"Kita bisa mengambil contoh negara Singapura di kawasan Asia Tenggara. Ekonomi di Singapura adalah salah satu yang paling terbuka di dunia." Jelas sang guru di depan kelas.
Salah seorang murid mengangkat tangannya, "Bu, apa itu perekonomian terbuka?"
"Pertanyaan bagus." Sang guru membenarkan letak kacamatanya. "Itu adalah jenis perekonomian yang berinteraksi dengan negara lain melalui perdagangan internasional, migrasi tenaga kerja, transfer informasi dan pengetahuan teknis, juga pergerakan modal. Mereka melakukan ekspor dan impor barang serta jasa dan modal dengan negara lain."
"Apa keuntungannya?" Tanya murid lainnya.
"Untuk memperluas pasar produk barang dan jasa perusahaan dalam negeri. Dan seperti yang ibu sebutkan mengenai migrasi tenaga kerja, dengan itu kita dapat mengurangi tingkat pengangguran di masyarakat."
"Mengapa Ibu menjadikan Singapura sebagai contoh?"
"Karena, meskipun Singapura memiliki sumber daya yang sedikit, tapi mereka bisa menjadi negara maju. Sebab Singapura mengandalkan seluruh sektor ekonominya pada bidang industri dan jasa. Seperti pariwisata, perbankan dan elektronik."
"Bagaimana dengan Indonesia? Dari yang saya baca, Indonesia juga menganut sistem ekonomi terbuka. Kenapa belum semaju Singapura?" Tanya Eta, sejak tadi dia terus diam dan mendengarkan sampai gatal sendiri ingin bertanya.
Guru di depan kelas tersenyum simpul. Sedangkan Eta menunggu guru memberikannya jawaban yang memuaskan.
"Itu karena SDM di Indonesia yang kurang memadai dan belum bisa mengelola SDA dengan optimal. Ini menjadikan pemanfaatan SDA di Indoensia belum maksimal. Nah, itu hanyalah salah satu contoh."
Apa karena ini di Indonesia jumlah pengangguran terus meningkat?
Negara ini memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, itu tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun orang-orang masih belum mampu untuk mengolahnya. Hanya ada sebagian orang yang begitu kreatif untuk menjadikannya peluang usaha.
Para produsen bahan mentah cenderung menjual produksi mereka daripada mengolahnya. Pihak yang tertarik pun terkadang lebih banyak dari negara luar. Karena masyarakat dalam negeri tidak tahu cara menjadikan material tersebut bisa membuat keuntungan.
Industri rumahan terkadang malah tidak diperhatikan pemerintah.
"Peta, sedang memikirkan apa?"
Eta melirik ke sampingnya, di mana Salsa berdiri di sana dengan senyuman manisnya. Eta akui, Salsa adalah gadis paling cantik, imut, dan manis di kelasnya. Catatan: Raya masih lebih cantik daripada Salsa menurut Eta.
Kenapa orang-orang ini selalu merasa risih jika tidak memanggilku Peta? Padahal tinggal hilangkan P-nya saja, itu namaku yang asli!
"Pelajaran barusan. Entahlah, aku jadi overthinking."
Salsa duduk di samping Eta. Wajahnya seperti siap mendengarkan keluhan Eta tentang pelajaran hari ini. Namun sayang, Eta tidak ingin berbagi dengan siapa pun.
"Lupakan saja, kau ingat kalau kita satu kelompok untuk mapel sosiologi 'kan?" Alih Eta.
"Ya, aku ingat. Kita berempat, dengan Alan dan Gabriel. Kita akan mengerjakannya hari Minggu ini, di rumah siapa?"
"Di rumah Gab, dia sendiri yang bilang."
Salsa mengagungkan jempolnya. "Oke!"
...****...
"Peta!"
"Astaga!"
Raya muncul tiba-tiba di belakang Eta yang baru saja mau menghabiskan suapan terakhir bekalnya. Niat Raya bukan mengejutkannya, tapi memang pada dasarnya suaranya cempreng, gigitan daging terakhir Eta harus terjun bebas ke rerumputan.
"Raya Andriana..." Ujar Eta dengan wajah gelap.
"Maafkan aku Eta! Aku tidak sengaja! Aku kemari karena membawa berita penting!"
"Jelaskan!"
"Kau dikeluarkan dari susunan kepanitiaan!"
Genggaman Eta pada kotak bekalnya mengendur. Bola matanya membelalak tidak percaya. Baru kali ini dia tidak dimasukkan dalam susunan kepanitiaan setelah belasan acara yang mereka adakan.
"Apa? Kenapa bisa?!"
"Karena kau seorang MPK." Jawab Raya, ekspresi paniknya bak hilang ditelan bumi.
"Huh? Setelah sebelas acara yang kalian adakan. Kalian baru sadar aku seorang MPK? Yang tugasnya adalah mengawasi kalian bukannya terjun langsung ke lapangan. Kalian baru menyadarinya sekarang setelah sebelas event?" Eta bertanya retoris.
Raya mengusap tengkuknya, "Ehehe."
"Sudahlah. Aku baik-baik saja. Bahkan aku belum memulai membuat rundown acara."
"Nah, di sana letak masalahnya! Bahkan Kak Atlas pun dikeluarkan dari susunan kepanitiaan oleh Pembina langsung karena dia seorang Ketua OSIS." Ekspresi Raya kembali panik.
"Pembina benar. Ketua OSIS dilarang masuk susunan kepanitiaan karena jabatannya. Dan kalian baru sadar juga? Selama ini OSIS ke mana saja?" Ejek Eta.
Raya merajuk. "Tapi Kak Atlas baru dimasukkan ke susunan kepanitiaan di event ini karena sekarang kita kekurangan orang."
"Ambil dari ekskul. Apa susahnya?"
Raya terdiam. Sepertinya apa yang dikatakan Eta barusan sama sekali tak pernah terlintas dalam otaknya, sekali pun. Eta menepuk dahinya pelan.
Ada apa dengan Wakil Ketus OSIS yang satu ini? Kenapa dia lemot?
"Aku.... lupa!"
Eta mendengus malas. Dia memaklumi hal-hal yang Raya tidak sadari. Itu karena baru sekarang dia menjadi bagian dari organisasi OSIS, tidak seperti Eta yang sudah berpengalaman. Dan entah ada angin apa, Raya bisa menjadi Wakil Ketua OSIS.
"Tapi namaku ada di susunan kepanitiaan."
"Yang dilarang hanya anggota MPK dan Ketua OSIS. Sisanya bebas dan diperbolehkan masuk susunan kepanitiaan. Kau harus mengingat ini."
"Selama sebelas acara, apa yang sebenarnya aku lakukan?" Raya bertanya pada dirinya sendiri dengan murung.
Aku juga bertanya-tanya. Apa yang para anggota OSIS pikirkan saat memilih Wakil Ketua OSIS?
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments