Di taman sekolah. Eta duduk sendirian sambil menghabiskan bekalnya. Sejak hari pertamanya masuk SMA, Eta terbiasa untuk tidak membawa uang saku yang banyak dan lebih memilih bekal.
Dia memasukkan potongan ayam ke dalam mulutnya dengan malas. Entah kenapa, pelajaran olahraga selalu membuat suasana hatinya turun.
Eta adalah pribadi yang malas dan lebih suka mempekerjakan otaknya daripada badannya. Tapi pelajaran olahraga memang selalu ada di setiap tingkatan, itu membuat energinya terkuras habis. Selama ini dia selalu bekerja keras agar nilai ujian prakteknya di tahun terakhir sekolah bisa menyentuh KKM.
"Aku benci olahraga, meski gurunya memang menyenangkan."
Pemandangan taman yang menyejukkan tiba-tiba berubah menjadi memuakkan bagi Eta. Ada seorang siswa yang menyatakan perasaannya pada gadis yang ia cintai di depan teman sekelasnya.
Siswa itu memberikan si gadis setangkai bunga mawar lengkap dengan sekotak cokelat. Pria itu terlalu berani dan romantis di waktu bersamaan. Eta ingat bahwa hari valentine masih tiga bulan lagi.
"Peta!"
Eta mendelik. Ia menatap kedatangan Raya yang selalu membawa kebisingan. Masalah utama Eta adalah adegan pernyataan cinta itu. Dia memang merasa muak, tapi Eta tetap segan untuk mengacaukannya.
Raya mengubah suasana romantis menjadi hancur hanya dalam beberapa detik.
"Apa yang kau lakukan! Kau mencuri perhatian banyak orang. Dan lagi, namaku Eta bukan Peta!" Kesal Eta.
"Oh? Ada yang menebar buih-buih cinta, ya?" Raya mengabaikan kemarahan Eta yang disebut Peta.
"Buih-buih cinta?" Beo Eta.
Raya dengan terang-terangan menunjuk adegan romantis di depan mereka. Eta yang kesal langsung menarik kembali tangan Raya, sedangkan Raya memajukan bibirnya.
"Ada apa denganmu? Apa kau malu kalau kita ketahuan mengintip? Salah mereka sendiri yang melakukannya di depan umum!"
"Dengar, taman ini termasuk tempat sepi."
"Tidak masalah, Eta. Lagi pula lihatlah! Teman-teman sekelasnya juga menonton dan mereka berdua sebagai sorot utama sama sekali tidak protes!" Keluh Raya.
Namun Eta tetap tidak setuju dengan Raya. Pasalnya di mata mereka, Eta dan Raya adalah orang asing yang dengan tidak tahu malunya mengintip di balik semak-semak. Mereka seperti pencuri yang ketahuan mencuri.
Saat Eta melanjutkan mengintip, ia sadar bahwa ada yang berbeda dari wajah si wanita. Atau lebih tepatnya, mungkin akan ada yang patah hati di sini?
"Aku bertaruh gadis itu akan menolaknya." Eta berbisik.
"Bagaimana kau bisa berpikir seperti itu setelah adegan romantis ini? Bukankah pria itu akan patah hati jika ditolak setelah semua usaha yang dia lakukan untuk pernyataan romantis ini?" Cetus Raya.
Benar. Ini akan menyedihkan bagi pria itu jika dia mendapatkan penolakan dari gadis yang ia kagumi dan mungkin cintai.
Ketika gadis itu mengangguk, Eta menjadi terkejut. Sementara Raya di sampingnya tersenyum sumringah. Gadis itu menerima mawar serta sekotak cokelat dari tangan pria itu sambil tersenyum.
"Bagaimana bisa!" Eta tak terima.
"Hey, kau salah. Berikan aku uangmu."
Eta mendengus. "Aku tidak bertaruh uang."
Raya bangkit dari tempat persembunyiannya, yaitu semak-semak yang berada di belakang kursi taman. Ia menepuk roknya untuk membersihkan debu yang menempel.
"Kau ingin seperti itu?"
"Apa?" Heran Eta.
"Seperti itu," Raya menunjuk kedua sekali yang sekarang sedang merayakan resminya hubungan mereka bersama teman-teman sekelas. "Ditembak dan pacaran."
Eta menggeleng.
"Kau tidak mau?" Tanya Raya.
"Bukan tidak mau, tapi tidak bisa." Jawab Eta dengan nada datar.
Ia berjalan lebih dulu dari Raya. Kesal karena ditinggal, Raya segera berlari menyusul Eta.
"Kenapa tidak bisa?"
Eta menatap Raya dengan tajam. Orang seperti Raya, yang sering penasaran dan teguh untuk tetap bertanya adalah salah satu dari sekian spesies yang dijauhi Eta.
Ketika Eta berjalan menjauhi Raya, dia menangkap sosok Atlas yang tengah berbicara dengan seorang anggota OSIS. Wajahnya terlihat serius, padahal biasanya dia terlihat ramah dan murah senyum.
Tidak biasanya, apa sesuatu telah terjadi?
Raya menyadari sorot mata Eta yang tertuju pada Ketua OSIS mereka. Ia menyentuh pundak Eta dengan ekspresi rumit.
"Peta, jangan katakan padaku bahwa alasan kau tidak bisa pacaran adalah..." Ujar Raya sambil melirik ke arah Atlas juga. "Kau masih ingat dengan pasal 9 ayat 1, bukan?"
Eta mendengus, "Tentu saja! Karena itu aku mengatakan tidak bisa pacaran."
Eta ingat betul dengan peraturan organisasi dari awal hingga akhir setiap bab hingga setiap ayatnya. Dalam pasal 9 ayat 1, dikatakan bahwa setiap anggota organisasi dilarang saling berpacaran karena itu akan menghambat kinerja mereka.
Jika nekat berpacaran diam-diam dan ternyata ketahuan, maka mereka akan dicopot dari jabatan dan dikeluarkan dari organisasi tanpa SP (Surat Peringatan) terlebih dahulu.
Awalnya ayat ini diremehkan, tetapi ketika ada yang melanggar dan diketahui oleh Pembina OSIS, mereka berdua disidang ketika pertemuan rutin di hari Senin.
Sejak saat itu, para anggota mulai menganggap serius peraturan itu. Dan meskipun mereka memiliki pacar di luar organisasi, mereka tetap dibatasi ketika sedang melakukan tugas. Di luar itu, bebas.
"Karena aku tahu, maka aku mengatakan tak bisa. Tak semua hal bisa didapatkan meski kita berusaha keras."
Eta mengambil jalan lain supaya tidak berpapasan dengan Atlas. Sudah cukup ia melihat pernyataan cinta langsung di depan matanya. Di belakangnya, Raya mengikuti dalam diam. Raya melirik sekali lagi pada Eta yang tampak baik-baik saja.
"Omong-omong, kau punya berapa mantan?"
"Nol."
"Huh? Kau sedang berpacaran dan sampai sekarang belum putus? Lalu kenapa kau malah menyukai Kak Atlas?"
Merasa jengah dengan kebodohan Raya yang tiada habisnya, Eta hanya bisa memperkuat perisai kesabarannya. Dia berbalik menatap Raya yang wajahnya dipenuhi rasa penasaran.
"Aku tidak punya mantan karena aku tidak pernah pacaran. Puas?"
Langkah Raya terhenti. Sementara Eta tetap melanjutkan langkahnya menuju ruang kelas. Setelah ini akan ada mata pelajaran sejarah peminatan.
Sedetik kemudian, Raya tersadarkan. Dia segera mengejar Eta yang sudah jauh meninggalkannya. Temannya yang satu ini selalu memberinya kejutan, apalagi dengan kata-katanya.
"Huh? Huh?! Bohong! Apa kau tidak pernah jatuh cinta?"
"Kalau itu tentu saja pernah."
"Dengan siapa? Kapan?"
Raya menghembuskan napasnya dalam-dalam. Kalau Eta tidak menjawab pertanyaan Raya, gadis ini akan gencar mengganggunya sampai rasa penasarannya bisa dijawab.
"Ketika aku masih kelas dua SMP. Ada pertukaran pelajar dari Perancis. Aku menyukai salah satunya. Dia blasteran Perancis-Polandia."
Raya semakin sumringah. "Apa dia tampan?"
"Ya."
"Kau menyukainya karena wajahnya?" Tanya Raya lagi.
"Bukan. Awalnya aku merasa biasa saja. Tetapi ketika dia memberikan sambutan, ucapannya terdengar seperti orang cerdas dan berwawasan luas. Saat itulah aku menaruh perhatian padanya."
Mendengar pernyataan Eta, Raya melebarkan senyumannya. Ternyata Eta yang penggila peta dan pelajaran geografi ini punya kisah manis seperti itu.
"Bagaimana akhirnya? Apa seperti di novel? Yang mana kalian akan saling mengenal secara alami karena ditimpa 'kebetulan'."
Raya mulai mengimajinasikan pertemuan romantis dan manis antara Eta dan si blaster Prancis-Polandia itu. Mereka kebetulan bertemu dan kebetulan juga memiliki persamaan yang membuat mereka semakin dekat, lalu kebetulan lainnya yang membuat mereka selalu bersama. Seperti itu hal-hal klise yang terjadi di dunia novel.
"Tidak ada hal seperti itu. Aku dan dia menjalani kehidupan masing-masing tanpa pernah saling bersinggungan sampai masa pertukarannya selesai di semester keempat, yaitu tahun kedua semester dua. Sejak saat itu, kami tak pernah bertemu lagi."
Raut wajah Raya berubah dalam sekejap. Padahal dia sudah menyusun berbagai macam kemungkinan yang akan terjadi. Tidak disangka kehidupan novel dan drama tidak menjadi nyata untuk Eta.
"Jadi itu hanya cinta monyet." Cibir Raya.
"Semua kisah cinta yang terjadi di masa-masa sekolah adalah cinta monyet." Tambah Eta.
Dia sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan Raya karena memang 100% benar. Dan menurutnya sendiri, cinta masa remaja bukanlah sesuatu yang perlu dianggap serius dan pasti memiliki akhir putus seperti kebanyakan kasus.
"Tapi aku dan Defri akan awet sampai kita lulus!"
"Ya, dan setelah lulus kalian akan berpisah karena tidak satu universitas. Dan di saat itulah salah satu dari kalian akan mencetuskan untuk putus saja." Ejek Eta.
"Hush! Itu tidak akan terjadi pada kami."
Akhirnya mereka tidak melanjutkan masalah cinta monyet. Bahkan Raya sudah tidak penasaran lagi dengan sosok cinta pertama Eta yang berakhir seperti angin, lewat begitu saja.
Diam-diam Eta memandangi punggung Raya yang berjalan di depannya.
Raya adalah gadis yang energik, dan selalu dikelilingi aura positif yang membuat banyak orang menyukainya. Tapi dia terlalu positif sampai tidak memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi, sisi negatif dari setiap hal.
Memang benar, bagi Eta sendiri hubungan antara Raya dan Defri sangat harmonis dan manis hingga membuatnya iri. Sebab Eta tidak punya hubungan semacam itu bahkan dengan kakaknya.
Bagaimana bisa dia berharap mendapatkan cinta sejati?
Cinta monyet yang menjadi cinta sejati kemungkinannya 1 banding 10. Nyaris mustahil!
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Fit Ta
masih nyimak semangat yuk thor
2023-07-27
0