Agam masih memperhatikan wanita yang hampir ditabraknya, entah apa yang membuat dia tertarik untuk mengikuti wanita tersebut.
Sementara sang wanita yang sudah berada di dalam apotek, sedang bertanya tentang harga obat yang dia butuhkan.
Namun, akhirnya wanita itu kecewa saat mengetahui jika uangnya tidak cukup. Harga obat yang dia butuhkan ternyata sangat mahal.
Wanita itu mengeluarkan uang receh dari dalam kantong, dan dia bertanya apakah boleh membeli seperempat dari resep obat, tapi pemilik apotek menggeleng. Minimal setengah baru mereka bisa memberikannya.
Dengan langkah gontai dan wajah sedih, wanita itupun keluar dari dalam apotek. Dia berdiri di tepi jalan sambil menghapus air mata yang terlihat menetes.
Agam yang mendengar percakapan wanita tadi dengan pemilik apotek langsung meminta sang pemilik untuk menyiapkan obat yang wanita itu minta. Dan setelah membayar, Agam pun berlari, mengejarnya.
Untung saja Agam masih melihat wanita tersebut berjalan menyusuri trotoar yang tidak jauh dari tempat kejadian tadi.
Dengan nafas ngos-ngosan, Agam akhirnya bisa mengejar, lalu diapun memanggil wanita itu, "Mbak, tunggu!"
Wanita itupun menoleh dan dia menunjuk dirinya sendiri, untuk memastikan apakah memang dia yang dipanggil atau bukan.
Agam mengangguk, lalu berjalan mendekat dan dia menyodorkan plastik berisi obat yang baru dibelinya.
"Apa ini Mas?"
"Obat yang Mbak butuhkan. Maaf, jika aku tadi mengikuti Mbak ke apotek. Terimalah Mbak, itu sebagai tanda permintaan maaf ku."
Dengan tangan gemetar wanita itupun mengambil plastik obat dari tangan Agam. Air matanya menggenang, dia tidak menyangka, ada orang baik yang mau menolong di saat dirinya tidak tahu lagi harus kemana mencari hutangan demi membeli obat tersebut.
"Terimakasih Mas, saya tidak tahu harus membalasnya dengan cara apa. Obat ini sangat mahal dan suami saya sedang membutuhkannya saat ini."
"Tolong minta alamat atau nomor ponsel Mas, jika nanti saya punya uang, saya akan menggantinya. Atau saya bisa bekerja di rumah Mas, mengerjakan pekerjaan rumah apa saja, tanpa gaji sampai hutang saya lunas."
"Nggak perlu Mbak, saya ikhlas kok. Semoga suami Mbak cepat sembuh ya."
Belum sempat wanita itu menjawab, ponselnya berdering. Saat melihat nomor si pemanggil, diapun buru-buru mengangkat dan tiba-tiba ponsel serta obat yang ada ditangannya jatuh. Air matanya pun terus mengalir tak tertahan. Tubuh wanita itu gemetar, limbung dan akhirnya luruh pingsan.
Untung saja Agam bergerak cepat, hingga tubuh wanita tersebut tidak jatuh ke aspal.
Agam panik dan dia berteriak minta tolong kepada orang yang lewat di sana.
Agam berusaha menyadarkan dengan menepuk-nepuk lembut pipi Mbak tersebut, "Mbak, mbak...apa yang terjadi! bangun Mbak!"
Orang-orang pun mulai berdatangan dan berkerumun dan untuk melihat apa yang terjadi.
Akhirnya setelah beberapa saat wanita itupun sadar, matanya celingukan bingung saat melihat di sekelilingnya begitu ramai.
Setelah ingat tentang pembicaraannya di telepon tadi, diapun kembali menangis, dan tanpa sadar wanita itu memeluk Agam, menyebut dan meminta maaf kepada nama seorang pria.
Agam yakin jika pria yang wanita itu maksud adalah suaminya yang sedang sakit.
Dengan perasaan canggung, Agam membiarkan wanita itu menangis sesenggukan sambil memeluknya, hingga wanita itu sadar jika dia sedang memeluk orang yang salah dan tidak di kenalnya.
Dengan masih terisak, wanita itupun meminta maaf, lalu dengan sempoyongan, diapun berdiri hendak pergi meninggalkan tempat tersebut.
Agam tidak tega membiarkan wanita itu pergi dengan keadaan seperti itu, lalu diapun mengambil obat yang terjatuh dan berlari mengejarnya.
"Mbak, tunggu Mbak! Ini obatnya tertinggal!" panggil Agam.
Wanita itupun berhenti dan berkata, "Mas, tolong balikkan saja obat itu ke apotek, suami saya sudah tidak membutuhkannya lagi."
"Saya istri yang nggak berguna Mas. Saya tidak bisa mendapatkan uang secepatnya untuk membeli obat ini. Dan sekarang suami saya sudah meninggal."
Kembali wanita itupun menangis dan tanpa berkata apa-apa lagi dia langsung berlari meninggalkan Agam yang masih terbengong sambil memegang obat yang ada di tangannya.
Agam mendesah, niat baiknya sia-sia, dia tidak bisa menolong wanita malang yang kini sudah hilang dari pandangan matanya.
Kemudian Agam kembali ke mobil, dia harus segera melanjutkan perjalanan menuju kantor. Dia tidak bisa mengejar wanita itu lagi karena sudah telat untuk menghadiri rapat para staf yang diadakan di kantornya.
Dengan kencang Agam melajukan mobilnya dan dia berencana, sepulang kantor akan mencari tahu di mana wanita tadi tinggal.
Selain bertakziah, Agam berencana ingin memberi santunan sebagai pengganti niatnya tadi saat membelikan obat.
Agam pun tiba di kantor, lalu dia buru-buru menuju ruangan rapat. Begitu pintu terbuka, diapun mengatupkan kedua tangan sembari meminta maaf kepada pimpinan dan juga para peserta rapat lainnya.
Pimpinan pun memberi waktu sejenak untuk Agam duduk, lalu diapun berkata, "Pak Agam, bisa tolong presentasikan proposal kerjasama yang telah bapak buat, para kolega kita ingin sudah menunggu sejak tadi."
"Baik Pak, sekali lagi maaf, saya terlambat," ucap Agam sembari membuka tas mengambil berkas dan mengeluarkan laptopnya."
Agam berjalan ke depan, ke tempat yang telah dipersiapkan untuknya. Lalu dia menyambungkan laptop ke proyektor yang tersedia di sana.
Dengan gamblang, Agam pun menjelaskan proposalnya hingga mendapatkan sambutan dari kolega yang akhirnya setuju dengan ajuan kerjasama tersebut.
Pimpinan merasa puas dan para staf lain memberikan ucapan selamat untuk Agam.
Agam menarik nafas lega, harapannya terkabul. Penghasilan Agam akan meningkat dua kali lipat setelah hari ini.
Saat makan siang nanti, Agam berencana akan menyampaikan kejutan ini kepada Resti dan dia akan meminta Resti sesegera mungkin untuk resign dari pekerjaannya.
Dengan tersenyum Agam meninggalkan ruangan rapat, satu persatu harapannya terkabul dan dia berharap setelah Resti berhenti bekerja keinginannya untuk memiliki anak akan segera terwujud.
Jam makan siang pun tiba, Agam bolak balik melihat arloji yang ada di lengannya. Namun, sosok sang istri tidak juga kunjung terlihat.
Padahal Agam sudah membooking meja di sebuah restoran cukup terkenal. Dia ingin berbagi kebahagiaan dan merayakan keberhasilannya siang ini bersama sang istri.
Dan Agam juga sudah mendapatkan izin dari pimpinan untuk keluar dengan syarat sebelum pukul 3 sore dia sudah harus kembali ke kantor.
Agampun gelisah saat jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Dia akhirnya kembali kecewa, janji Resti hanya tinggal janji.
Percuma saja jika Resti pun datang karena saat ini arloji di lengan Agam sudah menunjukkan pukul setengah tiga sore.
Untuk mengisi perutnya yang lapar, Agam meminta OB membelikan roti dan segelas kopi di kantin kantornya. Dan dengan tidak bersemangat Agam pun menyeruput kopi sembari mengunyah rotinya.
Saat itu pimpinan masuk dan beliau menggeleng. Pimpinan bisa menebak, jika Agam gagal dengan rencana makan siangnya.
Pimpinan langsung menarik gelas kopi Agam, lalu berkata, "Sekarang juga, kamu temani Saya makan. Saya juga belum makan siang."
Agam tidak bisa menolak, lalu dia mengikuti pimpinan meninggalkan perusahaan yang kebetulan menuju resto yang telah Agam booking sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Devi Handayani
pak agam kamu orang baik semoga kedepan kamu bisa mendapat kebahagiaan😌😌😌😌
2023-06-02
0