PART 4 ~ ALEYA DAN CELYA

Kebiasaan Najib setelah shalat subuh selalu berolah raga sebelum bersiap untuk beraktifitas rupanya terbawa hingga saat ini. Kuliah di negeri orang membuatnya harus mandiri apalagi ia tak ingin kembali ke tanah air sehingga harus membuktikan pada sang kakek bahwa dirinya mampu bertahan dan menyelesaikan kuliahnya.

Najib hanya berlari-lari mengelilingi halaman rumah hingga tiga kali. Udara pagi hari memang terasa sangat segar. Bajunya sudah basah oleh keringat sehingga otot-ototnya tercetak jelas, beruntung masih pagi-pagi dan keadaan sekitar masih sunyi.

Merasa cukup olah raganya, Najib duduk dikursi teras sembari mengeringkan keringatnya dengan handuk kecil lalu meneguk air putih. Bersamaan dengan kakek Emir keluar dan bergabung dengan Najib.

"Cepat juga bangunnya, kek," Najib menatap sang kakek sejenak lalu lanjut mengeringkan keringatnya.

"Kebiasaan sejak masih muda." Kakek Emir menanggapinya dengan santai sambil terkekeh. Melihat Najib semakin dewasa membuat kakek Emir menyadari satu hal bahwa dirinya sudah tak lagi muda. Saatnya kini ia menikmati hidup bersama cucu-cucunya.

"Rumah kita sepi ya, majikannya hanya ada kita berdua sedangkan ART lumayan banyak, " Kakek Emir mulai memancarkan sindirannya. Walaupun Najib tahu arah pembicaraan sang kakek namun ia memilih menanggapi secara asal.

"Ya iyalah kek, kan nenek, anak dan menantu kakek sudah di alam sana. Salah kakek sih, kenapa dulu gak nikah padahal masih mampu segalanya secara finansial dan usia." Najib terkikik geli melihat ekspresi sang kakek. Ia tahu betul besarnya cinta kakek pada almarhumah istrinya.

"Bukan kakek yang harus menikah tapi kamu. Jika kamu tidak memiliki calon istri maka pilihlah salah satu karyawan perusahaan. Tidak salah kan jika karyawan jadi istri bos,"

Najib menarik napas panjang mendengar ucapan kakek Emir. Untuk kesekian kalinya sang kakek mengatakan hal itu. Apa mungkin kakek memiliki kandidat untuk dijadikan menantu ?

"Aku mandi dulu kek, gak enak juga kan kalau telat ke kantor." Najib tak ingin membahasnya. Ia tak ingin pada akhirnya sang kakek akan kecewa padanya. Najib bukan penganut paham "Cinta akan tumbuh jika sering bersama."

Kakek Emir hanya bisa menatap pasrah punggung cucunya yang semakin menjauh. Keinginannya untuk memiliki cucu menantu harus kembali tertunda. Ia harus meminta Andika melaporkan sepak terbang cucunya.

Sementara itu disebuah rumah mungil, Aleya sibuk menyiapkan sarapan untuk putrinya yang kini berusia 7 tahun. Kesibukan rutin setiap hari sebelum ke kantor dan sang putri ke sekolah.

"Celya hanya boleh pulang sama mama, ya. Ingat jangan berbicara sama orang asing apalagi sampai dibawa pergi. ." Aleya tak henti-hentinya mengingatkan putri semata wayangnya. Hari ini mbak Nia pulang kampung karena orang tuanya sedang sakit.

"Iya mama sayang, Celya selalu ingat pesan mama," Celya membingkai wajah Aleya dengan kedua tangannya sambil tersenyum. Celya sangat cerdas diusianya yang masih sangat belia. Semua perkataan mamanya terekam dengan baik dibenaknya.

Aleya membalas senyuman putri kecilnya dan memeluknya penuh kasih sayang. Bayangan masa lalu kembali terlintas dengan jelas di pelupuk matanya. Senyuman manisnya pada Celya kini berubah menjadi sebuah ringisan. Sebuah peristiwa di masa lalu menggoreskan kenangan yang tak bisa ia lupakan. Membuatnya berada pada titik ini dengan rasa sakit hati akan sebuah pengkhianatan setelah sesuatu yang sangat berharga direnggut. Dan menghasilkan Celya walaupun ada cinta diantara mereka namun sebenarnya belum waktunya mereka nikmati semua. Perlahan Aleya menerima pelukannya, ia berusaha menahan airmatanya agar tak membuat Celya bertanya. Putrinya sangat cerdas dan memiliki rasa penasaran yang tinggi.

"Ma, mama ,,, berangkat yuk. Celya sudah siap nih," Suara jernih Celya membuatnya tersadar.

"Yuk, jangan sampai telat." Aleya menggandeng tangan Celya keluar lalu mengunci pintu rumah, selanjutnya keduanya menuju mobil dengan langkah ringan. Berkat kerja kerasnya Aleya bisa membeli mobil sejuta umat. Yang terpenting ia dan putrinya tidak setiap hari menggunakan taksi online.

Perlahan Aleya menginjak gas keluar dari halaman rumahnya. Kompleks perumahan mereka memang tak memiliki pagar dan akses keluar masuk hanya melewati satu pintu.

Kini mobil yang dikendarai Aleya telah berada di jalan raya yang tentunya belum terlalu ramai. Celya tak henti-hentinya membaca balik yang mereka lewati.

"Bos mama dikantor galak gak ?!" Untuk pertama kalinya Celya bertanya tentang orang nomor satu di tempatnya bekerja.

"Tergantung sih, kalau karyawan melanggar aturan kantor atau melakukan kesalahan maka pasti bos akan marah," Aleya memberikan jawaban yang bisa dicerna oleh gadis kecilnya agar pertanyaannya tidak semakin melebar kemana-mana.

Celya manggut-manggut mengerti lalu kembali terdiam. Melihat hal itu, Aleya tersenyum puas. Rupanya gadis kecil itu paham apa yang dikatakannya.

Akhirnya perjalanan mereka berakhir disekolah Celya. Setelah memarkir mobilnya, Aleya menuntun Celya keluar dari mobil dan mengantarnya masuk ke dalam area sekolah hingga ke depan kelasnya.

"Mama kerja dulu ya, ingat nanti mama yang jemput ok ?" Sekali lagi Aleya mengingatkan putrinya.

"Ok ma, semangat kerjanya," Celya memeluk sang mama sebelum akhirnya masuk ke dalam kelasnya.

Aleya sangat bahagia dan menikmati hidup bersama gadis kecil itu hingga tak pernah memikirkan untuk mencari pasangan hidup. Baginya hidup bersama Celya sudah cukup, apalagi orang-orang mengira jika papa Celya sudah meninggal. Satu keberuntungan ia pernah mengasingkan diri dan kini hidup di lingkungan yang tak mengenalnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.00, Aleya segera menjalankan mobilnya menuju perusahaan. Kurang tiga puluh menit lagi jam kerja dimulai. Jarak kantor dan sekolah Celya tak begitu jauh. Ia memang sengaja mneyekolqhkqn putrinya yang terdekat dengan kantornya untuk menanggulangi situasi seperti saat ini dimana mbak Nia tak bisa menjemput Celya.

Tak ingin kesulitan tempat parkir, Aleya melajukan mobilnya sedikit lebih kencang, maklum karyawan seperti dirinya tak memiliki parkiran khusus sehingga harus lebih cepat tiba agar busa memilih parkiran.

"Huffff, alhamdulillah rejeki anak soleha," Aleya bergumam sambil tersenyum puas. Akhirnya parkirannya tepat dibawah pohon yang artinya siang nanti mobilnya tidak kepanasan. Maklumlah dirinya hanya karyawan biasaa yang pasti tidak bisa seenaknya gonti ganti mobil. Punya satu saja sudah syukur. Masih banyak keperluan Celya akan datang dan dananya harus dipersiapkan sedini mungkin.

Karyawan yang baru saja tiba sudah berdiri antri untuk melakukan finger dan mulai tak sabaran karena waktu terus bergulir. Lima belas menit lagi jam kantor di mulai.

Selesai dengan urusan absen elektronik, semua karyawan menuju ruangan masing-masing dan lobby mulai sepi. Tak ada yang berani tinggal di lobby jika memang tidak ada urusan. Aturan perusahaan sangat ketat disatukan jam kerja.

Saat semua karyawan divisi keuangan hadir lengkap, seperti biasa manajer melakukan breefing dan memberikan semangat agar kelompoknya mereka terjalin dengan baik. Divisi keuangan memang terkenal loyalitas dan kekompakannya dalam bekerja.

🌷🌷🌷🌷🌷

Selamat sore readers,,,,

Semoga bisa menjadi salah satu bacaan favorit kalian

Love you sekebon cabe

Terpopuler

Comments

Nandi Ni

Nandi Ni

Oh Aleya adalah tanda jejak masa lalunya thor?

2023-02-11

2

Siti Naimah

Siti Naimah

lhoh ternyata aleya dan najib punya anak dimasa lalu?tapi najib tidak mengetahui sama sekali..

2023-02-11

0

Lydia

Lydia

Lanjut Author... terima kasih 😁

2023-02-11

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!