Teman Baru

Keesokan harinya. Kafka berangkat sekolah menggunakan sepeda kayuh kesayangannya. Sepeda itu umurnya sudah cukup tua karena ibunya membeli sepeda itu ketika Kafka duduk di bangku kelas 5 SD. Tapi karena Kafka yang pandai merawat barang-barangnya, sepeda tersebut masih bagus hingga sekarang. Tidak ada cat yang mengelupas atau bagian yang rusak.

Kafka di terima di sebuah sekolah bergengsi di kotanya karena mendapatkan beasiswa. Ya sekalipun nilai rapot Kafka tidak terlalu tinggi, cowok itu punya keahlian di bidang musik. Dia pernah mendapatkan juara satu lomba menyanyi di tingkat nasional semasa SMP. Hal itu juga yang membuat Kafka di terima di Ivarnest High School dengan beasiswa yang didapatkannya saat menang lomba.

Saat ini Kafka sedang berkumpul di depan papan pengumuman untuk melihat dikelas apa dia di tempatkan. Cukup sulit untuk membaca tulisan kecil yang di tempelkan di papan pengumuman diantara kerumunan siswa siswi yang juga mempunyai tujuan yang sama dengan Kafka. Sampai akhirnya Kafka mempunyai kesempatan melihat di kelas apa dia ditempatkan. Ditelitinya nama-nama yang tertera di papan pengumuman hingga akhirnya dia melihat namanya terpampang jelas di barisan kelas X MIPA 2

Setelah mengetahui di kelas apa dia akan belajar. Kafka beralih melihat peta sekolah untuk menemukan dimana kelas X MIPA 2.

"Masih jam segini.. Yaudah makan dulu aja deh." gumam Kafka.

Cowok itu duduk di bangku taman dan memakan sarapan yang ia bawa dari rumah. Seperti itu sejak SD. Kafka selalu dibuatkan bekal dari rumah. Selain untuk menghemat pengeluaran, bekal dari rumah terjamin kebersihan dan juga gizinya. Itu yang Kafka tanamkan di dalam pikirannya sejak kecil.

"Gue gak tahu kalau sekolahannya sebesar ini." gumam Kafka sambil melihat seluruh halaman sekolah.

Di halaman depan sekolah terdapat lapangan basket, voli, bulu tangkis, dan sepak bola yang terpisah-pisah. Di sisi lain halaman terdapat taman dimana tempat Kafka saat ini berada. Di samping taman terdapat tempat parkir untuk guru yang dipisahkan menjadi sepeda motor dan mobil. Di sisi lain taman terdapat juga tempat parkir untuk murid yang di pisahkan menjadi sepeda motor, mobil, dan sepeda kayuh. Ada juga lapangan yang digunakan untuk upacara bendera setiap hari Senin yang sangat luas. Bisa dibayangkan betapa luasnya bukan. Itu baru halaman depan. Belum seluruh area sekolah tersebut.

Disaat Kafka asyik memakan bekalnya. Tiba-tiba sebuah bola basket menghantam kepalanya dengan keras.

"Akh!"

Beberapa anak cowok berlari mendekatinya dengan raut wajah yang khawatir disertai ekspresi merasa bersalah.

"Sorry sorry, gue gak sengaja. Lo gapapa kan?" tanya cowok yang berpostur tinggi. Kelihatannya dialah yang tidak sengaja melemparkan bola basket ke arahnya.

Kafka mengangguk. "Iya gapapa." jawab Kafka.

"Gapapa mata Lo anjr! Itu hidung Lo mimisan!" celetuk cewek yang baru saja datang. Cewek itu menyodorkan sebuah tissue kepada Kafka.

"Makasih." Kafka segera mengelap hidungnya.

"Ke UKS aja ya?" tawar seorang cowok yang memiliki wajah paling tampan diantara lainnya. Tapi penampilan cowok itu sedikit berantakan. Bahkan seragamnya tidak di kancingkan.

"Gak usah, gue gapapa." jawab Kafka.

Kira-kira ada 4 orang yang menghampirinya tadi. Tiga orang cowok dan seorang cewek. Satu yang sejak tadi menarik perhatian Kafka. Cowok yang memiliki wajah datar. Tapi di sorot mata cowok itu terlihat jelas kekhawatiran.

"Lo murid baru juga ya?" tanya cewek yang tadi memberinya tissue.

"Iya, Lo juga?" tanya Kafka.

"Yoi! Kenalin gue Yora. Lo siapa?" tanya cewek itu.

"Gue Kafka." jawab Kafka dengan ramah.

"Gue Nathan, salam kenal." ucap cowok yang tadi tidak sengaja melemparkan bola basket kepadanya.

"Gue Arzel. Salken." ucap cowok satunya.

Semua telah menyebutkan namanya masing-masing. Kafka melihat kepada satu orang yang belum menyebutkan namanya. Cowok itu terlihat sibuk dengan handphone genggamnya.

"Oh, dia Yohan. Gak usah Lo anggap, anaknya emang gitu. Kayak patung. Gak bisa ngomong." celetuk cowok yang bernama Arzel.

"Bacot!" sahut si cowok berwajah dingin.

"Salam kenal semuanya." ujar Kafka sambil tersenyum. Cowok itu menanggapi mereka dengan ramah karena bisa merasakan energi positif yang terpancar dari mereka berempat. Bukan karena punya kekuatan super, tapi jika seseorang memiliki energi yang positif orang lain pasti akan langsung nyaman di dekat mereka. Dan itulah yang Kafka rasakan.

"Kalian murid baru juga?" tanya Kafka kepada tiga cowok tersebut.

Mereka langsung mengangguk.

"Mau?" Kafka menyodorkan bekalnya. Dia kira mereka tidak akan mau karena dari penampilannya mereka terlihat seperti anak orang kaya. Tapi melenceng dari dugaan Kafka, nyatanya mereka langsung mau ditawari bekal oleh Kafka.

"Gue juga bawa bekal. Kalian mau coba?" tawar Yora sambil mengeluarkan kotak bekal dari tasnya.

Mereka berakhir makan sarapan bersama. Walaupun sama-sama baru mengenal. Tapi mereka bisa akrab dengan cepat. Bahkan Yohan yang notabenenya cowok dingin juga tidak ragu memakan makanan yang diberikan teman-temannya.

Hanya satu yang menjadi pertanyaan di benak Kafka. Mereka murid baru, tapi mengapa penampilannya seperti ini? Yora yang rambutnya berwarna pirang. Sedangkan Nathan tidak mengancingkan seragamnya. Beda lagi dengan Arzel, cowok itu berseragam lengkap dan rapi, tapi di pergelangan tangan kirinya terdapat banyak sekali gelang yang menumpuk. Satu-satunya orang yang berpenampilan normal adalah Yohan.

"Lo, gak takut ngecat rambut kayak gitu?" tanya Kafka kepada Yora.

Yora melihat rambutnya sendiri lalu tertawa. "Ini?" tanya Yora sambil memegang rambutnya. "Haha. Ini alami brother, asli dari cetakannya." jawab cewek itu disusul tawanya.

Kafka beralih melihat Nathan. Ketika Kafka hendak bertanya, cowok itu lebih dahulu menjawab apa yang akan ditanyakan oleh Kafka.

"Gue anak yang punya sekolah. Bodo amat mau gue penampilan kayak gembel juga gada yang marahin." ujar Nathan.

"Jangan tanya kenapa gue gak takut pakai gelang. Di sekolah ini bebas pakai aksesoris asal gak berlebihan." cetus Arzel tiba-tiba.

Kafka mengangguk mengerti. Dia senang disaat pertama kali masuk SMA langsung mendapatkan teman-teman yang baik seperti mereka. Padahal tadinya cowok itu takut tidak mendapatkan teman karena saat SMP tidak ada yang mau menjadi temannya karena dia tidak memiliki ayah.

"Kalau gitu kita semua berteman kan?" tanya Yora sambil menyodorkan tangannya.

"Iya dong!" sahut Arzel sambil meletakkan tangannya di atas tangan Yora.

"Kalau bukan teman kenapa mau makan bareng." ujar Nathan sambil ikutan meletakkan tangannya diatas tangan Arzel.

"Gue boleh join kan?" tanya Kafka seraya meletakkan tangannya di atas tangan Nathan.

Tinggal satu orang yang belum bergabung. Kafka, Nathan, Arzel, dan Yora langsung menatap Yohan. Hanya cowok itu yang tidak meletakkan tangannya di atas tumpukan tangan tersebut.

Yohan menghela napasnya lalu ikutan meletakkan tangannya di atas tangan teman-temannya. Setelah itu mereka mengangkat tangannya bersama-sama ke udara sambil bersorak.

...***...

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

Fadiylah19

Fadiylah19

👍👍👍

2023-02-07

3

batu neraka 🗿

batu neraka 🗿

aaaa lanjut thorr, aku mendukung mu

Fighting 💪💪💪

2023-02-07

2

Fitrani Ai

Fitrani Ai

lanjut

2023-02-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!