Kisah kebahagiaan rumah tangga Shanaz kembali utuh usai mengetahui Shanaz memaafkan suaminya.
Shanaz melakukan ini demi anaknya yang sedang ia kandung.
Walaupun begitu Shanaz tetap menyayangi putri tirinya.
Hanya untuk anak itu Shanaz berusaha menerima dan entah sampai kapan Shanaz bisa mempertahankan kasih sayangnya untuk baby Tisha.
Saat memasuki usia kandungannya delapan bulan Shanaz dan suami mempersiapkan kebutuhan bayinya dengan berbelanja di salah satu Mall terbesar yang ada di wilayah Jakarta Barat.
Bara ikut memilihkan baju si bayi yang sudah ketahuan jenis kelaminnya perempuan. Shanaz terlihat bahagia saat melihat suaminya seakan ingin memborong semua baju bayi perempuan dengan berbagai ukuran.
"Sayang ..! Jangan terlalu banyak belinya lagi pula baju bekas baby Tisha masih ada dan masih bagus-bagus." Ucap Shanaz.
"Punya baby Tisha kasih aja ke orang yang membutuhkan. Jangan dipakai lagi pada adiknya. Aku masih sanggup beli untuk calon putriku ini." Ucap Bara sambil mengusap perut Shanaz.
"Kau ini selalu saja punya rencana sendiri." Ucap Shanaz.
"Setidaknya kalau mereka besar tidak saling merebut satu orang laki-laki yang sama." Ucap Bara dengan entengnya.
Deggggg...
Ucapan Bara barusan cukup membuat Shanaz tersinggung.
Jika tidak ingin diperebutkan, mengapa memilih dua wanita dalam hidupmu? Apakah merasa bangga ingin diperebutkan oleh aku dan ibunya Tisha?"
Sinis Shanaz membuat Bara baru menyadari kesalahannya.
"Maafkan aku Shanaz ...! Aku tidak bermaksud membuatmu tersinggung. Aku hanya ingin adil kepada dua putriku.
Maksudku bayi kita ini jangan pakai bekas kakaknya. Walaupun itu masih baru." Imbuh Bara.
"Ok. Semoga tindakanmu ini menjadi doa untuk putrimu agar tidak merebut apa yang sudah dimiliki oleh orang lain." Ucap Shanaz dengan kata-kata menohok.
Lagi-lagi Bara di buat serba salah kerena apa yang dilakukannya untuk putri keduanya akan terus terkait dengan cinta segitiga yang ia bangun.
Mungkin citranya sudah buruk di matanya Shanaz sebagai suami pengkhianat namun ia harus merima semua resiko itu karena kata-kata Shanaz memang benar adanya. Ia lupa kalau suatu saat nanti ia memiliki anak perempuan yang akan menjadi milik orang lain.
Baby Tisha yang sedang di gendong Bara saat ini sudah terlelap. Bara menawarkan untuk makan terlebih dahulu sebelum mereka pulang. Keduanya memilih makan di food court yang terdapat di Mall tersebut.
Shanaz hanya ingin makanan ringan. Keduanya menikmati makanan khas Palembang yang terkenal dengan empek-empeknya.
Dreeett....ponsel Bara berdering dan ternyata dari bibi Anggi. Bara mengangkat panggilan itu dan mendengarkan salam dari pengasuh putrinya itu.
"Ada apa bibi Anggi?" Tanya Bara sambil mengunyah makanannya.
"Tuan...! Di sini Nona Widia." Ucap bibi Anggi hati-hati.
Bara sampai tersedak mendengar Widia sudah ada di rumahnya.
Uhukkk...uhukkk...
Shanaz memberikan minum suaminya.
"Ada apa sayang...?" Tanya Shanaz namun Bara mengangkat satu tangannya agar Shanaz mau menunggu sebentar karena ia sedang bicara dengan bibi Anggi.
"Bagaimana dia bisa ada di rumah, bibi?"
"Nona Widia ingin tinggal di sini karena keadaan kakinya masih lumpuh dan dua tidak ingin jauh dengan tuan dan baby Tisha." Ucap bibi Anggi sambil melirik Widia yang masih duduk di atas kursi rodanya.
"Baik bibi sebentar lagi kami akan pulang." Ucap Bara mengakhiri pembicaraannya lalu mematikan ponselnya.
"Ada apa Bara ? Sepertinya kamu sedang mendapatkan musibah besar? Telepon dari siapa..?"
"Musibah besar akan terjadi Shanaz dan ini akan memporak-porandakan semua apa yang sudah aku mulai bangun lagi." Batin Bara yang terlihat bengong.
"Hei...di tanya diam saja." Sungut Shanaz.
"Kamu akan tahu sendiri kalau kita sudah sampai di rumah sayang." Ucap Bara lalu membantu istrinya berdiri dan mengambil putrinya dari gendongan Shanaz.
...----------------...
Wajah Bara tampak kelam menahan geram pada Widia yang bertindak suka-suka hingga pulang ke rumah istri pertamanya.
Begitu tiba di rumah Shanaz begitu terkejut melihat ada madunya yang sudah duduk di depan teras menunggu mereka pulang.
"Apakah ini yang kamu ingin tunjukkan padaku Bara?" Tanya Shanaz dalam keadaan tenang.
"Iya sayang. Ini di luar kehandakku." Ucap Bara lalu turun dari mobilnya terlebih dahulu.
"Apa kabar suamiku...?" Sapa Widia dengan tidak tahu malunya.
Bibi Anggi langsung mengambil baby Tisha dari gendongan Bara.
"Apakah itu anak kita sayang?" Tanya Widia sambil melirik perut Shanaz.
Shanaz yang hendak masuk di cegah Bara sambil menarik tangan Shanaz.
"Kita hadapi wanita ini sama-sama, sayang." Ucap Bara.
"Aku lelah sayang. Aku ingin istirahat." Lirih Shanaz.
"Nanti aku akan menyusulmu, sayang." Ucap Bara tidak enak pada Shanaz dengan kehadiran Widia.
"Kenapa kamu harus pulang ke sini? Kenapa tidak kembali ke apartemen?"
"Aku istrimu juga, ini rumahmu. Kamu bisa membeli untuk Shanaz sebesar ini, kenapa kamu hanya memberiku apartemen kecil?"
"Jangan berlebihan begitu Widia. Awal kita menjalin hubungan, kamu sudah berjanji untuk tidak mengusik milik Shanaz. Dan sekarang kenapa kamu tidak memegang janjimu itu?"
"Itu karena aku belum melihat semegah apa istana ini untuk istri pertamamu itu. Aku ingin mendapatkan hak yang sama seperti Shanaz, apalagi aku sudah memberikan anak untukmu." Ucap Widia sengit.
"Apakah otakmu sudah eror setelah sadar dari koma? Sekarang aku minta kamu kembali ke apartemen dan aku akan menyewa suster untuk merawat mu." Ucap Bara lalu mendorong kursi roda Widia menuju mobil.
"Tidak...tidak...! Aku mau tetap di sini dan ingin tinggal di sini bersama putriku. Sekali-kali, suruh Shanaz tinggal di apartemen."
"Widiaaaa....!" Bentak Bara hampir menampar pipi Widia.
"Kenapa kamu tiba-tiba berubah Bara? Kamu tidak pernah memperlakukan aku seperti ini. Sekarang aku minta tolong ijinkan aku tinggal di sini karena aku ingin dekat dengan putriku." Ucap Widia memberi alasan.
"Baiklah. Kalau kamu mau seperti itu? Aku akan mengambil baby Tisha supaya ikut bersamamu. Kamu urus sendiri bayi itu karena Shanaz sedang hamil tua." Ucap Bara.
"Apakah kamu tidak lihat keadaan aku yang masih lumpuh, bagaimana caraku mengurus anak kita?" Bantah Widia.
"Aku juga bisa menyewa baby sitter untuk mengurus Tisha supaya kamu selalu dekat dengannya dan ikut memantaunya." Timpal Bara.
Widia kehabisan kata-kata. Ia tidak bisa lagi mencari alasan untuk selalu bersama Bara.
"Aku tidak rela hanya Shanaz yang terus menerus mengusai dirimu. Sementara aku hanya mendapatkan jatah waktu beberapa kali dalam sebulan." Ucap Widia.
"Aku sudah memberitahukan mu sejak awal kalau aku tidak bisa berlaku adil padamu karena aku sangat mencintai istriku Shanaz dan tidak ingin membuatnya terluka."
Ucap Bara dengan suara yang begitu tinggi hingga terdengar oleh Shanaz.
Hati Widia makin memanas mendengar ucapan Bara walaupun ia sudah sering mendengarnya. Tapi kali ini kenapa begitu sakit kata-kata yang terdengar sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
mawar merah
kenapa malah sadar dari koma pelakor ga tau diri
2024-02-07
1
Wirda Lubis
dasar pelakor ngak malu ular siluman
2023-04-15
2
Fitrianinaim_queen03
Pelakor tidak tau malu 😡
2023-03-12
3