Hampir dua bulan Bara tidak pernah lagi menyentuh istrinya. Rasa rindunya pada Shanaz makin membuatnya setiap saat gelisah hingga ia tidak fokus untuk bekerja.
Asistensinya Eki yang sekaligus sahabat akrabnya yang sudah tahu permasalahan rumah tangga bosnya ini, hanya bisa mengelus dada.
Pasalnya, permainan Bara begitu rapi saat berselingkuh dengan Widia, hingga ia sendiri sebagai asistennya Bara tidak menaruh curiga sedikitpun pada Bara yang terlihat seperti suami paling setia di muka bumi ini.
"Kenapa Bara ..? Sepertinya kamu makin terlihat sumpek setelah punya anak." Sindir Eki sambil nyengir kuda.
"Sialan kamu Ki...! Kepalaku saja hampir pecah, kamu malah makin menggodaku." Semprot Bara dengan wajah kelam.
"Apakah Shanaz masih marah kepadamu?"
"Bukan hanya marah, tapi dia sudah menyetop memberikan jatah mingguan padaku." Ucap Bara dengan wajah tertekuk.
"Kamu harus menerima hukuman mu itu sobat. Karena dosa mu itu sangatlah besar. Selama ini Shanaz melihatmu terlalu sempurna. Baginya hingga tidak melihat cela di dirimu dan itu membuatnya sangat bangga padamu.
Sekarang, saat kamu buat kesalahan dan kamu tidak tanggung-tanggung membuat kesalahan yang hampir membuat jiwanya mati.
Wanita mana yang mau diselingkuhi oleh suaminya walaupun suaminya terkenal bajingan atau suaminya yang terkenal bawel dan boros, wanita manapun tidak akan rela menerima perselingkuhan suaminya." Ujar Eki.
"Mau sampai kapan Shanaz menghukum aku seperti ini, Eki?"
"Selingkuh aja lagi bos. Tanggung kalau cuma satu." Sahut Eki sambil tergelak.
"Sialan..!" Umpat Bara sambil mengacak-acak rambutnya gusar.
Bara akhirnya cabut dari ruang kerjanya karena tidak bisa melanjutkan pekerjaannya.
Ia bergegas ke gedung pengadilan tinggi negeri untuk melihat istrinya yang saat ini sedang memegang kasus pengalihan lahan milik warga yang akan di jadikan real estate salah satu pengembang bisnis real estate.
Kedatangan Bara bertepatan dengan selesainya sidang itu, membuat ia segera turun untuk menghampiri istrinya.
Baru saja ia berjalan menuju gedung itu, ia melihat Shanaz sedang bicara dengan jaksa penuntut umum yang merupakan sahabatnya Shanaz saat masih kuliah dulu.
Hati Bara seakan tercabik-cabik saat melihat Shanaz sedang menitik air matanya lalu Mario mengulurkan sapu tangannya untuk mengusap air mata Shanaz.
Bara segera menghampiri istrinya karena takut Mario akan mengambil kesempatan untuk masuk terlalu jauh ke dalam hati Shanaz.
"Sialan si kunyuk itu. Apakah dia mau aku remuk kan wajahnya karena sudah berani mendekati Shanaz." Gumam Bara mengepalkan tangannya.
Bara terkenal suami posesif untuk Shanaz. Siapapun yang berani mendekati Shanaz hingga membuat istrinya terkesan, ia tidak mau tahu alasan apapun untuk bisa memberi pelajaran bagi lelaki itu.
Itulah sebabnya Shanaz selalu menjaga jarak dengan kolega maupun kliennya.
"Sayang ...! Apakah sudah selesai sidangnya?" Tanya Bara menekan suaranya terdengar manis.
Shanaz tersentak melihat Bara sudah ada di antara ia dan jaksa Mario.
Shanaz segera pamit kepada Mario." Ok. Sampai jumpa besok pagi di sidang berikutnya. Sepertinya kita akan menghadapi kasus yang lebih berat lagi daripada hari ini." Ucap Mario.
"Sampai jumpa Mario...!" Ucap Shanaz tersenyum samar.
Keduanya mengambil arah jalan yang berbeda sesuai tempat parkir mobil mereka.
"Mau apa kamu kemari?" Tanya Shanaz sinis.
"Aku ingin bicara denganmu, Shanaz!"
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan." Ucap Shanaz menghampiri mobilnya.
Bara yang melihat sapu tangan Mario masih ada dalam genggaman Shanaz, merebut sapu tangan itu membuat Shanaz makin berang.
Bara membuang saputangan itu lalu menginjaknya ke tanah.
"Apa-apaan kamu, Bara ....?"
"Kenapa kamu bicara dengan Mario? Bukankah aku sudah melarangmu untuk tidak bicara dengannya? Dan kenapa kamu sampai menangis? Apakah kamu ingin mengadu penderitaan mu padanya tentang suamimu yang berengsek ini?"
Ucap Bara lalu menarik tubuh Shanaz untuk masuk ke mobilnya.
"Untuk apa aku harus curhat pada Mario tentang pengkhianatan mu? Rasanya terlalu sedikit orang untuk tahu siapa kamu." Ucap Shanaz.
"Oh, jadi kamu mau mengundang wartawan untuk melakukan konferensi pers dengan mereka agar perselingkuhan ku terekspos ke media. Dengan begitu kamu akan mendapatkan empati dari netizen, hah..?" Tanya Bara sinis.
"Kalau iya kenapa?" Tantang Shanaz dengan wajah yang sudah tidak lagi bersahabat.
"Ok. Silahkan lakukan..! Kalau itu bisa membuatmu puas dan mampu mengobati rasa dendam mu padaku." Timpal Bara lalu masuk ke mobilnya.
"Mau bawa aku ke mana, Bara ?" Tanya Shanaz.
"Tentu saja membawa pulang dirimu ke rumah."
"Aku masih punya banyak pekerjaan di kantor."
"Apa peduliku. Kau istriku dan firma hukum itu milikmu dan kamu adalah CEO di sana."
Ucap Bara yang sudah membangun firma hukum itu untuk istrinya.
Shanaz tidak bisa lagi berkutik saat melihat wajah suaminya yang tidak lagi sabar menghadapinya.
Ditambah lagi, laju mobil yang dikendarai oleh Bara dengan kecepatan di atas standar.
Shanaz hanya bisa menutup matanya begitu mobil Bara hampir menyenggol mobil orang lain.
"Apakah kamu ingin membunuh kita berdua, hah? Hentikan...!" Teriak Shanaz yang sudah gugup saat gerakan mobil Bara meliuk ke kiri dan kanan mengambil cela di antara mobil kontainer perusahaan yang membawa alat-alat berat.
Lebih baik mati bersama daripada menghadapi diam mu yang membuat aku mati secara perlahan. Aku sudah mengaku aku salah. Anak itu juga sudah lahir.
Aku bahkan tidak bisa merubah keadaan apalagi Widia juga terbaring koma di rumah sakit seperti mayat hidup. Aku harus bagaimana denganmu, Shanaz ?"
Teriak Bara terdengar frustasi.
"Kamu mau apa dariku? Berdamai dengan keadaan? Menerimamu seperti dulu? Apakah hatiku ini batu yang tidak memiliki perasaan, hah?"
Mobil itu memasuki gerbang utama. Bara menginjak rem begitu kuat hingga menimbulkan bunyi yang terdengar ngilu seperti ringkikan kuda.
Shanaz turun terlebih dahulu dari mobil sambil berlari menuju kamarnya. Setibanya di kamar, pertengkaran itu kembali terjadi.
Bibi Anggi yang sedang menggendong baby Tisya menjauhi kamar keduanya menuju paviliun milik pelayan agar tidak mendengar pertengkaran itu.
Bara menjadi kasar pada Shanaz yang sudah terlalu lama menguji kesabarannya. Di tambah lagi Shanaz sudah berani bicara dengan jaksa Mario yang memperlakukan Shanaz begitu lembut.
Bara menghempaskan tubuhnya Shanaz ke kasur dan menduduki kedua paha Shanaz sambil menahan kedua tangan Shanaz.
"Aku sudah meminta maaf secara baik-baik kepadamu. Aku menahan diriku karena tidak mendapatkan nafkah batin darimu.
Aku mengikuti kemarahanmu hingga dadaku rasanya sangat sesak melihat sikap dinginmu, sekarang aku tidak sesabar itu lagi Shanaz.
Aku ingin menuntut hakku." Pekik Bara lalu memutus blazer milik Shanaz hingga kancing baju itu putus.
"Lepaskan...! Aku tidak sudi di sentuh pengkhianat sepertimu. Carilah wanita lainnya yang bisa memuaskanmu.
Bukankah kamu juga tidak puas dengan satu wanita hingga tidur dengan mayat hidup itu yang sekarang terbaring di rumah sakit?" Sindir Shanaz.
"Aku butuh kamu, aku tidak butuh yang lainnya. Aku butuh Istriku dan sekarang layani aku!"
Titah Bara yang sudah terangsang melihat tubuh Shanaz yang selalu membuatnya mabuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Tiwik Firdaus
pergi aja shanaz
2023-07-26
0
Wirda Lubis
suami pemaksa
2023-04-15
1
Pocut putroe
seru cerita nya..aku suka..tp tlg perbaiki tanda baca nya thor
2023-03-10
1