BAB 4. MENUNGGU KEPUTUSAN AISYAH

Satria dan Zahra sudah kembali ke rumah sakit, lalu mereka menemui Dr. Rajen untuk memberikan obat tersebut. Lalu mereka meminta izin untuk menjenguk sang Papa.

Rajen memberi izin, tapi dia meminta kepada Satria agar tidak bersitegang dengan sang papa.

Beliau berharap, Satria bisa lebih bijak menyikapi apapun yang bakal Narandra putuskan demi tetap menjaga kestabilan emosi sahabatnya itu.

Satria paham dengan apa yang di maksud oleh Dokter Rajen, diapun tidak ingin hal buruk terjadi terhadap sang Papa.

Setelah pamit dengan dokter, Satria mengajak Zahra ke ruangan sang Papa. Zahra pun sudah menguatkan mental dengan apa yang akan diputuskan terhadap rumah tangganya.

Zahra ikhlas menerima kekurangannya dengan melepas Satria jika itu jalan terbaik untuk mendapatkan penerus bagi keluarga Narandra.

Sesampainya mereka di ruangan, Satria melihat sang Papa sedang menggerak-gerakkan jari-jari tangannya, lalu diapun menggenggam tangan Sang Papa sembari mencium dan meminta maaf.

Maaf karena sikap keras Satria telah membuat sang Papa terbaring di rumah sakit.

Zahra pun melakukan hal yang sama dan kali ini Narandra tidak menolak permohonan maaf menantunya itu.

Narandra melepaskan alat bantu pernapasan pada hidungnya, lalu dia meminta anak dan menantunya untuk mendekat.

Narandra pun mengatakan seperti yang di sarankan oleh Rajen dan gadis yang dipilihnya adalah anak dari sopir pribadinya.

Satria terkejut, tapi dia tidak membantah ataupun menolak karena Satria tahu Aisyah gadis yang baik dan juga terpelajar.

Namun dia ragu, apakah Aisyah dan orangtuanya bakal setuju dengan permintaan sang Papa.

"Bagaimana Nak, apa kalian setuju dengan pilihan Papa?"

"Kami setuju Pa," jawab Satria dan Zahra serempak.

"Baguslah, tapi jika cara itu juga gagal, papa berharap Zahra akan berbesar hati melepas Satria untuk menikahi Gladis."

"Baik Pa, Zahra setuju."

Satria menatap sedih kearah Zahra, dia tahu bagaimana perasaan Zahra saat ini. Tapi Zahra pandai menutupi kesedihannya dengan tersenyum manis di hadapan sang mertua.

Narandra tersenyum, dia lega semua berjalan sesuai keinginannya.

"Tapi Pa, apa papa yakin Pak Yusuf dan Aisyah akan setuju?"

"Kalau masalah itu Papa yang akan bicara dengan Pak Yusuf dan putrinya. Kalian atur saja pertemuan Papa dengan mereka setelah Papa keluar dari sini."

"Baik Pa. Sekarang Papa istirahat ya biar cepat pulih. Zahra akan menjaga Papa dan Satria akan ke kantor sebentar karena ada urusan yang harus Satria selesaikan."

"Pergilah, Papa tidak apa-apa sendirian, toh ada perawat dan Rajen di sini."

"Kamu Zahra, pulang dan istirahatlah. Papa tahu kesehatan mu juga masih belum pulih."

"Nggak apa-apa Pa, Zahra akan temani Papa di sini sampai Mas Satria kembali."

Satria pun pergi ke kantor untuk menyelesaikan urusannya, kini hatinya merasa sedikit lega karena perseteruannya dengan sang Papa telah mendapatkan jalan keluar.

Namun dirinya masih ragu, apakah cara ini akan berhasil atau tidak dan tentunya dia tak siap jika harus menceraikan Zahra.

Sepeninggal Satria, Zahra menyuapi Narandra dan mertuanya itupun tidak menolak.

Dan di sela makannya, Narandra juga mengucapkan terimakasih karena Zahra telah menolongnya kemaren.

Zahra mengatakan jika itu kewajiban setiap anak terhadap orangtua maupun sang mertua. Dan dia tidak pernah marah maupun dendam atas sikap serta perlakuan Narandra selama ini.

"Sekarang Papa jangan cemas ya, keinginan Papa Inshaallah akan terwujud. Zahra janji apapun hasil akhirnya nanti, Zahra akan tetap menganggap Papa sebagai orangtua Zahra, meski Zahra dan Mas Satria berpisah."

Narandra terdiam, dia tidak menyangka jika menantunya sangat berbesar hati.

Tapi Narandra juga tidak bisa ingkar janji terhadap Herlina, sang adik untuk menikahkan Satria dengan Gladis apabila Zahra tidak juga bisa memberikan keturunan.

Zahra dengan sabar melayani Narandra bahkan dia memijat kaki serta tangannya hingga Narandra tertidur. Pengaruh obat membuat Narandra mengantuk kembali.

Seperti janjinya, Satria pun kembali ke rumah sakit setelah menyelesaikan tugasnya dan dia meminta agar Zahra tidur sedangkan dirinya gantian menjaga sang Papa.

Kesehatan Narandra kian hari semakin membaik. Pikiran tenang dan hati yang senang membuat Narandra lebih cepat pulih dari yang Rajen perkirakan.

Hari ini, Rajen mengizinkan Narandra pulang dengan catatan sahabatnya itu harus datang lagi minggu depan untuk check-up.

Satria membantu sang Papa untuk naik ke kursi roda, lalu mereka pun pamit kepada Rajen dan kembali pulang ke rumah.

Di perjalanan, Papa Narandra yang sudah tidak sabar langsung bertanya kepada Pak Yusuf.

"Suf, apakah Satria sudah memberitahumu, jika aku mengundang kalian untuk datang besok?"

Pak Yusuf pun mengangguk lalu diapun berkata, "Den Satria bukan hanya mengundang Tuan, tapi sudah mengatakan langsung kepada Aisyah tentang niatnya dan tentang permintaan Tuan."

Narandra kaget, dia tidak menyangka jika Satria sungguh-sungguh ingin mengabulkan permintaannya.

"Oh syukurlah, jadi bagaimana pendapat kalian Suf? Apakah Aisyah setuju?"

"Aisyah minta waktu untuk berpikir Tuan, dia akan memberikan keputusannya besok, sambil datang menjenguk Tuan."

"Terimakasih Suf, aku berharap kalian bisa membantu untuk mewujudkan keinginan ku menjadi seorang Kakek. Dan aku janji akan memberikan apapun yang Aisyah minta bila dia setuju. Mau rumah, mobil atau perusahaan, aku akan kabulkan."

"Terimakasih Tuan, tapi kami tidak mengharapkan imbalan apapun. Jika Aisyah setuju, saya dan istri pun ikhlas."

Seperti mendapatkan angin segar, wajah Narandra pun berseri-seri. Semangatnya kembali bangkit karena harapannya akan segera terwujud.

Satria dan Zahra hanya tertunduk, mereka sibuk dengan alam pikirannya masing-masing.

Kini keduanya hanya bisa berdoa semoga rencana mereka dipermudah hingga tidak perlu adanya perceraian.

Sesampainya di rumah, Narandra tidak mau menggunakan kursi roda, dia merasa kesehatannya sudah pulih jadi tidak ingin bermanja.

Herlina dan Gladis menyambut kedatangan Narandra. Keduanya bergelayut manja hingga membuat Satria dan Zahra saling tatap.

Keduanya selalu pandai mencari muka di hadapan Narandra.

Melihat sang Papa kesulitan berjalan, Satria pun melepaskan pegangan Gladis dan Herlina dari lengan sang papa.

"Maaf Tan, Gladis, aku akan mengantar Papa ke kamarnya. Aku harap kalian jangan mengganggu papa dulu. Dokter Rajen mengatakan jika Papa harus banyak beristirahat."

"Siapa juga yang mengganggu, kami kan hanya ingin membantu Papa Kak, masa nggak boleh."

"Bukan nggak boleh, tapi untuk saat ini tolong biarkan Papa sendiri, agar Papa bisa beristirahat dengan tenang."

Akhirnya Herlina dan Gladis pun mengalah dan meninggalkan kamar Narandra.

Zahra yang berada di pintu masuk mendapatkan imbas dari kekesalan keduanya. Zahra hampir saja terjatuh, karena Gladis mendorong Zahra saat dia hendak keluar kamar.

Mata Zahra membulat tapi Herlina dengan ketus berkata, "Salah siapa menghalangi jalan kami!"

Zahra hanya menghela nafas, dia memilih mengalah dan tidak mau ribut hingga mengganggu ketenangan Narandra.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Dwi ratna

Dwi ratna

berarti ssatria mw dnikahin sm sepupuny apa?

2023-06-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!