"Peta, jangan pulang dulu!"
Eta mengerling kesal saat terciduk lagi untuk bolos kumpulan rutin. Padahal Eta sudah mendedikasikan dirinya sebagai anggota bayangan. Sayang sekali anggota lain selalu merasa kehilangan tanpa kehadirannya.
Sebelum Eta berhasil menyusup keluar gerbang sekolah, Raya lebih dulu menangkap tangannya.
"Hehe, kau tidak bisa lari lagi, Peta! Ayo kumpulan!" Tarik Raya.
Eta mendelik.
"Kau 'kan yang paling tahu kalau aku tidak bisa pulang sore karena ayahku pasti akan marah. Ayolah, besok aku pasti akan kumpulan!" Eta berusaha membela diri.
"Kumpulan rutin hanya diadakan setiap hari Senin, jangan mencoba untuk kabur." Ujar Raya dengan kesal.
Tanpa sepengetahuan anggota lain, Eta selalu bisa menyelinap pulang. Jika ia tertangkap di sini, maka label 'anggota bayangan' akan segera dicabut darinya.
"Ayolah, kumpulan itu ada untuk mengetahui perkembangan program kerja OSIS, bukan MPK! Aku akan sibuk ketika kalian lengser nanti. Jadi, biarkan aku menikmati waktu senggangku!"
Raya mendelik kesal. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Eta adalah benar. Sebagai anggota dari Komisi A, tugasnya sendiri adalah membuat program kerja Seksi Bidang 1, 2 dan 3 serta mengawasi berjalannya program kerja mereka.
Raya melepaskan tangan Eta dengan perasaan masam di hatinya. "Baiklah, pergi sana!"
"Sekarang kau malah mengusirku, aku sangat tersinggung dengan caramu."
Eta memeriksa pergelangan tangannya yang tadi dicengkeram habis-habisan oleh Raya. Bekasnya menimbulkan ruam merah. Mata Eta menyipit. Mengapa orang-orang selalu kasar terhadapnya?
"Jadi, kau mau pulang atau tidak?"
"Tentu saja pulang!"
Langkah kaki Eta bergerak menuju halte, tempat biasa untuknya menunggu bus. Ia tidak lagi melihat ke belakang, di mana Raya mungkin saja menunggunya berubah pikiran. Sayangnya, Eta terlalu sibuk untuk melakukan kumpulan.
"Hari ini sangat panas!"
Eta mengeluh kepanasan. Beberapa orang memilih pulang menggunakan sepeda motor atau jemputan. Beberapa sisanya tampak sedang menaiki angkutan umum.
Sebenarnya, bisa saja kalau Eta mau naik angkutan umum. Tapi jika naik itu, dia harus naik angkot dua kali. Jika naik bus, rute bus akan sampai melewati rumahnya. Ongkos bus juga lebih ramah di kantong menurutnya. Jadi selama ini Eta selalu pulang pergi dengan bus.
Ketika bus rute 13 sampai, Eta segera naik.
Dari bus, Eta masih bisa melihat lalu lalang para anak SMA yang baru pulang. Bisa dilihat juga di gerbang masuk, Raya dan seorang pria nampak sedang berbincang.
Eta mengenalnya, dia adalah sang Ketua OSIS.
Wajah Eta terasa panas. Pipinya bersemu merah. Bahkan detak jantungnya berpacu dengan sangat cepat. Segera saja ia alihkan pandangannya ke arah depan, dimana hanya ada sopir bus dan beberapa karyawan penumpang.
Aku tidak percaya bisa menyukai orang sepertinya.
...****...
Keesokan harinya. Eta berjalan di lorong sekolah dengan langkah lunglai. Pasalnya, semalam Eta harus begadang hingga tengah malam demi bisa menyelesaikan tugas membuat makalah dalam bentuk tulisan. Jika saja makalah itu boleh diketik, tugasnya yang satu ini pasti sudah selesai dari minggu lalu.
Ini bahkan tugas individu, tugas individu!
Eta menggerutu kesal pada 21 halaman polio yang benar-benar murni tulisannya. Dia enggan meminta bantuan kakaknya, sebab akan terlihat jelas perbedaan tulisan di antara mereka.
"Kalau diketik, aku bisa copy paste!"
Seorang siswa lelaki menghampiri Eta. Ia menepuk pundak kiri gadis itu sampai Eta nyaris saja menendang kakinya karena terkejut.
"Woah, Risa. Kamu hampir menendangku."
"Kak Atlas?"
Siswa itu, Atlas hanya tersenyum tipis. Sang Ketua OSIS yang sebentar lagi akan turun jabatan itu kini berdiri di samping Eta sambil membawa selebaran kertas.
"Apa itu?"
"Surat dispensasi."
Eta mengernyit. "Untuk apa?"
"Eh? Kamu lupa? Tentu saja untuk izin tidak mengikuti kelas selama tiga hari. Tentu saja dimulai dari jam satu siang, bukan dari pagi." Ujar Atlas sambil memperlihatkan surat di tangannya.
"Apa nama semua pengurus periode ke-40 ada di sana?"
"Ya. Termasuk kamu."
"Memangnya ada acara apa?" Tanya Eta penasaran.
Atlas menepuk pelan kepala Eta menggunakan selebaran surat tersebut. "Dasar pembolos! Aku tahu bahwa kamu bolos kumpulan kemarin. Kita membahas tentang program kerja terakhir, class meeting."
"Hee, itu rupanya."
Eta mengangguk-anggukkan kepalanya.
Meski menjadi anggota bayangan, Eta ini sudah pernah menjadi anggota OSIS di SMP selama dua periode. Ditambah pengalaman menjadi Komisi A di MPK selama hampir setahun. Dia telah khatam betul tentang acara class meeting ini.
Di sini, akan diadakan berbagai macam mata lomba yang mempertemukan antar kelas. Perlombaan ini wajib diikuti, jika tidak ikut maka akan dikenakan sejumlah denda.
"Jangan lupa setelah pulang sekolah kumpulan. Aku akan menunggumu." Ujar Atlas sambil tersenyum simpul.
Eta tertegun. Segera ia memalingkan wajahnya dari Atlas. Kakak kelasnya yang satu ini selalu berhasil membuatnya salah tingkah. Terlihat kekanakan memang jika Eta tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.
"Kamu akan datang 'kan?"
Eta mengangguk pelan.
"Bagus. Sampai jumpa nanti!"
Setelah kepergian Atlas, Eta hanya bisa memandang punggung sang Ketua OSIS dalam diam. Badannya sama sekali tidak bergeming. Matanya menatap dalam sosok Atlas.
Eta melirik buku besar yang sedari tadi ia bawa. Hari ini ada pelajaran geografi dan guru mapel meminta seluruh murid membawa atlas masing-masing agar ketika sang guru menjelaskan, mereka tidak hanya mendengarkan tapi juga memahami materi.
Langkah Eta menuju sebuah kelas yang di atasnya terdapat tanda 'XI IPS 2'. Tak lama, bel masuk berbunyi dengan nyaring.
...****...
"Bagaimana Eta? Sudah mengerti dengan tugasmu?" Tanya Atlas.
Lalu Eta mengangguk saja.
Saat ini ia sedang kumpulan untuk membahas program kerja terakhir. Kebetulan Eta mendapat bagian sebagai seksi acara yang tugasnya membuat rundown.
Membuat rundown bukanlah hal yang sulit.
Karena kumpulan untuk mempersiapkan acara class meeting akan dimulai minggu depan. Pertemuan hari ini hanya untuk menentukan susunan kepanitiaan saja.
Perkumpulan selesai tepat pukul lima sore. Eta bangkit, ingin segera pulang ke rumahnya. Namun ekor matanya menangkap goresan spidol di atas papan tulis putih.
Tubuh Eta membeku selama sepersekian detik.
Itu semua karena di dalam susunan kepanitiaan, nama Atlas berada di sampingnya. Yang berarti Ketua OSIS tersebut menjadi seksi acara juga sama sepertinya.
Sontak saja Eta menoleh pada Atlas yang masih membereskan laptop miliknya. Pegangan Eta pada tasnya semakin erat. Khawatir Atlas menyadari tatapannya, Eta segera membuang pandangannya ke arah berlawanan.
Raya menepuk pundaknya dengan pelan. "Hey, ayo pulang! Aku akan mengantarmu sampai rumah."
Sebenarnya Eta hendak menolak karena tidak enak. Tapi mau bagaimana lagi, Raya adalah tipe gadis pemaksa. Di sisi lain juga Eta harus segera pulang supaya sampai rumah sebelum gelap. Jika ia menunggu bus, mungkin tidak akan sempat.
Eta mengangguk.
Dengan semangat penuh Raya menarik tangan Eta menuju tempat parkir motor.
"Kau tunggu di sini, aku akan mengambil motorku dulu, oke?"
"Ya."
Eta melirik kecil pada sosok Atlas yang berjalan ke tempat parkir sendirian. Kemudian tatapan Eta tertuju pada Raya yang sedang menyalakan mesin motor.
Alasan mengapa Eta agak ragu diantarkan oleh Raya sebenarnya hanya satu. Itu karena arah rumahnya dan Raya berlawanan. Memang pada awalnya searah hingga Raya akan mengambil jalan tikungan sementara Eta terus lurus.
Pandangan Eta kembali tertuju pada Atlas.
Padahal arah rumah kami tidak berlawanan sama sekali.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Rania Luthfi
Next thor!
2023-03-15
0