Saat pria beda generasi itu keluar dari lift, seorang karyawan melintas dengan cepat di depan mereka. Langkah Najib berhenti sejenak menatap punggung gadis yang kini sudah menghilang dibalik pintu sebuah ruangan.
Najib sama sekali tak tertarik, hanya saja karyawan itu terlihat tak perduli dengan sekitarnya. Pria muda itu hanya mengangkat bahunya acuh.
"Kalau kamu ingin memilih istri yang berasal dari karyawan perusahaan, kakek gak masalah lagipula karyawan disini semua cantik-cantik, " Kakek Emir terus melangkah sembari mempromosikan karyawan perusahaannya yang kini telah ia percayakan pada cucu satu-satunya itu.
"Kek, sebaiknya kita duduk di kantin perusahaan saja sambil minum kopi, sama saja kan sekalian aku pingin lihat kelayakan menu yang disediakan oleh kantin perusahaan, " Najib benar-benar malas keluar kantor dan merasa harus mengenal kantor barunya terlebih dahulu dan di mulai dengan keadaan kantin.
"Ya sudah, kantin pun menyediakan tempat untuk para petinggi perusahaan," Kakek Emir menggiring cucunya menuju kantin. Beberapa bukan terakhir dirinya pun tak pernah mengunjungi kantin perusahaan.
Jam istirahat masih lama sehingga kantin tampak lengang, hanya beberapa pelayan yang mondar mandir merapikan meja dan kursi yang sebenarnya sudah dalam keadaan rapi. Kedua pelayan terlihat kikuk ketika melihat penguasa perusahaan memasuki kantin apalagi desas desus pergantian penguasa sudah tersebar.
"Kopi pahit 2 !" Datar, tegas dan dingin suara yang dikeluarkan Najib, jangan lupa wajahnya tanpa senyuman sedikitpun membuat yang mendengarnya keder.
Kedua pelayan tersebut segera menyiapkan permintaan Najib. Meskipun sebenarnya cukup hanya satu orang yang bergerak namun diantara keduanya tak ada yang ingin berada lebih lama dekat Najib.
"Jib, lain kali kalau meminta seseorang melakukan sesuatu dahulukan dengan kata tolong agar mereka merasa dihargai." Kakek Emir mengingatkan Najib agar bersikap sedikit lebih ramah pada orang luar.
Kakek Emir sebenarnya bingung dengan perubahan cucu satu-satunya yang ia miliki di dunia ini. Entah apa penyebabnya sehingga pria muda itu tiba-tiba berubah dingin dan tanpa ekspresi. Rasa penasaran kakek Emir harus terpasang hari ini kalaupun tidak sepenuhnya paling tidak inti permasalahannya dapat diketahuinya.
"Permisi pak," Seorang pelayan masuk ke dalam ruangan yang dikelilingi oleh kaca bening khusus peninggalan perusahaan.
"Masuk aja, jangan takut. Dia adalah cucuku yang mulai hari ini menggantikanku di perusahaan ini." Dengan lembut kakek Emir menjelaskan siapa Najib Marcell. Sementara yang bersangkutan tetap datar tanpa ekspresi.
Setelah pelayan tersebut menyelesaikan tugasnya dan berpamitan keluar, kakek Emir menatap Najib dengan tatapan datar. Tak peduli dengan tatapan sang kakek, Najib justru asyik menyeruput kopinya tanpa merasa terganggu sedikitpun.
"Kakek bingung dan penasaran dengan sikapmu yang seperti ini," Kali ini tatapan sang kakek penuh selidik. Kakek Emir berharap cucunya itu tidak patah hati di masa lalu ataukah pria muda itu menderita kelainan. Diam-diam kakek Emir bergidik ngeri membayangkan dugaannya yang terakhir. Jika patah hati masih bis ditolerir akan tapi jika pergaulan cucunya bemgkok maka habislah garis keturunannya.
"Maksud kakek ?!" Najib membalas tatapan sang kakek tak mengerti. Ia merasa dirinya masih tetap yang dulu.
"Umur kakek sudah semakin tua, tak ada salahnya jika kakek berharap melihatmu menikah dan kakek bisa mendengar panggilan buyut dari anak-anakmu," Kakek Emir mulai memancing pria tanpa ekspresi di hadapannya.
"Jangan sekarang bahas yang kayak gitu kek, waktunya gak pas. Suatu saat nanti pasti Najib akan menikah dan memberikan cucu yang banyak buat kakek," Najib tak ingin memperpanjang pembahasan yang tak penting itu. Ia tak menyadari jika ucapannya itu akan menjadi boomerang baginya.
Tak ingin bersitegang dengan sang cucu, akhirnya kakek Emir mengalah dan bertekad akan menagih janji sang cucu suatu saat nanti.
Waktu terus berlalu dan jam istirahat pun tiba membuat kantin seketika ramai namun kedua pria tampan beda generasi itu tak merasa terganggu sedikitpun. Keduanya terus membahas perusahaan ke depannya.
Najib yang posisi duduknya menghadap ke arah karyawan yang mengantri untuk memenuhi nutrisinya menajamkan matanya. Ia seperti mengenali sosok seorang wanita yang turut mengantri.
'Tidak mungkin,' Najib menggeleng-gelengkan kepalanya menolak dan berharap dugaannya salah.
Mata Najib tak berkedip menatap sosok tersebut. Ia penasaran dan ingin melihat wajah gadis itu. Sementara sosok yang tengah diperhatikan oleh Najib merasakan sesuatu yang tak biasa. Kepekaannya yang sudah terlatih mengisyaratkan jika seseorang sedang memperhatikannya. Sambil berjalan ke arah meja yang masih kosong, ekor matanya pun tak berhenti mencari seseorang yang tengah memperhatikannya. Perasaannya tak pernah salah.
Tanpa sengaja pandangannya terarah pada sebuah ruangan kaca yang tembus pandang. Sesaat ia tertegun mengetahui pria muda dibalik ruangan tersebut.
'Mataku pasti salah,' Aleya menolak kenyataan di depan matanya.
Selanjutnya Aleya kembali melanjutkan langkahnya. Ia berjalan seolah tak mengenali Najib. Pria yang dulu pernah melewati indahnya setiap detik dalam hidup ini. Setelah tujuh tahun berlalu, Aleya yakin Najib tak lagi mengenalinya. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat, semua sudah berubah dalam kurun waktu itu.
Tak dapat dipungkiri bahwa perubahan yang terjadi pada diri Aleya membuat teman-teman dimasa lalu pasti akan pangling. Semua berubah sesuai dengan usianya yang semakin dewasa,
Akhirnya Aleya tiba di meja bersama teman seruangannya. Tanpa banyak kata Aleya menikmati makan siangnya. Ia tak ingin menggali lubang sendiri dengan memperlihatkan jika dirinya mengenali pria yang masih menatapnya dengan tajam. Pura-pura tak mengenalinya adalah keputusan teraman saat ini.
"Aleya, bos baru kita menatapmu sejak tadi, sepertinya dia menyukai." Rengganis rupanya memperhatikan pria tampan yang sedang duduk bersama generasi pertama CEO perusahaan.
Saat pria itu tiba, Rengganis ikut berdiri menyambutnya pada pintu masuk perusahaan sedangkan Aleya sedang tugas luar sehingga tak mengetahui jika pria muda itu adalah bos baru mereka.
"Ha ?! Apa kamu bilang ?! Dia bos baru kita ?!" Mata Aleya melotot sempurna sedangkan Rengganis mengangguk sambil terkekeh melihat ekspresi Aleya.
"Kenapa kaget ? Bukankah wajar jika pak Emir Abizar digantikan oleh cucunya sendiri ?!"Rengganis kembali menegaskan posisi Najib di perusahaan membuat Aleya buru-buru menghabiskan makan siangnya.
Sesendok demi sesendok nasi berpindah kedalam mulutnya untuk diproses sebelum diterima oleh usus. Hingga akhirnya makanan dipiringnya bersih. Tak ingin lebih lama berada di dalam kantin yang tiba-tiba terasa sesak, Aleya segera melesat keluar dari kantin. Rengganis hanya bisa gelang-gelang kepala melihat aksi Aleya.
Rengganis mengira Aleya ingin segera menyelesaikan pekerjaannya agar tidak harus lembur. Kegiatan tambahan yang paling dibenci oleh seluruh karyawan perusahaan PT. Antar Mega.
"Sebentar kek," Najib segera berdiri dan berlari mengejar karyawan yang ia kenal. Najib ingin memastikan kebenaran penglihatannya.
"Nazaleya Alofa !!!" Teriakan Najib tak menghentikan langkah Aleya. Gadis itu yakin jika Najib hanya menduga-duga saja. Terdengar teriakannya yang sedikit ragu sehingga menjadi keuntungan tersendiri bagi Aleya.
Melihat karyawan yang ia panggil tak berhenti membuat Najib yakin jika penglihatannya salah. Mungkin ia terlalu memikirkan gadis masa lalunya itu.
🌷🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Irde Sembiring
lanjut
2023-03-24
0
Lydia
Lanjut Author.... terima kasih 😁
2023-02-08
0
Nandi Ni
Wah modelan cowok cool kok susah move on yah dari masa lalu,terlalu manis atau pahit ?
2023-02-08
0