Sore hari di bawah derasnya hujan, Kafka menuntun sepedanya sampai ke rumah. Cowok itu tidak mampu untuk menaiki sepedanya karena tubuhnya benar-benar babak belur. Geo dan teman-temannya memukuli Kafka tanpa belas kasihan hingga Kafka jatuh pingsan barulah mereka berhenti memukuli cowok malang tersebut.
Kafka mendongak menatap langit yang menurunkan hujan dengan derasnya. "Selalu seperti ini.." gumam Kafka. Entah kebetulan atau memang takdir, sejak dulu seperti ini. Ketika Kafka sedang sedih atau baru saja terkena masalah seperti ini pasti turun hujan dengan derasnya. Setelah itu Kafka jatuh sakit.
Ketika hampir sampai di rumahnya. Kafka berhenti karena melihat banyak orang berteduh di depan toko bunga. Ada juga yang membeli bunga. Cowok itu menatap dirinya sendiri. Wajah, tangan, dan kakinya penuh lebam. Bajunya sangat berantakan.
"Kalau gue masuk lewat pintu depan pasti akan menarik perhatian." batin Kafka.
Cowok itu memilih memutar jalan dan masuk ke rumah melalui pintu belakang. Kafka segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Kafka tidak ingin ibunya melihat dia dalam keadaan berantakan seperti ini.
Di depan sana, ibunya tidak tenang karena Kafka belum pulang. Anggi sudah menelepon ke pihak sekolah, dan dia diberitahu bahwa murid-murid sudah di pulangkan sejak pukul satu siang tadi. Sekarang sudah pukul lima sore, dan Anggi belum melihat Kafka.
Anggi masuk ke dalam berniat berganti pakaian dan pergi mencari Kafka. Tapi betapa terkejutnya dia ketika mendapati putranya duduk dengan keadaan telanjang dada di ruang tengah sedang mengobati tubuhnya yang penuh luka dan lebam.
"Astaghfirullah, Kafka kamu kenapa?!" tanya Anggi dengan raut wajah penuh kekhawatiran.
"Gapapa Bu, jatuh dari sepeda." jawab Kafka sambil cengengesan.
Anggi menggelengkan kepalanya. Wanita itu mengambil kapas dari tangan Kafka. Kemudian dengan telaten dia mengobati luka-luka di wajah, tangan, kaki, dada, dan juga punggung Kafka.
"Jangan bohong sama ibu. Kamu habis berantem sama siapa?" tanya Anggi.
Kafka terdiam. Ibunya benar-benar tidak bisa dibohongi. "Geo Bu." jawab Kafka akhirnya berkata jujur.
"Dia lagi?! Dia waras nggak sih? Kalah kok malah mukulin kamu. Tenang aja, ibu akan pergi ke rumahnya besok. Biar dia dimarahi orang tuanya." ucap Anggi.
Kafka langsung memegang tangan ibunya. Mata mereka bertatapan. Cowok itu menggeleng pelan. "Jangan, dia memang gak waras. Ibu tahu kan kalimat yang waras ngalah?" tanya Kafka.
Anggi mendengus kesal. Lalu menoyor pelan kening putranya. "Jadi kalau ibu ngelabrak dia ibu jadi gila gitu?" tanya Anggi sambil mengobati luka Kafka.
Kafka hanya tertawa melihat ibunya yang kesal. Tapi dia bersyukur karena berhasil mencegah ibunya melabrak Geo. Jika tidak berhasil mungkin Geo akan semakin membencinya karena dia pasti akan di marahi orang tuanya lagi.
Sembari mengobati luka-lukanya, mereka bercakap-cakap.
"Tadi sekolahnya gimana?" tanya Anggi.
"Seru Bu! Kafka dapat banyak teman." ujar Kafka penuh semangat.
"Oh ya? Mereka baik kan sama Kafka?" tanya ibunya lagi.
"Baik banget! Cuma karakter mereka agak-agak sih, sama kayak Kafka." ucap Kafka sambil cengengesan.
"Memangnya gimana karakter mereka?" tanya Anggi.
"Kalau Arzel anaknya ceria dan baik, sama kayak Kafka. Nathan ramah cuma penampilannya kayak badboy. Kalau Yohan, duh kutub banget. Jarang ngomong, jarang gerak udah kayak patung. Ada juga teman Kafka yang cewek dua. Yang satu namanya Yora, rambutnya pirang kayak bule. Orangnya blak-blakan kalau ngomong. Satunya lagi Hazel. Cewek tomboi. Penampilannya kayak cowok. Matanya juga unik Bu. Warnanya bisa berubah-ubah." Kafka menceritakan teman-teman barunya dengan semangat. Diceritakan juga semua kegiatan yang dia lakukan hari ini. Selama bercerita senyuman tidak luntur dari bibir Kafka.
Anggi tersenyum bahagia mendengar cerita dari putranya tersebut. Berarti putranya mendapatkan teman-teman yang begitu baik. Padahal sebelumnya dia khawatir putranya akan di hina lagi karena tidak punya ayah, dan juga berasal dari keluarga yang sederhana.
"Nah, sudah selesai." ucap Anggi setelah selesai mengobati luka Kafka.
"Serius? Kok cepat banget Bu?" tanya Kafka. Rasanya baru sebentar dia duduk dan bercerita kepada ibunya sambil di obati, tiba-tiba sudah selesai saja. Mungkin karena terlalu seru bercerita.
Anggi hanya tersenyum. Wanita itu mengelus rambut Kafka yang basah. "Keringkan rambut kamu. Terus makan, ibu sudah siapin nasi goreng kesukaan kamu." ujar Anggi yang langsung di angguki oleh Kafka.
Setelah mengatakan itu Anggi kembali ke depan membantu karyawannya mengurus pelanggan yang terus berdatangan.
"Bu Anggi, anaknya mana?" tanya salah satu pelanggan.
"Oh, Kafka ada di dalam bu baru pulang sekolah." jawab Anggi dengan ramah.
"Yahh, kak Kaka capek ya berarti?" tanya gadis kecil yang bersama pelanggan itu.
Anggi melihat ke bawah. "Wahh? Siapa ini? Kaila kan?" tanya Anggi sambil mencubit pelan pipi Kaila.
Kaila mengangguk, kemudian gadis itu membuka tasnya dan mengeluarkan dua buah permen lollipop lalu memberikannya kepada Anggi.
"Tante kasih ini ke kak Kaka ya?" pinta Kaila.
"Iyaa, nanti Tante kasih ke dia." jawab Anggi sambil menerima permen yang diberikan Kaila.
"Nah, udah ya. Sekarang kita pulang." ajak mamanya Kaila.
Setelah memberikan permen tersebut Kaila baru mau di ajak pulang. Yap, sebenarnya mereka sudah datang sejak tadi dan sudah selesai membeli bunga. Tapi Kaila tidak mau pulang karena ingin bertemu Kafka, gadis kecil itu menunggu Kafka pulang sekolah. Setelah mengetahui Kafka sudah pulang, barulah dia mau pulang.
"Wahh, Bu Anggi! Buat aku ya!" celetuk salah satu karyawannya sambil berusaha mengambil permen yang di pegang Anggi.
"Eh! Bukan! Ini buat Kafka! Nanti kalian aku beliin sendiri." ucap Anggi sambil memasukkan permen kedalam saku bajunya agar tidak di ambil karyawannya.
"Janji loh Bu!"
"Iya janji! Nanti setelah toko tutup ibu traktir kalian karena hari ini banyak pelanggan." ujar Anggi.
Tiga karyawan yang dimiliki Bu Anggi langsung bersorak gembira mendengar itu. Seperti itulah Anggi. Jika toko sedang ramai-ramainya dan jumlah pelanggan yang datang melebihi perkiraan pasti ia akan mentraktir karyawannya.
Malam harinya, tepatnya setelah toko tutup dan tentunya sudah menunaikan janjinya mentraktir karyawannya. Anggi kembali ke dalam. Wanita itu mencari keberadaan putranya. Kamar, ruang tengah dan dapur sudah di periksanya. Tapi tidak ada Kafka disana.
"Kemana anak itu?" gumam Anggi.
Ternyata Kafka sedang belajar di belakang rumah. Tidak seperti kebanyakan belakang rumah orang yang gelap, menyeramkan dan banyak nyamuk. Di belakang rumah Kafka di tanami banyak bunga dan pohon-pohon yang di lilit lampu hias agar tidak menyeramkan. Jadinya suasana belakang rumah sangat indah dan nyaman untuk belajar.
"Disini ternyata.." ucap Anggi sambil duduk di samping putranya. Diletakkannya teh hangat untuk menemani Kafka belajar.
"Hehe, cari angin Bu." jawab Kafka.
"Minum dulu tehnya."
Kafka langsung menurut dan segera meminum teh tersebut.
"Makasih Bu." ucap Kafka.
Anggi teringat sesuatu. Wanita itu merogoh saku bajunya dan mengeluarkan dua buah permen lollipop. Diletakkannya permen tersebut di dekan teh.
"Permen?" tanya Kafka.
"Iya, dari Kaila. Anaknya pelanggan ibu yang kemarin kamu kasih permen. Ingat kan?" tanya Anggi mengingatkan Kafka jika putranya itu lupa..
Kafka mengangguk, tangannya bergerak mengambil satu permen dan memakannya. "Ingat kok Bu. Besok Kafka akan lewat depan rumahnya dan bilang Terimakasih." jawab Kafka sambil tersenyum manis.
...***...
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments