TERJERAT PESONA WANITA MALAM
"Dasar menantu tidak berguna, kamu hanya menyusahkan hidup putriku saja! Kamu pikir penghasilan mu itu cukup, untuk memenuhi kebutuhan keluarga ini! Seenaknya saja kau meminta istrimu untuk berhenti bekerja!"
"Maaf Ma, Satria hanya ingin Resti tidak terlalu capek, bukankah dia sudah dua kali keguguran dan dokter mengatakan jika Resti harus istirahat total."
"Aku menginginkan anak dari Resti Ma, meski hanya satu," ucap Agam dengan nada sedikit kecewa.
"Dan mengenai biaya hidup, biar aku saja yang pikirkan. Aku akan bekerja lebih giat untuk menghasilkan uang yang banyak."
"Mudah-mudahan pengajuan kerjasama ku kali ini diterima, jadi penghasilan ku akan bertambah, hingga bisa membahagiakan Resti serta Mama," ucap Agam.
"Halah, itu terus yang dari dulu kamu bilang, buktinya kita tetap hidup susah! Kami sudah bosan dengan janji-janji mu itu!"
"Resti saja yang bodoh, masih mau bertahan dengan suami seperti mu!" ucap Helen sembari meninggalkan Agam yang masih mencuci piring.
Seperti biasa Helen langsung pergi untuk menemui teman-teman sosialitanya, setelah anak atau menantunya sampai di rumah.
Dan dia akan pulang larut malam dengan di antar oleh seorang pria yang Helen katakan jika pria tersebut adalah suami dari sahabatnya.
Agam sebenarnya ingin melarang kepergian sang mama mertua, tapi mulutnya terkunci dan diapun lalu melanjutkan aktivitasnya, mencuci piring dan memasak.
Sepulang kantor, Agam memang selalu menyempatkan diri membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Dia tidak ingin Resti makin kelelahan dengan tugas-tugas rumah tersebut.
Sementara Helen, setiap hari malah enak-enakan makan dan tidur serta keluar rumah sesuka hatinya.
Sebenarnya hal itu tidak pernah Agam permasalahkan, selagi mertuanya senang dan tidak membuatnya malu. Terutama tidak selalu ikut campur dalam setiap urusan rumah tangganya.
Namun, satu hal yang Agam tidak suka, ulah sang mama membuat para tetangga kasak kusuk membicarakan tentang kebiasaan buruknya itu.
Saat Agam sedang memasak, Resti pun baru pulang bekerja. Hari ini Resti lembur, karena dia harus mendampingi bosnya meeting bersama klien dari luar.
"Haduh, lelahnya!" ucap Resti sembari menarik kursi dan duduk, lalu meneguk segelas air minum yang sudah Agam siapkan.
Mendengar istrinya mengeluh, Agam pun menyahut, "Berhentilah Res, aku kan sudah bilang, biar aku saja yang bekerja."
"Kamunya sih bandel, kapan lagi kita akan memiliki anak. Aku takut rahimmu akan rusak jika bolak balik keguguran," ucap Agam sambil menoleh dan melihat Resti yang sedang memijat betisnya.
Kaki Resti sering kram akibat menggunakan sepatu hak tinggi. Tapi dia keras kepala dan tetap menggunakannya saat pergi bekerja.
Mendengar ucapan Agam, Resti malah membantah, "Mas sih, menjadi karyawan terlalu jujur, tidak mau seperti yang lain. Ambil job sampingan dong, agar dapat uang masuk, jadi aku bisa berhenti bekerja."
"Aku nggak bisa seperti mereka Res. Aku tidak mau menjadi pengkhianat. Mengkhianati orang yang sudah percaya dan begitu baik terhadap keluargaku."
"Halah, cuma membiayai pengobatan Bapak saja, kamu bilang baik. Itu memang kewajiban dia Mas. Bapak kan mantan karyawannya yang telah puluhan tahun bekerja. Jadi wajar jika dia menolong, bukan ada kaitannya dengan kamu!"
"Kamu nggak boleh ngomong seperti itu Res, walau bagaimanapun bos tetap berjasa. Ingat waktu kamu keguguran, dia kan yang selalu menolong kita."
"Sudahlah Mas, aku capek jika terus membahas masalah ini. Tetap tidak ada jalan keluarnya! Pokoknya aku tidak akan berhenti bekerja, sebelum penghasilan mu melebihi penghasilan ku, titik!" ucap Resti sembari berjalan ke arah kamar.
Agam menghela nafas sambil memindahkan makanan yang telah matang ke dalam piring. Lalu diapun buru-buru menyusul sang istri.
Resti merebahkan tubuhnya di kasur, dia tidak langsung mandi karena Agam belum menyiapkan air panas untuknya.
Agam yang melihat hal itupun berkata, "Pergilah mandi Res, biar kita makan bareng, aku sudah lapar," pinta Agam.
"Air panasku mana? Mas mau aku sakit lagi!" ucap Resti hingga membuat Agam menepuk keningnya.
"Iya maaf aku lupa. Sebentar ya, aku rebus dulu. Aku juga belum lama pulang, Res, jadi kesibukan menyiapkan masakan membuatku jadi lupa."
"Mama malah pergi, padahal seharusnya beliau bisa membantu kita, menyiapkan kebutuhan mu. Masalah mengurus rumah, tidak menjadi masalah jika beliau tidak bisa."
"Kamu kenapa malah menyalahkan Mama? Itu bukan tugas beliau. Kamu sendiri yang berjanji kan, mau menyiapkan semua kebutuhan ku jika aku telat pulang. Jadi jangan membawa-bawa Mama dalam hal ini."
"Mama mau menjaga rumah ini saja sudah syukur. Coba kalau kita musti bayar orang, mau uang darimana lagi? Memangnya kamu sanggup bayar orang untuk menjaga rumah ini!" repet Resti yang tidak terima mamanya disalahkan.
Kembali Agam mendesah, akhir-akhir ini, apapun yang dia katakan selalu salah di mata istri dan juga mama mertuanya.
Padahal Agam sudah berusaha sebaik mungkin untuk berperan sebagai suami dan menantu yang baik, tanpa mengeluhkan apa yang bukan menjadi tugasnya.
Malas memperpanjang omongan yang hanya akan menimbulkan perdebatan, Agam pun langsung bergegas meninggalkan kamar menuju dapur untuk menyiapkan air panas yang Resti butuhkan.
Setelah airnya mendidih, Agam pun membawanya ke kamar mandi, lalu mencampurkan ke air dingin yang ada di dalam ember.
Sejak keguguran yang kedua, Resti memang sering menggigil jika mandi dengan air dingin. Makanya Agam membiasakan dirinya, menyediakan air panas menjelang Resti pulang dari bekerja.
Resti pun melakukan ritual mandinya, sedangkan Agam menyiapkan pakaian yang akan Resti pakai.
Agam berusaha memanjakan sang istri, dia ingin membuat Resti bahagia. Namun, Resti seringkali tidak menghargai hal itu, bahkan terkadang masih saja dipersalahkan.
Melihat Resti keluar dari kamar mandi, Agam mendekat, dia ingin memeluk dan memberikan sebuah kecupan.
Tapi dengan refleks Resti mendorong sembari berkata, "Mas bau! Aku nggak mau aroma asap menempel di tubuhku. Sana mandi! biar kita makan, aku juga lapar."
Agam kecewa, padahal tadi dia berharap mendapatkan sebuah ciuman sebagai ucapan terimakasih atas perhatian dan pelayanan yang hampir setiap hari dia lakukan.
"Ya sudah deh, aku mandi dulu. Kamu lagsung saja makan, aku akan menyusul. Jangan sampai sakit lambungmu kambuh, gara-gara kelamaan menungguku selesai mandi," ucap Agam sembari menyambar handuk.
Begitulah perhatian Agam terhadap Resti, dia selalu mengutamakan apapun demi kebaikan sang istri.
Resti pun ke ruang makan, dan saat melihat menu yang di masak Agam adalah makanan kesukaannya, diapun langsung melahap makanan tersebut tanpa menunggu sang suami.
Saat Agam tiba, Resti sudah hampir selesai, Agam merasa puas karena Resti senang dan hampir menghabiskan separuh dari makanan yang dia masak.
Meskipun di lubuk hati terdalamnya Agam rindu, ingin mereka bisa makan bersama dan Resti melayaninya seperti saat mereka baru menikah.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Devi Handayani
agam aku jadi kasian padamu.... seharusnya seorang suami dihargai dan dihormati isterinyaa..... itu yg diajarkan agama😥😥😥😥
2023-06-02
0