika kaki indahmu itu harus pincang nantinya," ejek Zahra, yang makin mempercepat langkah sembari tersenyum kepada Satria.

Satria tahu maksud Zahra dan dia mengikuti permainan sang istri. Bahkan mereka bukannya ke kantin, tapi malah mencari makanan di luar area rumah sakit.

Mereka tertawa saat tiba di sana, lalu Satria memesan makanan yang dia dan Zahra mau.

Sejenak mereka menghabiskan waktu tanpa gangguan siapapun.

Sedangkan Gladis kesal dan marah-marah saat dia tidak melihat keduanya ada di sana. Tadi Gladis memang sempat duduk memeriksa dan memijat kakinya yang sakit.

Akhirnya Gladis kembali untuk mengadu ke sang Mama, dia berharap mamanya akan memberi pelajaran kepada Zahra.

Zahra dan Satria tidak langsung kembali, mereka melihat-lihat dulu aneka dagangan yang terpajang di sepanjang jalan tersebut.

"Mas, balik yuk! barangkali kita sudah boleh menjenguk Papa. Aku penasaran dengan kondisi Papa. Mudah-mudahan saja tidak ada yang terlalu serius."

Satria mengelus puncak kepala sang istri lalu berkata, "Maafkan Papa ya Ra! saat ini mata hati Papa sedang tertutup, hingga beliau tidak bisa melihat kebaikan dan ketulusan hati menantu sepertimu."

Zahra tersenyum lalu dia berkata, "Nggak apa-apa Mas. Ayo kita balik, aku nggak mau kedua nenek sihir itu makin meracuni hati Papa."

"Iya Ra, kamu benar. Terimakasih ya," ucap Satria.

Keduanya kembali ke ruangan rawat Papa Narandra dan untung saja kedua nenek sihir masih menunggu di luar.

Saat mereka tiba, dokter pun keluar dari ruangan dan memanggil Satria untuk memberi penjelasan.

Satria langsung memberikan makanan dan minuman yang tadi mereka beli untuk Herlina dan Gladis, lalu dia menarik tangan Zahra, mengajaknya masuk untuk menemui dokter.

Herlina dan Gladis yang hendak marah jadi terpaksa harus bungkam dan hanya menatap kepergian keduanya dengan perasaan sangat kesal.

Mereka tidak diperbolehkan untuk masuk semua ke dalam. Karena akan membuat pasien terganggu istirahatnya.

Satria dan Zahra dipersilakan untuk duduk, lalu dokterpun mulai menjelaskan tentang kondisi sebenarnya dari Papa Narandra.

Ternyata penyakit beliau bukan hanya jantung, tapi penyempitan saluran paru dan juga ada batu dalam empedunya.

Satria yang cemas, langsung memberondong dokter dengan berbagai pertanyaan seputar penyakit sang papa dan dia menanyakan bagaimana pengobatan yang musti Papanya jalani.

Jika bisa Satria akan membawa Sang Papa keluar negeri agar mendapatkan perawatan terbaik di sana.

Dokter setuju saja, tapi mereka harus menormalkan dulu kondisi Narandra yang sedang drop agar bisa melakukan perjalanan jauh.

"Oh ya Do, apakah Papa bisa bertahan dan kembali pulih Dok?"

"Tergantung semangat dan keinginannya untuk sembuh. Dorongan semangat dari kalian keluarganya juga sangat di butuhkan. Ingat Sat dan kamu Zahra, usahakan agar hati beliau tetap tenang dan senang. Jangan menambah beban pikiran yang berat."

"Iya Dok. Terimakasih atas penjelasannya. Kami sebisa mungkin akan berusaha membuat Papa senang."

"Oh ya, bagaimana dengan usaha kalian untuk mendapatkan momongan, apa sudah ada kemajuan?"

Keduanya menggeleng, karena masalah itulah pemicu utama hingga Narandra jatuh sakit.

"Kalian yang sabar ya, mungkin ini salah satu masalah yang membebani pikiran Narandra."

"Iya, dokter benar. Memang masalah ini pemicunya Dok," timpal Satria.

"Dok, boleh kami minta tolong, Dokter Rajen kan teman dekat Papa, tolong minta papa untuk menarik keputusannya. Aku mencintai Zahra Dok dan kami nggak akan bercerai meski tidak juga diberi keturunan."

"Baiklah, nanti kalau keadaan Narandra mulai membaik, aku akan coba nasehati dia. Sebenarnya sih aku tahu dan faham dengan keinginannya, tapi sebagai orangtua, Natandra juga harus memahami perasaan kalian. Toh semua ini takdir, bukan kemauan kalian."

"Pasti ada hikmah yang baik dibalik cobaan ini. Tapi saya ada saran, kenapa kalian nggak coba program bayi tabung saja?"

"Kalian cari wanita baik dan pinjam rahimnya guna melahirkan anak kalian. Tapi harus dipertimbangkan baik-baik, terkadang setelah melahirkan, sang wanita terlanjur sayang dan nggak mau memberikan bayi tersebut."

"Mungkin itu salah satu solusi agar Narandra tidak memaksa kalian untuk bercerai. Dan diapun bisa tenang serta memiliki harapan untuk mendapatkan penerus."

"Terimakasih Dok atas sarannya, saya memang sempat memikirkan hal itu. Tapi masih mencari waktu yang tepat untuk menyampaikannya kepada Papa. Lagi pula, pasti akan sulit mendapatkan wanita amanah yang mau meminjamkan rahimnya," ucap Satria.

"Inshaallah, saya akan coba bantu memberi pengertian dan menyampaikan solusi ini kepada Papa kamu. Yang terpenting sekarang, kita berusaha dulu untuk memulihkan kondisinya dan kalian juga harus bantu dengan perbanyak doa. Karena cuma Dia yang bisa memberikan kesembuhan untuk hamba-Nya."

"Iya Dok, sekali lagi terimakasih ya Dok. Mudah-mudahan Papa mau mendengarkan perkataan Dokter. Saya takut, emosinya akan naik lagi jika kami yang menyampaikan hal ini."

Satria merasa lega, kini dia memiliki harapan jika sang Papa akan menarik keputusannya. Dokter Rajen tidak akan membiarkan sahabatnya terpuruk dan dia pasti akan membantu sesuai janjinya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

mama oca

mama oca

mampir thor.. cerita yang bagus..semangat kakak

2023-02-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!